Aku Mencintai Bibi Tiriku

SLOT GACOR

Copas dari forum tetangga, maaf kalau repost
silahkan dinikmati..

diawali dari jaman aku sma. Dulu waktu
aku sma, aku selalu pilih-pilih dalam
mencintai wanita. Hal ini yang jadi awal
mula cerita seks sekaligus cerita sex yang
akan aku ceritakan disini. Aku tak pernah mendekati seorang
cewek pun di SMA. Padahal boleh dibilang
aku ini bukan orang yang jelek-jelek amat.
Para gadis sering histeris ketika melihat aku
beraksi dibidang olahraga, seperti basket,
lari dan sebagainya. Dan banyak surat cinta
cewek yang tidak kubalas. Sebab aku tidak
suka mereka. Untuk masalah pelajaran aku
terbilang normal, tidak terlalu pintar, tapi
teman-teman memanggilku kutu buku,
padahal masih banyak yang lebih pintar dari
aku, mungkin karena aku mahir dalam bidang
olahraga dan dalam pelajaran aku tidak
terlalu bodoh saja akhirnya aku dikatakan
demikian.
Ketika kelulusan, aku pun masuk kuliah di
salah satu perguruan tinggi di Malang. Di
sini aku numpang di rumah bibiku. Namanya
Dewi. Aku biasanya memanggilnya mbak
Dewi, kebiasaan dari kecil mungkin. Ia
tinggal sendirian bersama kedua anaknya,
semenjak suaminya meninggal ketika aku
masih SMP ia mendirikan usaha sendiri di
kota ini. Yaitu berupa rumah makan yang
lumayan laris, dengan bekal itu ia bisa
menghidupi kedua anaknya yang masih
duduk di SD.
Ketika datang pertama kali di Malang, aku
sudah dijemput pakai mobilnya. Lumayanlah,
perjalanan dengan menggunakan kereta
cukup melelahkan. Pertamanya aku tak tahu
kalau itu adalah mbak Dewi. Sebab ia
kelihatan muda. Aku baru sadar ketika aku
menelpon hp-nya dan dia mengangkatnya.
Lalu kami bertegur sapa. Hari itu juga
jantungku berdebar. Usianya masih 32 tapi
dia sangat cantik. Rambutnya masih panjang
terurai, wajahnya sangat halus, ia masih
seperti gadis. Dan di dalam mobil itu aku
benar-benar berdebar-debar.
“Capek Dek Iwan?”, tanyanya.
“Iyalah mbak, di kereta duduk terus dari
pagi”, jawabku. “Tapi mbak Dewi masih
cantik ya?”
Ia ketawa, “Ada-ada saja kamu”.
Selama tinggal di rumahnya mbak Dewi. Aku
sedikit demi sedikit mencoba akrab dan
mengenalnya. Banyak sekali hal-hal yang
bisa aku ketahui dari mbak Dewi. Dari
kesukaannya, dari pengalaman hidupnya.
Aku pun jadi dekat dengan anak-anaknya.
Aku sering mengajari mereka pelajaran
sekolah.
Tak terasa sudah satu semester lebih aku
tinggal di rumah ini. Dan mbak Dewi
sepertinya adalah satu-satunya wanita yang
menggerakkan hatiku. Aku benar-benar jatuh
cinta padanya. Tapi aku tak yakin apakah ia
cinta juga kepadaku. Apalagi ia adalah bibiku
sendiri. Malam itu sepi dan hujan di luar
sana. Mbak Dewi sedang nonton televisi. Aku
lihat kedua anaknya sudah tidur. Aku keluar
dari kamar dan ke ruang depan. Tampak
mbak Dewi asyik menonton tv. Saat itu
sedang ada sinetron.
“Nggak tidur Wan?”, tanyanya.
“Masih belum ngantuk mbak”, jawabku.
Aku duduk di sebelahnya. Entah kenapa lagi-
lagi dadaku berdebar kencang. Aku
bersandar di sofa, aku tidak melihat tv tapi
melihat mbak Dewi. Ia tak menyadarinya.
Lama kami terdiam.
“Kamu banyak diam ya”, katanya.
“Eh..oh, iya”, kataku kaget.
“Mau ngobrolin sesuatu?”, tanyanya.
“Ah, enggak, pingin nemeni mbak Dewi aja”,
jawabku.
“Ah kamu, ada-ada aja”
“Serius mbak”
“Makasih”
“Restorannya gimana mbak? Sukses?”
“Lumayanlah, sekarang bisa waralaba.
Banyak karyawannya, urusan kerjaan
semuanya tak serahin ke general
managernya. Mbak sewaktu-waktu saja ke
sana”, katanya. “Gimana kuliahmu?”
“Ya, begitulah mbak, lancar saja”, jawabku.
Aku memberanikan diri memegang
pundaknya untuk memijat. “Saya pijetin ya
mbak, sepertinya mbak capek”.
“Makasih, nggak usah ah”
“Nggak papa koq mbak, cuma dipijit aja,
emangnya mau yang lain?”
Ia tersenyum, “Ya udah, pijitin saja”
Aku memijiti pundaknya, punggungnya,
dengan pijatan yang halus, sesekali aku
meraba ke bahunya. Ia memakai tshirt ketat.
Sehingga aku bisa melihat lekukan tubuh dan
juga tali bh-nya. Dadanya mbak Dewi besar
juga. Tercium bau harum parfumnya.
“Kamu sudah punya pacar Wan?”, tanya
mbak Dewi.
“Nggak punya mbak”
“Koq bisa nggak punya, emang nggak ada
yang tertarik ama kamu?”
“Saya aja yang nggak tertarik ama mereka”
“Lha koq aneh? Denger dari mama kamu
katanya kamu itu sering dikirimi surat cinta”
“Iya, waktu SMA. Kalau sekarang aku
menemukan cinta tapi sulit mengatakannya”
“Masa’?”
“Iya mbak, orangnya cantik, tapi sudah
janda”, aku mencoba memancing.
“Siapa?”
“Mbak Dewi”.
Ia ketawa, “Ada-ada saja kamu ini”.
“Aku serius mbak, nggak bohong, pernah
mbak tahu aku bohong?”,
Ia diam.
“Semenjak aku bertemu mbak Dewi,
jantungku berdetak kencang. Aku tak tahu
apa itu. Sebab aku tidak pernah jatuh cinta
sebelumnya. Semenjak itu pula aku
menyimpan perasaanku, dan merasa nyaman
ketika berada di samping mbak Dewi. Aku tak
tahu apakah itu cinta tapi, kian hari dadaku
makin sesak. Sesak hingga aku tak bisa
berpikir lagi mbak, rasanya sakit sekali ketika
aku harus membohongi diri kalau aku cinta
ama mbak”, kataku.
“Wan, aku ini bibimu”, katanya.
“Aku tahu, tapi perasaanku tak pernah
berbohong mbak, aku mau jujur kalau aku
cinta ama mbak”, kataku sambil memeluknya
dari belakang.
Lama kami terdiam. Mungkin hubungan yang
kami rasa sekarang mulai canggung. Mbak
Dewi mencoba melepaskan pelukanku.
“Maaf wan, mbak perlu berpikir”, kata mbak
Dewi beranjak. Aku pun ditinggal sendirian di
ruangan itu, tv masih menyala. Cukup lama
aku ada di ruangan tengah, hingga tengah
malam kira-kira. Aku pun mematikan tv dan
menuju kamarku. Sayup-sayup aku terdengar
suara isak tangis di kamar mbak Dewi. Aku
pun mencoba menguping.
“Apa yang harus aku lakukan?….Apa…”
Aku menunduk, mungkin mbak Dewi kaget
setelah pengakuanku tadi. Aku pun masuk
kamarku dan tertidur. Malam itu aku
bermimpi basah dengan mbak Dewi. Aku
bermimpi bercinta dengannya, dan paginya
aku dapati celana dalamku basah. Wah,
mimpi yang indah.
Paginya, mbak Dewi selesai menyiapkan
sarapan. Anak-anaknya sarapan. Aku baru
keluar dari kamar mandi. Melihat mereka
dari kejauhan. Mbak Dewi tampak mencoba
untuk menghindari pandanganku. Kami
benar-benar canggung pagi itu. Hari ini
nggak ada kuliah. Aku bisa habiskan waktu
seharian di rumah. Setelah ganti baju aku
keluar kamar. Tampak mbak Dewi melihat-
lihat isi kulkas.
“Waduh, wan, bisa minta tolong bantu
mbak?”, tanyanya.
“Apa mbak?”
“Mbak mau belanja, bisa bantu mbak
belanja? Sepertinya isi kulkas udah mau
habis”,katanya.
“OK”
“Untuk yang tadi malam, tolong jangan
diungkit-ungkit lagi, aku maafin kamu tapi
jangan dibicarakan di depan anak-anak”,
katanya. Aku mengangguk.
Kami naik mobil mengantarkan anak-anak
mbak Dewi sekolah. Lalu kami pergi belanja.
Lumayan banyak belanjaan kami. Dan aku
menggandeng tangan mbak Dewi. Kami mirip
sepasang suami istri, mbak Dewi rasanya
nggak menolak ketika tangannya aku
gandeng.Mungkin karena barang bawaannya
banyak. Di mobil pun kami diam. Setelah
belanja banyak itu kami tak mengucapkan
sepatah kata pun. Namun setiap kali aku
bilang ke mbak Dewi bahwa perasaanku
serius.
Hari-hari berlalu. Aku terus bilang ke mbak
Dewi bahwa aku cinta dia. Dan hari ini
adalah hari ulang tahunnya. Aku membelikan
sebuah gaun. Aku memang
menyembunyikannya. Gaun ini sangat mahal,
hampir dua bulan uang sakuku habis.
Terpaksa nanti aku minta ortu kalau lagi
butuh buat kuliah.
Saat itu anak-anak mbak Dewi sedang
sekolah. Mbak Dewi merenung di sofa. Aku
lalu datang kepadanya. Dan memberikan
sebuah kotak hadiah.
“Apa ini?”, tanyanya.
“Kado, mbak Dewikan ulang tahun hari ini”,
Ia tertawa. Tampak senyumnya indah hari
itu. Matanya berkaca-kaca ia mencoba
menahan air matanya. Ia buka kadonya dan
mengambil isinya. Aku memberinya sebuah
gaun berwarna hitam yang mewan.
“Indah sekali, berapa harganya?”, tanyanya.
“Ah nggak usah dipikirkan mbak”, kataku
sambil tersenyum. “Ini kulakukan sebagai
pembuktian cintaku pada mbak”
“Sebentar ya”, katanya. Ia buru-buru masuk
kamar sambil membawa gaunnya.
Tak perlu lama, ia sudah keluar dengan
memakai baju itu. Ia benar-benar cantik.
“Bagaimana wan?”, tanyanya.
“Cantik mbak, Superb!!”, kataku sambil
mengacungkan jempol.
Ia tiba-tiba berlari dan memelukku. Erat
sekali, sampai aku bisa merasakan dadanya.
“Terima kasih”
“Aku cinta kamu mbak”, kataku.
Mbak Dewi menatapku. “Aku tahu”
Aku memajukan bibirku, dan dalam sekejap
bibirku sudah bersentuhan dengan bibirnya.
Inilah first kiss kita. Aku menciumi bibirnya,
melumatnya, dan menghisap ludahnya.
Lidahku bermain di dalam mulutnya, kami
berpanggutan lama sekali. Mbak Dewi
mengangkat paha kirinya ke pinggangku, aku
menahannya dengan tangan kananku. Ia
jatuh ke sofa, aku lalu mengikutinya.
“Aku juga cinta kamu wan, dan aku bingung”,
katanya.
“Aku juga bingung mbak”
Kami berciuman lagi. Mbak Dewi berusaha
melepas bajuku, dan tanpa sadar, aku sudah
hanya bercelana dalam saja. Penisku yang
menegang menyembul keluar dari CD. Aku
membuka resleting bajunya, kuturunkan
gaunnya, saat itulah aku mendapati dua
buah bukit yang ranum. Dadanya benar-
benar besar. Kuciumi putingnya, kulumat,
kukunyah, kujilati. Aku lalu menurunkan terus
hingga ke bawah. Ha? Nggak ada CD? Jadi
tadi mbak Dewi ke kamar ganti baju sambil
melepas CD-nya.
“Nggak perlu heran Wan, mbak juga ingin ini
koq, mungkin inilah saat yang tepat”,
katanya.
Aku lalu benar-benar menciumi
kewanitaannya. Kulumat, kujilat, kuhisap.
Aku baru pertama kali melakukannya.
Rasanya aneh, tapi aku suka. Aku cinta mbak
Dewi. Mbak Dewi meremas rambutku,
menjambakku. Ia menggelinjang. Kuciumi
pahanya, betisnya, lalu ke jempol kakinya.
Kuemut jempol kakinya. Ia terangsang sekali.
Jempol kaki adalah bagian paling sensitif
bagi wanita.
“Tidak wan, jangan….AAAHH”, mbak Dewi
memiawik.
“Kenapa mbak?” kataku.
Tangannya mencengkram lenganku.
Vaginanya basah sekali. Ia memejamkan
mata, tampak ia menikmatinya. “Aku keluar
wan”
Ia bangkit lalu menurunkan CD-ku. Aku
duduk di sofa sambil memperhatikan apa
yang dilakukannya.
“Gantian sekarang”, katanya sambil
tersenyum.
Ia memegang penisku, diremas-remas dan
dipijat-pijatnya. Oh…aku baru saja
merasakan penisku dipijat wanita. Tangan
mbak Dewi yang lembut, hangat lalu
mengocok penisku. Penisku makin lama
makin panjang dan besar. Mbak Dewi
menjulurkan lidahnya. Dia jilati bagian
pangkalnya, ujungnya, lalu ia masukkan
ujung penisku ke dalam mulutnya. Ia hisap,
ia basahi dengan ludahnya. Ohh…sensasinya
luar biasa.
“Kalau mau keluar, keluar aja nggak apa-apa
wan”, kata mbak Dewi.
“Nggak mbak, aku ingin keluar di situ aja?”,
kataku sambil memegang liang
kewanitaannya.
Ia mengerti, lalu aku didorongnya. Aku
berbaring, dan ia ada di atasku. Pahanya
membuka, dan ia arahkan penisku masuk ke
liang itu. Agak seret, mungkin karena
memang ia tak pernah bercinta selain
dengan suaminya. Masuk, sedikit demi
sedikit dan bless….Masuk semuanya. Ia
bertumpu dengan sofa, lalu ia gerakkan atas
bawah.
“Ohh….wan…enak wan…”, katanya.
“Ohhh…mbak…Mbak Dewi…ahhh…”, kataku.
Dadanya naik turun. Montok sekali, aku pun
meremas-remas dadanya. Lama sekali
ruangan ini dipenuhi suara desahan kami
dan suara dua daging beradu. Plok…
plok..plok..cplok..!! “Waan…mbak keluar
lagi…AAAHHHH”
Mbak Dewi ambruk di atasku. Dadanya
menyentuh dadanku, aku memeluknya erat.
Vaginanya benar-benar menjepitku kencang
sekali. Perlu sedikit waktu untuk ia bisa
bangkit. Lalu ia berbaring di sofa.
“Masukin wan, puaskan dirimu, semprotkan
cairanmu ke dalam rahimku. Mbak rela punya
anak darimu wan”, katanya.
Aku tak menyia-nyiakannya. Aku pun
memasukkannya. Kudorong maju mundur,
posisi normal ini membuatku makin
keenakan. Aku menindih mbak Dewi, kupeluk
ia, dan aku terus menggoyang pinggulku.
Rasanya udah sampai di ujung. Aku mau
meledak. AAHHHH….
“Oh wan…wan…mbak keluar lagi”, mbak
Dewi mencengkram punggungku. Dan aku
menembakkan spermaku ke rahimnya,
banyak sekali, sperma perjaka. Vaginanya
mbak Dewi mencengkramku erat sekali, aku
keenakkan. Kami kelelahan dan tertidur di
atas sofa, Aku memeluk mbak Dewi.
Siang hari aku terbangun oleh suara HP.
Mbak Dewi masih di pelukanku. Mbak Dewi
dan aku terbangun. Kami tertawa melihat
kejadian lucu ini. Waktu jamnya menjemput
anak-anak mbak Dewi sepertinya.
Mbak Dewi menyentuh penisku. “Ini luar
biasa, mbak Dewi sampe keluar berkali-kali,
Wan, kamu mau jadi suami mbak?”
“eh?”, aku kaget.
“Sebenarnya, aku dan ibumu itu bukan
saudara kandung. Tapi saudara tiri. Panjang
ceritanya. Kalau kamu mau, aku rela jadi
istrimu, asal kau juga mencintai anak-
anakku, dan menjadikan mereka juga
sebagai anakmu”, katanya.
Aku lalu memeluknya, “aku bersedia mbak”.
Setelah itu entah berapa kali aku
mengulanginya dengan mbak Dewi, aku
mulai mencoba berbagai gaya. Mbak Dewi
sedikit rakus setelah ia menemukan partner
sex baru. Ia suka sekali mengoral punyaku,
mungkin karena punyaku terlalu tangguh
untuk liang kewanitaannya. hehehe…tapi
itulah cintaku, aku cinta dia dan dia cinta
kepadaku. Kami akhirnya hidup bahagia, dan
aku punya dua anak darinya. Sampai kini pun
ia masih seperti dulu, tidak berubah, tetap cantik.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts