Akhirnya Kudapatkan Juga

SLOT GACOR SLOT GACOR

Cerita Sex ini berjudul ”Istri Selingkuh Karena Haus Kenikmatan” Cerita Dewasa,Cerita Hot,Cerita Sex Panas,Cerita Sex Bokep,Kisah Seks,Kisah Mesum,Cerita Sex Tante,Cerita Sex Sedarah,Cerita Sex Janda,Jilbab,Terbaru 7

Duniasex99 – Cerita sex dewasa ini adalah true story yang diceritakan kepada penulis. Thank for Ganang atas ceritanya. Versi awalnya di muat pada salah satu situs yang kini telah alm.

Aku seorang pria berusia 32 tahun saat cerita ini terjadi. Aku lahir di Jakarta pasangan orangtua yang berasal dari Surabaya dan Solo. Aku pernah ditempatkan di kota Padang oleh perusahaan dimana aku bekerja, sebuah perusahaan besar farmasi dan tinggal dikota tersebut kurang lebih 5 tahun. Penempatanku di kota ini adalah untuk meningkatkan penjualan lebih baik lagi, dan aku dinilai mampu untuk mencapai target-target perusahaan. Untuk itulah aku dipercaya menjadi area distributor untuk daerah ini.

Salah satu usahaku untuk memperluas area penjualan produk perusahaanku adalah dengan mengenalkannya lebih baik lagi sehingga aku harus melakukan pertemuan demi pertemuan dengan beberapa pengusaha di daerah ini. Termasuk pula pada perusahaan yang dipimpinnya.

Aku mengenalnya bernama Alya, usianya saat itu baru 22 tahun. Kecerdasan, bakat latar belakang pendidikannya yang disertai oleh kesuksesan orangtuanya, membuatnya dipercaya mengendalikan beberapa usaha milik keluarganya pada usia semuda itu.

Figurnya cantik dan menarik. Hanya saja karena terbiasa menangani dan berhubungan dengan mitra-mitra bisnisnya yang rata-rata berusia di atas dirinya yang ku yakini membuat dia menjadi sosok yang dewasa dalam berpikir disamping naluri bisnisnya yang tajam, plus lagi bakat yang di wariskan secara genetis oleh orangtuanya walaupun saat itu dia masih berkuliah di fakultas ekonomi pada sebuah Universitas di kota ini.

Awalnya hubungan kami hanya sebatas mitra bisnis, namun karena nilai penjualan produk perusahaaanku semakin besar di perusahaannya menyebabkan kami semakin sering berkomunikasi dan berdiskusi. Pertemuan demi pertemuan baik dalam forum resmi bisnis ataupun tidak membuat kami menjadi dekat dan saling tertarik. Akhirnya kami menjalin hubungan sebagai pasangan kekasih.

Awal-awal pacaran amat menyenangkan bagi kami berdua. Meskipun begitu kami masih menjaga norma-norma agama dan lingkungan setempat,. Kami hanya pergi ke tempat-tempat makan ataupun ke pertokoan. Apalagi kami sangat sibuk sehingga waktu untuk bertemu hanya singkat. Paling malam mingguan pergi makan atau nonton. Yah namanya orang pacaran tentunya kami juga pernah berpegangan tangan dan atau sekedar berciuman, tak lebih. Apalagi dia amat religius dengan kebiasaanya yang mengenakan penutup kepala.

Tetapi aku merasa Alya seakan tak ingin hubungan kami ini diketahui orangtua ataupun keluarga besarnya. Aku telah berulang kali memintanya agar hubungan kami ini di ketahui orangtuanya, namun dengan alasan demi kelangsungan hubungan kami ini, Alya selalu menolaknya.

Hingga akhirnya aku nekad dan berkunjung kerumahnya. Karena menimbang hubungan ini sudah menginjak tahun ke-5 dan aku ingin melangkah ke jenjang lebih jauh, membina rumahtangga bersamanya. Namun apa yang ku terima.Betapa hancur dan pedihnya perasaanku disaat aku mendapat penolakan yang amat keras dari ayah dan ibunya Alya. Bahkan mereka menyatakan bahwa Alya telah dicalonkan dengan seorang laki laki yang masih kerabat dekatnya. Di tambah lagi dengan alasan bahwa aku yang berbeda suku bangsa dengannya tak pantas masuk dalam keluarga besar mereka.

Akhirnya aku dapat memahami, bahwa hal inilah yang menyebabkan Alya tidak juga segera memberitahukan hubungan kami kepada orang tuanya. Dari selentingan kabar yang aku dengar dari karyawan Alya, bahwa perjodohan itu karena ayah Alya tidak mau anak gadisnya jatuh ketangan orang yang tidak jelas asal usulnya apalagi yang datang dari luar pulau seperti aku ini.

Cerita Sex Dewasa | Semenjak itulah hubunganku dengan Alya semakin merenggang dan hampir dipastikan putus ditengah jalan. Di tambah lagi saat aku memergokinya tengah makan malam dengan calon suaminya itu. photomemek.com Hingga berujung akhirnya aku mendapat undangan pernikahannya yang dilaksanakan dengan amat mewah di sebuah hotel ternama dikota ini. Aku menyempatkan datang menghadiri resepsi pernikahannya itu dan menjabat tangannya sambil mengucapkan semoga berbahagia. Diapun mengucap terima kasih atas kedatanganku. Sempat aku lihat ada raut sedih dimatanya.

Meskipun begitu sakit, namun aku merasa lega bahwa dia tetap suci hingga menikah dengan suaminya ini. Akhirnya aku pun semakin terpuruk dan merasa kalah oleh keadaan sehingga akhirnya aku memutuskan untuk mengirimkan surat ke kantor pusat agar segera di mutasi atau pindah kedaerah lain. Jujur saja aku tak sanggup di kota ini.

Rupanya kantor pusatpun memang merencanakan menarikku kembali ke Jakarta karena target dan planning perusahaan tercapai. Akupun segera kembali ke Jakarta tanpa mengucapkan selamat tinggal padanya.

6 bulan yang lalu aku mendapat kabar dari salah seorang temanku bahwa saat ini Alya tengah kuliah lagi di Jakarta. Saat aku sedang melakukan meeting rutin dengan relasiku di sebuah restoran. Tak kuduga aku bertemu teman kuliah Alya saat di Padang dulu. Dia tahu banyak tentang hubungan kami dan sempat menanyakan apakah aku masih berhubungan dengan Alya.

“…Eh Rud apakabarnya? Di Jakarta sekarang..?” Tanya Rina, temannya Alya.

“…Rina ya..? waduuh sudah lama sekali ya?”, Sahutku cepat. Alhamdulillah sehat kok, yah beginilah nasibnya seorang pekerja, di oper sana di oper sini. Terangku

Rina ikut bergabung di meja kami. Kami bertukar cerita termasuk mengenai Alya. Aku menceritakan bahwa sejak pernikahan dia dan sejak kepindahanku ke Jakarta, aku tak pernah sekalipun berkomunikasi dengannya. Aku tak mau mengganggu kehidupannya. Saat itu pula aku mengetahui dari Rina bahwa kini Alya tengah melanjutkan studi S2nya di Jakarta pada sebuah universitas swasta terkenal di sini. Rina pun tak keberatan saat aku meminta nomer Hpnya Alya, siapa tau suatu saat aku bisa berkomunikasi kembali dengannya.

Suatu hari saat aku lagi santai, aku teringat akan nomer yang di berikan teman Alya itu. Timbul keinginanku untuk mencoba menghubungi Alya. Setelah ku pijit nomernya Alya, terdengar nada sambung. Hmm nomernya aktif batinku. Tak makan waktu lama terdengar sapaan lembut seorang wanita yang sangat ku kenal sedari beberapa tahun yang lalu. Aku menyahuti sapaannya. Ada nada kaget dalam suaranya saat dia menebak pria yang tengah berbicara dengan dirinya. Rupanya Alya tak lupa dengan suaraku ini.

”…Mas Rudi ya?, Alya pikir tadi siapa yang nelpon hari libur begini”, Ujar Alya
”…Masih inget ternyata”, tukasku pula.
”…Ya pastilah ingat. Heheheh”, timpal Alya kembali dengan tawa renyahnya yang takkan pernah bisa kulupa.
”…Apa kabarnya nih..? Trus dapat nomerku dari siapa? Sekarang dimana?”, beruntun pertanyaannya keluar dari seberang sana.
”…Satu-satu non, Yang mana dulu nih?”, Tanyaku berbalik.
”…Hhehehe abis kaget ga nyangka mas..”, Jelas Alya .

Kami berbicara mengenai berbagai hal, mulai dengan kelahiran anaknya yang kini telah berusia 2 tahun, mengenai kuliahnya yang baru saja dia jalani, juga cerita mengenai lokasi dan situasi tempat kostnya. Diakhir percakapan kami itu, aku mencoba menawarkan pada Alya untuk bertemu. Dan dia menyetujuinya. Rencananya kami akan bertemu pada sebuah restoran di mal dekat kampusnya.

Saat bertemu aku terkesima. Kecantikan dan kedewasaannya terlihat semakin matang. Alya juga melontarkan pujian kekagumannya padaku..

Setelah sedikit berbasa basi kamipun makan dan bercakap-cakap cukup lama hingga tak terasa waktu harus mengakhiri pertemuan kami. Akupun menawarinya unutk mengantar pulang ke kost-annya. Ia pun setuju karena saat itu memang telah malam.

Semenjak pertemuan pertama itu, kamipun semakin sering bertelpon-telponan atau sekurang-kurangnya sms-an dan melakukan pertemuan demi pertemuan. Aku seakan menemukan kembali hidupku yang dulu pernah hilang. Aku seakan menemukan gairah hidupku kembali. Kamipun semakin sering bertemu dan makan bersama.

Hingga pada suatu Sabtu.

Siang itu saat aku libur tak masuk kantor dan aku mencoba mengajaknya nonton di sebuah sinepleks di kawasan selatan Jakarta. Ternyata Alya menyanggupinya.

Siang itu kami makan dulu di sebuah rumah makan Padang di bilangan Grogol, terus melanjutkan dengan berjalan-jalan ke selatan Jakarta tepatnya di kawasan Blok M. Senja itu kami merencanakan nonton berdua.

Di tengah pertunjukan film, aku memberanikan diri mencoba meraih jemarinya yang dilingkari cincin kawin itu. Setiap aku berusaha meraih jarinya selalu di tepiskannya.

“…Jangan Mas, aku kan sudah bersuami”, bisiknya perlahan. Namun saat aku berhasil menggenggam erat jemarinya, Alya tak pula berusaha menepiskan dan membiarkan jemarinya ku genggam. Aku merasa mendapat angin dan timbul keinginan untuk lebih dekat lagi. Aku meraih kepalanya dan mencoba merebahkan kepalanya ke bahuku. Namun Alya tak bergeming dan berusaha bertahan.

”…Jangan diteruskan lagi mas aku malu, lagipula aku telah menjadi seorang istri. Tak pantaslah kita melakukannya”. Demikianlah berbagai alasan yang aku dengar dari bisikannya.

Padahal saat ini timbul keinginanku untuk mengecup bibirnya. Namun hingga pertunjukan berakhir kesempatan untuk mengecup bibirnya itu tak pernah ku dapat.

Keluar dari sinepleks, karena merasa lapar aku memutuskan mencari sebuah restoran cepat saji yang masih berada di area sinepleks itu. Kamipun masuk dan memesan makanan hingga merasa cukup kenyang. Saat pulang sempat kulirik jam menunjukkan pukul 23.30.WIB.

“…Waduh.. udah malam banget ya Pasti pintu pagar kost-an aku sudah di kunci”, ujar Alya bernada kuatir.

“…Bagaimana dong?”, tanyaku. ”…Atauuu…”, Aku ragu dan merasa tak mempunyai keberanian yang cukup untuk meneruskan kata-kataku.
“…Atau bagaimana mas.?” Tanya Alya penuh harap.
“…Hmmmm, bagaimana, bagaimana.. Aku masih tak berani”.
“…Bagaimana. Masss?”, tanyaku perlahan namun penuh tekanan.
“…Begini.., tapi jangan marah ya.?”, Tanyaku berbalik pada Alya
“…Katakan saja mas.. Aku ga akan marah ko”. Sahut Alya tenang.
“…Bagaimana kalau Alya tidur di kost-an ku?”, ujarku cepat dan jelas sekaligus melepaskan kekuatiran dalam hatiku.

Aku tak menjawab. Ku tatap tajam mata lelaki yang pernah menjadi kekasihku ini. Dia menatapku balik. Tatapannya teduh tak ku temukan hal yang membuatku ragu atas tawarannya. Aku meyakini dirinya tulus tak berniat jahat ataupun macam-macam kepadaku. Namun aku tetap harus hati-hati
“…Aku ga mau mas”, jawabku tegas. “…Kita ini bukan muhrim dan lagipula aku adalah seorang istri lho mas. Ga baik kurasa kalau kita tidur sekamar”, Jawabanku pasti terdengar jelas dan tegas menolak usulnya. Mas Rudi diam seperti mengamini pendapatku ini.

”…Begini saja, tolong carikan aku penginapan.., mau kan..?”, lanjutku lagi. “…Setelah mas antarkan aku kesana lalu mas silakan pulang, aku ga papa kok”.

“Alya, Aku bukanlah laki laki tak bertanggung jawab. Tak sepantasnya aku meninggalkanmu sendiri di penginapan. Aku tak mau terjadi apa-apa pada diri kamu. Ini Jakarta lho bukan Padang. Apa saja bisa terjadi apalagi pada wanita yang sendirian seperti kamu di tempat yang asing pula. Aku tak bisa membayangkannya..”, jelas mas Rudi panjang-lebar atas kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi.

“…Iya sih mas.. aku juga kuatir sebenernya”, ujarku lemah. “…Tapi mau bagaimana lagi, kondisinya seperti ini kan..?”, kunaikkan nada suaraku kembali, menekankan bahwa aku masih belum menerima tawarannya.

“…Hmmm bagaimana kalau begini. Kita pulang ke kost-anku, Kamu tidur di kost-anku….”, belum selesai dia bicara aku langsung memotongnya.

“…Tapikan..?” potongku. Dia menyela ucapanku.

“…Jangan di potong dulu mas bicara. Bagaimana kalau begini. Kita pulang ke kost-anku, kamu tidur di kost-anku, biarlah mas tidur di sofa sedangkan kamu tidur di ranjang..,” jelasnya lagi.

”…Hmmmm”. Aku bergumam, kembali ku tatap matanya dengan tajam.

Aku tengah berpikir keras atas idenya ini. Kupikir idenya mas Rudi logis. Kami masih terdiam sesaat Lalu mas Rudi menyela keheningan kami ini.

“…Ya udah mari kita berangkat” Seraya digamitnya jemariku dan menariknya untuk melangkah menjejeri langkahnya. Kami menuju parkiran. Dan Avanza silver miliknya mulai bergerak.

Selama perjalanan Alya lebih banyak diam, mungkin perasaannya berkecamuk. Aku yang lebih aktif berbicara dan bertanya apa saja. Termasuk mengenai kampusnya, juga tentang keadaan di Padang. Tak lupa pula aku bercerita mengenai kesedihan dan terpukulnya aku saat dia di jodohkan dan menikah 2 tahun yang lalu.

Lebih kurang 1 jam kemudian kami sampai di kost-an aku. Letaknya terpisah dengan penghuni lainnya, sehingga mempunyai keprivacian yang tinggi dan bisa lebih leluasa. Meskipun pemilik kost-an ini tak pernah menyatakan perihal kebebasan ini namun aku masih menjaga agar tak dipandang sebagai orang yang seenaknya.

Alya telah selesai bebersih dan mencuci mukanya dikamar mandi yang ada dalam kamarku. Aku meminjamkannya kaos lengan panjang biru mudaku berikut celana training warna biru tua, karena Alya dapat kupastikan tak mempunyai pakaian ganti untuk tidur. Aku menyadari Alya takkan mungkin tidur dengan pakaian yang dikenakannya saat kami pergi nonton tadi.

Tak lupa aku membuatkannya secangkir teh agar dia merasa rileks sekaligus menemani obrolan kami.

Aku mulai duduk rebahan di sofa sambil mendengarkannya bercerita mengenai kuliahnya, hambatan-hambatan yang di alaminya saat di kampus. Tak lupa Alya menceritakan putra pertamanya yang kini semakin nakal yang diasuh suami dan orangtuanya di Padang.

Beberapa kali ia terlihat menguap, sepertinya Alya sudah mulai mengantuk..

“…Sudah ngantuk ya..? Alya ke kamarlah, istirahat saja. Sepertinya kamu cape..” saran aku padanya.

“…Iya nih mas, cape bener rasanya hari ini, Alya ke kamar dulu ya”, jawabnya sambil beranjak dari sofa melangkah menuju kamar.

“…Eh sebentar sela-ku”, seraya juga beranjak ke kamar.

Alya berhenti, namun aku melangkah terus melewati dirinya, lalu setiba di pinggir ranjang ku ulurkan tangan untuk menjangkau sebuah bantal. Aku kembali ke sofa. Alya tersenyum saat aku melewati dirinya melangkah menuju sofa.

Selanjutnya akupun melangkah memasuki kamar dan menutupkan pintu kamar namun masih menyisakan sedikit celah. Terlihat masku ini membaringkan dirinya diatas sofa, seperti mencoba untuk memejamkan kelopak matanya yang mulai terasa berat.
Akupun berbaring di atas ranjang, pikiranku menerawang, timbul rasa bersalah sekaligus kasian karena membiarkannya tidur di sofa itu. Ada juga rasa kuatir saat itu. aku bangkit perlahan dan melangkah keluar kamar

“…Mas, mas., mas Rudi”, suaraku pasti terdengar cukup jelas di telinganya memanggil-manggil namanya walaupun dalam kondisi telah setengah tidur begini. Mas Rudi kaget melihat sosok yang berada di pinggirnya. Namun akhirnya lega setelah menyadari sosok itu adalah diriku. Seperti tak yakin dia bangkit dari rebahannya.

“…Hmmm.. Ya kenapa Alya?” tanyanya bergumam.

“…Hmmm, Aku kasihan liat mas tiduran di sofa begini. Aku tau disini kan dingin apalagi selimutnya kan aku pakai”, Tutur Alya perlahan. Mas tidur di kamar saja ya

“…Trus Alya bagaimana?”, tanyanya lagi.

“…Ya aku juga di kamar”, jawabku tersendat ragu.

Mas Rudi menatapku lama seperti tak yakin akan ucapanku. Biarlah dia berpikir apasaja, yang jelas aku hanya kasian padanya dan faktanya memang demikian, bukan karena ada maksud lain yang tersirat. Mas Rudi tak bertanya lagi, dilangkahkannya kakinya menuju kamar dan membaringkan tubuhnya diatas ranjangnya ini pada sisi seberangnya, sisi yang tak menempel pada dinding kamar.​

“…Tapi jangan macam macam ya? Aku ini perempuan yang punya anak dan suami lho. Aku batasi dengan guling ya”, ujar Alya lagi sambil tersenyum kecil. Lalu diapun berbaring pada sisi lain ranjang ini, disisi kiriku. Dia bergerak tidur memunggungi aku.
Saat demikian kembali melintas di pikiranku saat-saat kami bersama dulu..,. Mengenai perjalanan percintaan kami, hingga dia menikah, lalu kami bertemu kembali. Kemesraan masa-masa kami berpacaran kembali terbayang di benakku. Namun pun begitu tak pernah ada saat-saat yang sedekat seperti sekarang ini.

‘Hmm… sayang sekali kalau saat seperti ini ini tak menjadi sebuah kesan bagi kami’. Pikiran dan hatiku berperang riuh.

Aku membulatkan tekad. Aku menggeser tubuhku mendekati Alya yang masih berbaring membelakangiku. Berusaha mencandainya, meniup-niup tengkuknya yang dihiasi bulu-bulu halus,. HeiBerhasil ! Dia kegelian dan melindungi bagian belakang tengkuknya dengan telapak tangannya. Aku beralih pada bagian yang tak tertutupi telapak tangannya, meniup kembali

Alya bereaksi dan mengibaskan tangan kanannya, menemukan bahuku yang berada di belakangnya. Dia menolakkan bahuku dengan tangannya. Sepertinya Alya sedikit gusar namun aku tak hiraukan.

Aku mengangkat sebelah kakiku dan mengarahkan pada betisnya, menggosokkan telapak kaki kananku pada betis sisi dalamnya.

Wanita muda ini membalikkan tubuhnya. Kini kami saling berhadapan Alya berkata-kata dengan nada meninggi, sepertinya dia sungguh-sungguh jengkel kali ini.

“…Mas Rudi! Ini ga boleh!”? ujarnya dengan nada lebih tinggi.

“…Iya maaaf-maaf”, ujarku pula.

“…Kalau mas begini terus aku mau turun dan tidur di sofa aja…!”, ucapnya lagi.

”…Jangan, jangan Alya mas ga akan lagi”, sahutku meredakan keinginannya itu. Alya ga perlu pindah tambahku kemudian.

”baiklah Jangan begitu lagi ya mas..”, pinta Alya dengan nada yang melunak.

Di ambilnya bantal pemisah yang berada diantara kami tadi, dan merubah posisi tidurnya sehingga kami kini berbaring berhadap-hadapan. Wajahnya kembali meramah.

Akhirnya kami berbincang-bincang. Sempat diterangkannya mengenai ketaknyamanan dirinya terhadap suaminya, yang dinilainya amat protektif.

Mas Rudi menatap bibirku yang bergerak-gerak menanggapi perbincangan ini. Tatapan nya terpaku pada bibir mungilku yang tak tersaput pemerah Mas Rudi kembali bergerak Nekad! batinku.
Dalam kondisi saling bertatapan begitu, mas Rudi memajukan wajahnya lebih dekat, berusaha mengecup bibirku. Aku memalingkan wajah dan menolakkan wajahnya dengan kedua telapak tanganku..

Mas Rudi meraih jemariku yang berada di wajahnya, dan menggenggamnya. Aku tak membiarkannya dan berusaha memberontak melepaskan tanganku seraya menggerakkan tubuhku lebih mundur lagi.

Walapun rasa sayangku tak pernah pudar, namun hal ini tak boleh kubiarkan. Aku adalah seorang ibu yang bersuami.

Sepertinya keberuntungan tak memihakku. Ranjang di kamarnya ini tidaklah besar dan guling pun telah terusir ke lantai, sehingga gerakan mundur tubuhku terhenti karena punggungku telah menempel pada dinding kamar, karena aku memang berada disisi ranjang dekat dinding. Tak bisa menjauh lagi Walau aku masih berusaha mendorong dadanya, namun gerakan itu tak banyak membantu karena tanganku seakan tak sungguh-sungguh. Mas Rudi makin mendekat, hingga akhirnya berhasil melabuhkan kecupannya di bibirku. Aku melotot seakan-akan marah sambil masih mendorong.

“…Mas Rudi!, Nekad sekali. Ini dosa lho!”, ujarku melengos dan kembali diam. Aku menggumam dengan suara tak jelas menyuarakan kejengkelanku karena keberhasilannya mengecupku.

Namun rupanya dia tak berhenti juga malah meneruskan kecupannya dengan sebuah lumatan pada kelopak bibir atasku. Aku tak mampu menghindar ataupun menolaknya lagi.​

Cerita Sex Dewasa 2018 | Telapak tangan kananku mencoba merayap, merabai bulatan membusung dada kirinya yang ranum. Sontak Alya merespon! Mengimbangiku kuluman bibirku seraya meraih kepalaku.

’Duh lembut amat…’ batinku saat telapak tanganku merabai dadanya diatas permukaan kaos yang dipakainya. Sekaligus gerakan ini mendorong tubuh wanita yang pernah menjadi kekasihku ini untuk rebah

Telapak tangan kanan Alya turun ke arah pahaku saat tubuhnya terlentang. Lidah kami saling berbelit di kedalaman mulutnya yang basah. Tak kurasakan lagi percobaannya untuk menghindar ataupun menolakku lagi..

Telapak tangan kiriku mengelus bahunya sementara yang satunya kini mencoba menyelusup kedalam melalui bagian bawah kaosnya. Alya bereaksi berusaha menahan dan mendorong tubuhku dengan tangan kirinya. Aku bersikeras dan sedikit memaksa meneruskan gerakanku hingga berhasil meraih bukit dadanya yang masih terbalut.

Sambil mengulum lidahnya, tanganku berusaha menyibakkan kaosnya karena merasa kurang leluasa, dilanjutkan menyentuh langsung di permukaan kulit bulatan membusung dadanya yang masih terbungkus bahan lembut.

Alya seakan tersedak…, napasnya seakan tercekat.., bahunya menaik kearahku, sepertinya gairahnya terlecut naik. Aku mendorong kembali, membaringkan dia sehingga terlentang diatas sprey berdasar putih bercorak MU ini.

Tanganku mendorong bahan tipis berwarna hitam yang menutupi bukit lembut dadanya ke atas. Dia tak sedikitpun berusaha melarang dan sesekali hanya memegang dan meremas gelisah pergelangan tanganku. Pegangannya tak sekuat seperti sebelumnya. Alya lebih banyak diam sambil mendengus.., napasnya tersengal-sengal dengan tatapan mata yang sayu seperti mengantuk.

Sepertinya gairah birahi telah membakar tubuhnya. Bahkan saat aku berusaha menyingsatkan kaosnya untuk dilepaskan, dia menuruti malah seakan membantu prosesnya dengan mengangkat kedua lengannya.

Dibalikkannya tubuhnya membelakangiku agar aku dengan mudah melepas kait bh-nya. Aku taruh Bh-nya di ranjang itu juga. Sekilas sempat ku lihat ada bekas jahitan di perutnya saat ketelanjangan tubuhnya menghampiri tatapanku.

Aku ciumi dan gigit sedikit bahu telanjangnya dari belakang. Terasa tubuhnya yang hangat berkeringat itu bergidik sesaat . Kembali aku putar tubuhnya dan telentangkan menghadapku,

Baca Juga : Bu Sandra Yang Aduhai
”…Rud.. Jangan sampai ya Rud Ingat.., aku sudah punya anak”. Alya berkata lirih. Kembali aku ciumi bukit membusung dada kanannya di selingi gigitan lembut. Kedua tangannya hanya terkulai diatas kasur dan sesekali menggenggam resah pergelangan tanganku.

Alya hanya diam mulai memejamkan mata. Terdengar lirih suaranya seakan-akan terisak dengan bolamata berkaca-kaca.. Aku tak mau memikirkan hal itu dan melanjutkan.

Remasan tanganku singgah bergantian pada bagian kiri dan kanan bukit dadanya yang membusung. Tak ketinggalan pula ku rabai dan usap bahunya yang basah oleh keringat. Saat aku gigit lembut puncak buahdadanya, kedua tangannya malah menekankan kepalaku disana seolah-olah tak ingin kehilangan sedetikpun rasanya diperlakukan demikian, tak ingin dihentikan!.

Saat bukit dadanya terasa mulai membengkak, ciumankuku pindah pada bibirnya Langsung mendapat sambutan yang sangat bergairah dari bibirnya, seperti mendapatkan air pereda haus di gurun pasir. Hanya gumam, dengus dan rintihan yang terdengar di dalam kamar di malam yang senyap ini. Kemudian aku mengangkat kepalaku, kembali memandang wajahnya, menatap sinar matanya yang telah sayu. Aku tahu diapun telah sangat bergairah..

Saat berbaring menyamping disisi kanannya Alya, aku menggerakkan tangan kiriku kebawah menyusuri perut yang juga basah, terus makin ke bawah dan menemukan karet celana trainingnya.

Sementara itu tangan kananku meraih wajahnya, melabuhkan lumatan demi lumatan menggeluti bibir basahnya yang lembut. Alya mengimbangi lumatanku dengan tak kalah bergairahnya. Kami bergumul dengan panasnya, bergerak kesana kemari dengan gelisah, menimbulkan keringat yang memercik dari setiap pori-pori.

Baca juga cerita sex dewasa terbaru lainnya: Petualangan Birahi di Atas Gunung

Posisi ini membuatku pegal dan akhirnya aku menyudahi ciuman kami. Setelah mendapatkan posisi yang nyaman, aku menggerakkan tangan kananku turun menyelinap ke balik trainingnya. Masih diluar segitiga carik tipis di pertemuan pahanya, merabai gundukan lunak diantara pertemuan paha tersebut.

Alya menatap mataku seraya menahan pergelangan tanganku dengan tangan kirinya.

”…Ampunn mas janlah nan itu (Ampun mas jangan yang itu)”. Lirih suaranya terdengar berucap dalam bahasa Minang, seraya bangkit lalu duduk. Aku juga bangkit mengikuti tubuhnya.

Kami berdampingan. Alya meraih dan memeluk pinggangku. Aku kaget dan menghentikan aktifitas serta memeluk pinggangnya. Aku tatap matanya dalam-dalam dan bertanya,

“…Alya, kamu masih mencintai mas?”. Dia diam tak bersuara. ”…Kalau Alya gak mencintai mas , berarti hal barusan adalah sebuah kepura-puraan belaka Sebuah kebohongan..!”, ujarku.

Alya masih tak menjawab namun merebahkan kepalanya dibahuku.

“…Alya merasa bersalah selama ini karena telah meninggalkan mas Namun, dengan melakukan ini Alya juga bersalah pada suami”, ujarnya perlahan.

”…Apa mas Rudi masih menginginkannya?”, tanyanya. Aku tak menjawab, tetap menatap matanya dalam-dalam.

Kembali aku lalu menciumi bibirnya dan merebahkan tubuhnya di kasur seraya berbaring di sisinya. Dan tangan kananku kembali membelai dadanya yang membusung. Tubuhnya menggeliat kegelian tanpa berusaha melarang ataupun menolak.

Sekilas terbersit di wajahnya sebuah kemuraman dengan bolamata yang berkaca-kaca. Alya hanya diam tak berusaha membalas ciumanku. Aku tak peduli dan terus menciuminya hingga akhirnya Alya mulai bereaksi, mengimbangi, membelit dan menjulurkan lidahnya kedalam mulutku. Alya menhisap-hisap lidahku seraya menggerumas gemas rambut kepalaku dengan jemarinya. Lalu aku pilin putik dadanya dengan tangan kiri Menyebabkan tubuhnya kembali menggeliat dan berkeringat.

Aku ciumi pertemuan lengan dengan bahu kanannya. Alya mendengus dan membalikkan kepalanya kekiri dan kekanan, matanya terpejam menutup rapat, seperti memendam sesuatu yang tak ingin aku ketahui.

Tangan kananku yang kini telah turun kini kembali berada didalam celana training tersebut, menggusur celana tersebut hingga lutut, lalu bergerak merayap langsung masuk ke balik kain tipis penutup pertemuan pahanya. Merasakan kebasahan hangat menyambut rabaan jari tengah tanganku. Kedua kakinya masih tertutup rapat,

Aku semakin bersemangat. Membuat dia mendesis kegelian. Aku gosokkan terus jariku pada lepitan basah itu. Tangan kanannya meraih tanganku yang berada di dalam celananya, berusaha menariknya namun aku bertahan dan tetap bersikeras, malah semakin meremas-remas gundukan lembut tersebut. Akhirnya dia mengalah, membiarkan dan menggenggam lemah pergelanganku, tak lagi mencoba menariknya keluar.

”…Boleh mas teruskan ini Alya?”, tanyaku. Alya diam menatapku.. Aku beringsut. Sambil aku berlutut berusaha melepas celana trainingnya. Kini tangannya tak lagi berusaha menahan tanganku. Sekalian saja kain segitiga tipis pakaian terakhirnya yang telah basah oleh keringat dan cairan di pertemuan pahanya aku gusur juga.

Saat aku menarik karet kain segitiga hitam berendanya tersebut Alya menggulingkan tubuhnya ke kekanan, menghadap padaku seolah memberikan kemudahan bagi gerakanku melepaskan kain tersebut, hingga perlahan meluncur turun menuju lututnya. Lalu Alya menarik kaki kanannya dan yang terakhir kaki kiri membantu meloloskan carik kain tipis dari kedua kakinya.

Tubuh mulus yang berbulu-bulu halus itupun kini telanjang tak tertutupi secarik kainpun Terlihat rambut halus tipis menghiasi pertemuan kedua pahanya.

Setelah semuanya lepas, Alya berbalik menghadap dinding, membelakangiku serta meraih bantal berusaha menutupi pertemuan kedua paha lenjangnya itu. Aku membiarkan saja. Lalu berdiri di sisi ranjang dan membuka T-shirt Polo hijau dan celana pendek coklatku hingga hanya menyisakan secarik pakaian dalam terakhir, lalu kembali ke atas ranjang.

Aku meraih bahu Alya saat berada dibelakangnya, menarik bahunya agar tubuhnya telentang. Kembali kuciumi bibirnya seraya meraih dadanya. Tanganku yang sebelah lagi lalu turun ke lehernya.

Namun aku terganggu karena ada kalung di lehernya yang menyulitkan gerakan bibirku. Aku atur letak kalungnya sambil kembali menggigit leher dan dagunya, terus turun ke dada, menuju bahu telanjangnya sambil tak lupa meninggalkan bekas kemerahan di lehernya. Peluhnya terasa asin pada indera pengecapku.

Aku gigit pula kedua permukaan bukit dadanya yang halus hingga berbekas memerah melingkari putingnya yang mengeras. Tangannya yang berada dikepalaku menggerumas semakin kuat saat aku menghisap- hisap putingnya. Aku turun ke perutnya, Alya makin sering mendengus dan mendesis

“…Duhhh Duhhhughhh..” hanya suara itu yang terlontar dari bibir mungilku. Tubuhku semakin gelisah, menggeliat dengan kedua kaki melejang-lejang. Rasa geli nikmat perlakuan mas Rudi pada dadaku mnyebabkan bulu roma di seluruh permukaan kulitku yang berkilau penuh keringat meremang berdiri di dera rasa geli basah ini .
Wajah mas Rudi turun ke bawah kearah perutku sambil menjilat di sepanjang perjalanan hingga berakhir pada organ intim di pertemuan pahaku. Tangannya berpindah ke arah kakiku dan membuka kedua pahaku, berusaha memasukkan jarinya ke dalam organ genitalku.

Aku tersentak kaget, seketika berusaha menolaknya dan langsung meraih tangannya

“…Mass Alya ga kuat..”, ucapku dengan lirih..

“…Sebentar saja Alya Mas hanya ingin Alya merasa senang”, Timpal Mas Rudi.

Aku kembali mendengus diiringi tarikan nafas yang berat tak berkata sepatahpun. Sepertinya mas Rudi tau, bahwa kini aku telah melepaskan seluruh rasa malu, enggan dan risih. Kedua kakiku masih tertekuk dan permukaan pahaku yang berbulu haluspun kini telah basah dan semakin licin.

Jarinya bergerak lincah di bawah sana, mengorek, mengusap dan menjelajahi seluruh permukaan basahnya.. Pinggulku bergerak naluriah tak dapat ku perintah lagi,menimpali setiap aksinya​

Aku bangkit, bergerak mendekatkan wajahku ke lepitan kewanitaan Alya. Ingin mengetahui aromanya. Aroma khas menyemburat menghampiri indra penciumanku. Aku mencoba lebih dekat lagi dan menahan kedua pahanya agar tak menjepit kepalaku.

Alya mengangkat bahu dan lehernya, menatap wajahku yang berada di antara kedua pahanya. Timbul pula keinginan kuatku untuk mengecap di sana. Aku menjulurkan lidah hendak menjilat permukaan belahan basah itu.

Alya tak menatap wajahku lagi, merebahkan kepalanya di permukaan kasur dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Napasnya tersengal-sengal Aku merasa kurang berkenan namun saat melihat Alya membiarkan aksiku seakan telah pasrah, mendorongku untuk menjulurkan lidah ke celah lepitan tersebut.

Aku gugup Namun karena telah terlanjur berada di sana dan tak ingin mengecewakannya, maka mulailah aku mengecap celah lepitan hangat dan lembab, termasuk menjilati sebentuk daging kecil yang mengintip disana.

Aku sontak terlonjak di sengat geli berkesangatan. Seakan otomatis kedua pahaku merapat hingga kepala masku ini terperangkap. Sungguh tak pernah ku bayangkan bahwa mas Rudi akan melakukan ini padaku. Rasa nikmatnya sungguh berkepanjangan
Pertama kalinya seorang lelaki melakukan hal ini padaku. Semakin Mas Rudi menjilat semakin kuat pula aku merapatkan paha. Pinggulku bergerak gelisah meredam rasa geli gatalnya, menyulitkan akses kepala mas Rudi untuk bergerak semakin dalam. Mas Rudi berusaha kembali membuka pahaku yang membuatnya terjepit dan sulit bernafas dengan kedua tangannya.

Dia melanjutkan jilatannya disana. Aku menggerakkan tanganku meraih kepalanya saat tubuhku menegang dsertai pahaku membuka melebar. Kujejak permukaan ranjang ini dengan kedua tumitku diiringi gerakan menutup seluruh jari kakiku. Aku melenguh keras

“…Urggg Adduhhh Mmhmm.”, Mungkin lebih terdengar seperti seruan kesakitan berkesangatan suaraku ini. Disusul dengan membanjirnya lepitanku dibawah sana.

Klimaks mendera tubuhku, melontarkan ku pada awan nikmat tak bertepi, mencabut sesaat kefanaanku…Ku pejamkan mata demi tak ingin kehilangan rasanya sedetikpun.

Tak lama kemudian deru nafasku melemah dan kedua tanganku tak bertenaga lagi memegang kepalanya, terkulai lemas disisi kiri dan kanan tubuhku. Rasa lega dan kosong mengisi syarafku. Rasa lunglai menguasai seluruh ragaku.

Melalui sudut mataku terlihat tubuh mas Rudi masih berada di antara pahaku. Tampak pula siluet batang lelakinya yang telah mengeras di balik pakaian penutup pertemuan pahanya. Mas Rudi bangkit, berusaha melepaskan diri untuk melepas pakaian dalamnya yang tersisa. Tak sulit baginya untuk melepaskannya dan tubuhnya kembali merapat seperti posisi tadi.

Kini mas Rudi kembali berada di bawah, diantara kedua kakiku. Aku merasa lelah kecapaian. Aku kembali memejamkan mata meresapi sisa-sisa orgasme yang masih belum sirna menderaku, seakan tertidur.

Mas Rudi menyentuh bahuku berusaha membangunkanku. Kini jemarinya kembali beraksi didadaku, memilin puncaknya… Aku yang tak tidur membuka mata, kemudian menatapnya, lalu berkata,

“…Mass.., Apa ini yang mas inginkan?”. Mas Rudi tak menjawab namun memandang bolamataku. Aku dapat menangkap kilatan hasratnya yang ingin menuntaskan segalanya saat ini.

Aku membiarkan mas Rudi kembali menciumi dan membuka kedua pahaku. Saat merabai buah dadaku, ku peluk erat tubuh tegapnya yang tengah merayap keatas tubuhku. Dia menciumi wajahku dan berbisik,

“…Mass sayang kamu, Alya…”. Aku semakin erat merengkuhkan lenganku. Bahagia dan senang membuncahi dadaku, entah karena respekku atas kepuasan yang dia berikan entah karena ucapannya.

Entah sejak kapan pula kedua kakiku kini telah membelit ke belakang pinggangnya seakan punya pikiran sendiri untuk bereaksi seperti apa.. Kedua tangannya kembali meremas bulatan membusung di dadaku yang dengan cepat kembali membengkak, lalu menggigit puncaknya dengan pelan membangkitkan api gairahku.

”…Duuhh Alya puass masss..! Belum pernah Alya alami senikmat dan sehebat tadi”, bisikku memujanya. Membuat mas Rudi semakin intens membakar birahiku. Mencium, menjilat, dan menggigiti kedua buahdadaku​

Tangannya kembali memeluk kepalaku. Ku jilati belakang telinganya pada bulu bulu halus yang membuatnya dia kegelian dan bergairah. Tubuhnya menggeliat geliat, pinggulnya bergerak gelisah kesana kemari. Kadang bergerak memutar kekiri dan ke kanan, kadang mengayun searah tubuh kami yang menempel, menggosok-gosokkan pertemuan pahanya di bawah sana.
Aku tetap menjalari wilayah dadanya dengan jilatan. Lalu bergerak turun ke bawah dadanya hingga batang kejantananku menyentuh pusarnya yang membuat rangkulan lengannya di kepalaku semakin kuat yang diikuti kedua kaki lenjangnya semakin erat menjepit pinggang aku. Tubuhnya yang menggeliat-geliat membuatku tak leluasa.

Aku semakin turun dan melonggarkan jepitan pahanya lalu mengangkat tubuhku untuk bersimpuh. Kedua kaki Alya terbuka di samping pinggangku. Buahdadanya yang telah licin kembali aku elus dan remas. Membuat bulu halusnya berdiri.

Aku menurunkan tanganku kearah kakinya untuk meraba pahanya yang putih mulus berbulu halus yang terlihat basah. Ku tekuk keatas kedua kaki Alya dan menjilati mulai dari betis, lutut dan bawah pusarnya juga tak terlewatkan. Tubuh Alya semakin gelisah, bergerak tak bisa diam dan kedua kakinya melejang-lejang, kegelian…

Batang kejantananku kini telah tegak sempurna..! Aku yakin kini Alyapun telah siap. Matanya terlihat terpejam dan mengigit bibir bawahnya, menggigil.., seperti berusaha keras menahan sesuatu, mungkin agar tak lepas kendali atas tubuhnya sendiri.

Aku membuka kedua pahanya dengan tangan terus turun pada lepitan kewanitaannya menempelkan kepala kejantananku disana dan mulai mengosok-gosokkan ujung membulat tersebut pada lepitan basah itu, hingga ia merasa kegelian dan merapatkan pahanya di pinggangku dan membelitkan kedua kaki lenjangnya di belakang pinggangku, menjepit membuatku tak leluasa.

Kembali aku merabai dadanya namun kedua tangannya menggenggam pergelangan tanganku. Aku tak tau entah apa maksudnya. Terdengar kembali dengusan Alya, seperti kepedasan.

“…Uhhh Ohhh…dduhh… mmmhh”, aku melenguh. Mataku menatap wajahnya dengan sayu. Terdengar dencingan gelang tanganku saat mas Rudi melepaskan genggaman kedua tanganku pada pergelangannya.
Sepertinya inilah saat-saat krusial dalam hubungan kami. Sekelumit akal sehatku memberikan peringatan, memintaku berusaha bertahan, agar tak merelakan diriku untuk sepenuhnya menerimanya mengikrarkan birahi kami.

Aku menggerakkan pinggulku gelisah ke kanan dan ke kiri, menghindar, ku coba terus untuk tak memberi peluang pada mas Rudi.

Mas Rudi bergerak memundurkan tubuhnya sedikit seraya berusaha mengendorkan jepitan kedua pahaku. Di genggamnya kedua lututku dan dibukanya kedua pahaku kearah berlawanan, mengekspos wilayah intimku.

Aku mengangkat bahuku dengan bertopang pada kedua sikuku, mencoba beringsut mundur, namun tak ada lagi ruang setelah kepalaku menyentuh kepala ranjang. Aku memandang pertemuan pahaku, menyaksikan Mas Rudi beringsut mendekatkan pinggulnya hingga kepala batang kejantanannya menyentuh belahan lepitan basah milikku

Aku tak bisa bergerak lagi, paha dan pinggulku telah terkunci. Ku tatap bolamata lelaki tegap yang pernah menghuni jiwaku ini

’Duh mas…ja..ja…bagaimana ini’ batinku tergagap. Tatapanku berpindah-pindah antara kedua bolamata lelaki tegapku ini dan pertemuan pahaku. Jantungku berdentam-dentam riuh. Waktu seakan berhenti.

Sungguh tak kuperkirakan sebelumnya bahwa hubungan kami akan berlanjut seperti ini. Tak mampu ku hindari pesona lelaki ini, tak dapat ku hentikan perlakuannya pada tubuhku yang demikian memabukkann.

Aku menggigit bibir saat menyadari milik suamiku tak berarti di banding milik Masku ini​

Dengan sebuah dorongan lembut namun menekan kugerakkan pinggulku mendesak…, merintis penetrasi perdana padanya, meng-hak-i dia sebagai wanitaku. Terasa agak kesat awalnya, selanjutnya di ikuti rasa hangat menyempit, licin dan geli. Alya sontak meracau!

“….Addduuuhhh Mmaass!. Diiringi gerakan otomatis kedua kakiku yang bergerak membelit pinggangnya.
Aku kontan merebahkan tubuh dan melenting Kedua tanganku menutup wajah yang masih melengos ke dinding sambil memejamkan mata. Sebagian dari dirinya telah menghuni liang milikku.

’Uh mas.., bukan main rasanya’ batinku. Mas Rudi berhenti sejenak.

Helaan nafasku terdengar berat, segera ku usir perasaan bersalah pada keluargaku yang timbul sesaat.

Terlambat sudah! Tak mampu ku ingkari rasa yang masih bersemayam di lubuk hatiku. Tak mampu pula kucegah rangsangan perlakuan dirinya pada tubuhku, sungguh membutakan akal sehatku sekaligus membangkitkan birahiku ke titik tertinggi yang menuntun diriku membiarkan segalanya terjadi.

Aku menggerakkan bibir bersuara gemetar..,

”…Ampunnn Maasss, jangan diterussinnn..Ouh!”, rintihku halus dengan nafas tertahan nyaris tak terdengar.

Mas Rudi tetap menggerakkan pinggulnya maju dengan perlahan guna mendorong semakin jauh kedalam. Ku rasakan milikku seakan teregang maksimal di desak batang pejal itu. Mili demi mili batang tersebut meluncur makin jauh ke dalam diriku.

Tubuhku menggigil bergidik gemetar saat proses ini berlangsung. Sedkit perih diiringi nikmat yang berkesangatan mendera segenap indra birahiku. hingga akhirnya batang berurat kasarnya itu terbenam utuh ke dalam diriku..!

”….OOOUUUGGGHHH MMAASSS!”, Aku menggemakan pekik kecil… Kedua bibirku kembali mengatup dengan menggigit bibir. Tubuh langsingku melenting keatas laksana busur panah seolah-olah menyodorkan busungan dadaku padanya…! Kedua tanganku membanting ke permukaan kasur sekaligus meraih kain sprey untuk meremasnya dengan kuat sekaligus menariknya ke atas!.

Sungguh penyiksaan yang amat nikmat sekali Kepejalan batang kejantanan mas Rudi menyesakkan liangku, ujungnya bahkan menyentuh rahimku. Tak pernah kurasakan seperti ini sebelumnya…, sungguh luarbiasa! Terasa kedua pahaku semakin kaku menjepit pinggangnya.

Mas Rudy menghentikan gerakannya, berdiam sejenak.., bolamata kami terpaku saling bersitatap. Napasku masih tersengal-sengal dengan bibir terbuka saat aku bergerak menurunkan punggungku menyentuh permukaan ranjang

Mas Rudi merendahkan tubuhnya dengan perlahan Aku tergial saat terasa ada gesekan di kedalaman milikku karena gerakan tubuhnya. Sebuah kecupan ringannya berlabuh di keningku.

Sempurnalah sudah aku menjadi betina-nya mas Rudi..!​

Kudekap tubuh mulus licin ini. Dengan bertopang pada kedua siku aku mulai bergerak mendorong dan menarik pinggulku dengan perlahan, berulang-ulang makin lancar dalam kecepatan sedang cenderung perlahan.
Ritme gerakan kami seirama diimbangi gerakan pinggul Alya searah tubuh kami, menyambut pinggulku dengan gelisah, menjemput setiap gerakan masuknya batang kejantananku pada liang miliknya, seakan menuntutku untuk tak berhenti…, menuruti dorongan birahinya guna menyempurnakan rasa nikmat yang mendera…!,

“…Uhhh Ughhh Ohhh!”, Erang Alya parau. Kedua tangannya beralih memegang bahuku. Tak ku sia-siakan bukit dadanya yang telah licin dan membengkak, ku remas dengan intens lalu turun memegangi pinggangnya.

Tiba-tiba aku menggerakkan tubuhku bangkit. Kedua tanganku meraih bahunya dan langsung mendekap tubuhnya saat aku bergerak duduk dipangkuannya.
Sekilas ada airmuka kaget timbul di wajah mas Rudi diikuti kedua lengannya membelit pinggangku. Kedua lenganku beralih seketika merangkul lehernya. Kami menempel erat sekali. Rasa hangatnya sulit di ungkap dengan kata-kata.

Ku gerakkan pinggulku mendesakkan milikku pada batang kejantanannya Ku ayun dengan cepat..! ku putar-putar..! Makin ku kayuh makin nikmat rasanya..! Kugerakkan bibirku menyambar bahu mas Rudi dan menggigit disana!, melampiaskan semua rasa yang menyesak ini. Mas Rudi membiarkan gigitanku di bahunya. Aku melenguh keras…

“…UGHHHMMMMH… ADDUHHHHSS…!”, terdengar keras suaraku seperti meregang nyawa diiringi nafas yang terputus-putus. Serasa jiwaku melambung tinggi sekali ke awang-awang lebih tinggi daripada yang sebelumnya.

Demikian juga dengan gigitanku dibahunya yang semakin kuat disertai dengan gerinjal tubuhku senakin intens Terasa pula liang kewanitaanku yang hangat dan basah menjepit batang kejantanan masku ini, berdenyut-denyut terasa makin intens.

Mas Rudi berdiam diri tak bergerak selama aku mengalami masa-masa klimaks ini. Tak lama kemudian rangkulan tanganku di lehernya mengendur…,melemah Tulangku serasa di lolosi satu demi satu dan kembali tubuhku rebah terlentang diatas ranjang.

Kembali Aku bergerak mendorong dan menarik pinggulku dengan konstan. Aku merasa kehangatan yang basah dan lembab yang menyelimuti batang kejantananku semakin nikmat…, semakin memabukkan.

Aku bergerak semakin kuat dan cepat Tak lebih dari lima menit kemudian akupun meledak di dalam dirinya!

“…OGHH SAYANGG!”, Geramku. Entah aku tak tau cara meledakkannya di luar tubuhnya entah aku tak sanggup berpikir untuk meledakkannya dimana sehingga aku membiarkan semuanya berjalan seperti seharusnya

”…Oohhh, mmaasss..!”, erangnya kembali diiringi geliat tubuh dan bolamata yang mendelik sehingga hanya bagian putihnya saja yang terlihat.

Kembali kelopak mata Alya terpejam dengan deru nafas yang menggemuruh. Tubuh kami basah bersimbah keringat.

Aku merebahkan tubuhku berbaring terlentang di sampingnya walaupun sempat aku hendak rebah diatas tubuhnya agar milikku tetap berada di dalam kewanitaannya, namun sepertinya dia tak berkenan.

Alya tak berusaha sedikitpun untuk menutupi ketelanjangan tubuhnya.

Kemudian Alya meraih telapak tanganku dan menggengamnya sambil berbaring menghadapku.

“…Semua sudah terjadi mas Mas telah mendapatkan segalanya, Apakah mas masih akan menyangsikan perasaanku?”, diiringi isaknya.

“…Perasaan mas tak pernah berubah, tetap sama seperti saat-saat dulu”, ujarku menatap kedua bolamatanya yang berkaca-kaca.

”…Dduhh sayang.. kenapa harus begini jalannya kita?”, tanyanya. Ku usap-usap legam rambutnya.

”…Alya mohon jangan pernah lagi menganggap Alya jahat karena meninggalkan mas di masa lalu, Alya telah menebusnya kini…, dan satu lagi permintaan Alya, tolong hubungan kita dirahasiakan dari temen-temen Alya yang mas kenal”, tambahnya lagi sambil menarik napas panjang, masih tersedu-sedu bibirnya.

Aku menganggukkan kepala menyatakan persetujuanku. Kemudian kami terus berbincang-bincang menjemput kantuk kami yang mulai menghampiri.

Saat itu pula aku mengetahui bahwa Alya telah menunaikan ibadah rukun terakhir ke tanah suci. Aku sempat terkejut namun apa mau dikata.., semuanya sudah terjadi, aku tak mau di bebani perasaan. Kami tidur telanjang sambil berpelukan. (SELESAI)

Ok, terima kasih sudah membaca cerita sex dewasa ini gan!.

CATEGORIES
Cerita Sex
TAGS
Cerita Sex 2018 Cerita Tante Kesepian Kisah Hot Kisah Mesum

Related posts