Howl In The Mist LKTCP 2020

Pagi semuaaa

Pertama-tama, ane mau mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang terlibat dalam gelaran event ini, jajaran admin, supmod, momod, panitia, donatur dan para juri serta tentunya peserta dan pembaca atas terselenggaranya event LKTCP yang sungguh meriah ini.
Sebagai salah satu peserta yang sudah mendaftarkan diri, izinkanlah ane untuk memposting karya ane yang sederhana ini mohon maaf atas segala kekurangan dan ketidakpuasan. Mohon maaf juga kalo ceritanya nggak serem Dan di Akhir kata, ane hanya ingin mengucapkan Selamat Membaca

NB :
1. Cerita ini hanyalah fiktif dan khayalan belaka. Segala kesamaan nama, tempat, instansi, atau hal-hal lainnya, adalah kebetulan yang tidak disengaja
2. Gambar dan foto hanyalah ilustrasi semata, tidak berhubungan sama sekali dengan apa yang ada/terjadi dalam cerita

—————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————-

Setiap malam gelap gulita, perhatikanlah dengkingan anjing-anjing yang bernyanyi…
Bisa jadi, itu adalah pertanda….

M I U Nyan-nyan-yum Pictures mempersembahkan :

—————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————-

Lelaki itu terus mencangkulkan sekopnya. Walau malam membentang gelap menggulita diselimuti kabut, ia bekerja dengan cepat. Terus menggali, hingga terbentuklah sebuah lubang kecil cukup dalam. Sejenak, ia mengusap peluh. Menarik napas di tempat yang hanya diterangi oleh sebuah lampu senter besar di rumput. Ia lalu mengangkat sebungkus kain putih kecil dekat kakinya. Menaruhnya hati-hati ke dalam lubang tanpa membuang waktu.

Maafkan aku, Diana. Maafkan aku batin sang Lelaki gelisah sembari buru-buru mengubur kain berisi seonggok jasad itu. Lolongan anjing di kejauhan membumbung, seakan menangisi prosesi pemakaman senyap tersebut.

————————-

Rokok?

Sesosok pria berjaket kulit hitam lusuh menyodorkan kotak tembakau pada gadis berseragam polisi lengkap yang baru saja didekatinya. Walau pencahayaan di area halaman itu terkesan remang berselimutkan purnama, sang Polisi Wanita bisa menyadari bahwa atasannya tersebut tengah mengulurkan merek Black Russian Sobranie. Jenis impor yang mahal, ber-tar halus 5 mg.

Namun, jelas, karena ia tidak merokok, maka tawaran itu pun sopan ditolaknya.

Emmh, nggak, Pak, makasih. Bapak kan tau kalau saya nggak merokok, hehehe. balasnya sambil tertawa.

Si Pria berjaket hitam, yang gurat wajah kasar-nya mengabarkan aura lelah dan stress, kembali memasukan Black Russian-nya tersebut ke dalam saku. Berganti mengayunkan sekaleng kopi Nescafe moccha kepada si Polwan. Menyunggingkan bibir, seakan tahu tawaran yang satu ini tak mungkin ditolaknya.

Kopi?

Polisi Wanita cantik itu lantas berbinar. Meraih cairan segar nan nikmat kesukaannya disertai senyum tertahan.

Mmmh, terima kasih, Pak. Sepertinya saya membutuhkan ini. Tanpa basa-basi, gadis tersebut langsung membuka segelnya lalu menyesap seteguk hapuskan kepenatan.

Zahra, itulah untaian nama yang tercetak di label seragam polisi berlengan pendek kelabunya. Lengkapnya, Briptu. Zahratul Rahma. Biasa dipanggil Zahra atau Rara. Memiliki wajah anggun dan sensual khas model majalah, namun tak alpa memancarkan rona ketegasan serta kekuatan diri. Lekuk-lekuk tubuh pesona kewanitaanya sempurna, tercetak indah pada baju dinas harian yang membalut ketat. Atletis. Memiliki sepasang kaki jenjang putih yang mulus. Sepasang kaki yang cukup kuat, bahkan untuk merubuhkan lelaki dengan satu tendangan.

Dan kini, gadis yang sehari-harinya selalu tampil stylish dengan rambut terpotong pendek itu pasti menyadari, bahwa malam itu akan terasa amat panjang. Detik ini ia tengah berada di sudut gelap halaman depan sebuah rumah besar di kawasan elite kota bagian utara. Bukan untuk pesta kebun, atau kunjungan tak resmi kekeluargaan. Namun, karena tugas. Ia mengambil lembur, dan sudah menjadi konsekuensinya harus siap di-deploy mendadak mengamankan sebuah TKP.

( Briptu. Zahra )

Setahu Rara, korban, sekaligus pemilik rumah besar berkolam renang ini, adalah seorang pengusaha restoran yang cukup ternama. Suka tidak suka, pastinya akan menarik perhatian masyarakat plus insan pemburu berita dari segala penjuru. Sang Polwan memandangi wajah atasannya dengan sorot sarat simpati. Tak heran merengut amat kusut seakan hendak meledak.

Gimana, Her? Kau masih bertahan dengan teori binatang buasmu itu? Binatang apa yang bisa menyelinap ke rumah ini secara halus lalu pergi begitu saja?

Rara sedang terpejam mendongak nikmati kopi dari kalengnya kala suara parau itu terdengar. Satu sosok lelaki lagi muncul menghampiri. Kali ini, mengenakan kemeja putih rapi dengan lengan tergulung sesiku. Satu yang unik darinya adalah kaca mata tebal serta tampang psikopat-nya. Dingin, tanpa ekspresi. Tatap matanya seakan curahkan ribuan prasangka.

Oke. Menurutmu, bagaimana? Satu-satunya petunjuk adalah bulu-bulu binatang yang bersebaran di banyak tempat. Yang terpenting, di tangan serta kuku korban. Jelas, itu adalah sisa-sisa perlawanan. Dan, sosok penyerang korban tentu bukan manusia!

Kecuali, Si Pria Dingin berkerut membetulkan kaca matanya.

Kecuali manusia berbulu binatang.

Ini benar-benar gila, Her. Maksudku ya, cuma itu yang bisa simpulkan dari bukti-bukti yang ada di tempat kejadian. Hanya dugaan awal. Mungkin, kita harus menunggu penyidikan lebih lanjut dan hasil otopsi dari rumah sakit.

Tsch! Bangsat! Si Jaket Kulit, menghempaskan puntung rokoknya sembari mengumpat. Bahkan untuk dugaan awal pun, sudah terdengar amat konyol. Tapi apa boleh buat?

Rara menyimak kedua lelaki di depannya ini dengan cermat. Si Jaket Kulit, adalah AKP. Heri Bimantara, komandannya di kantor kesatuan sektor. Sedangkan si dingin berkemeja putih, adalah Iptu. Danny Rezaldi, dari unit reskrim. Mereka sudah lama bekerja saling mengenal dekat.

( AKP. Heri )
( Iptu. Danny)

Eh? Rara tetiba terkejut kala mendapati Danny tengah menatapnya tajam-tajam. Gadis itu tahu, bahwa tonjolan payudara kencangnya yang tercetak bulat di balik sempit seragam menjadi sasaran mata. Namun anehnya, tak ada raut atau rona mesum sedikit pun di wajah Danny. Tetap kokoh dingin tanpa ekspresi.

Korban dicabik-cabik secara brutal. Dadanya dirobek, serta jantungnya menghilang tanpa bekas.

Huh? Selanjutnya, hanya rasa dongkol yang mengisi benak Zahra saat Iptu. Danny secara santai kembali beralih menatap Heri. Begitu tenang tanpa dosa.

Kenapa hanya jantung? Tidak liver? Tidak usus? Tidak ginjal? Semua bagian tubuh lainnya masih lengkap tersisa. Binatangpersetanmacam apa ini? lanjut si Detektif Psycho.

M-m-mungkin… pembunuh tersebut melakukan pengelabuan, barangkali? celetuk Rara. Tak tahan hanya dijadikan pemanis, sang Polwan pun akhirnya turut rembuk berbicara, yah, maksud saya… menaburkan bulu-bulu binatang di sekitar lokasi kejadian? Untuk membingungkan penyidikan?

AKP. Heri berdehem Ya, itulah kesimpulan yang sangat saya harapkan, Rara. Tapi setidaknya… berikanlah saya bukti. Apa pun. Yang menunjukkan adanya kehadiran manusia asing di rumah ini. ucapnya. Sidik jari, lah. sisa puntung rokok, lah. Anything. Belum kita dapatkan. Dan, saya hanya akan menarik kesimpulan melalui BUKTI, bukan dugaan-dugaan berdasar logika. Kalau bukti yang ada mengarahkan pada sosok gorila raksasa, ya jadilah kesimpulan itu! Persetan kalau ini tidak logis!”

Rara terdiam tanpa kata-kata.

Selain dua pembantu serta seorang supir, korban tinggal sendirian di rumah ini. Tentunya, kehadiran tamu akan meninggalkan suatu petunjuk atau kesaksian. Namun, semua nihil. Saat kejadian, mereka mengaku sedang ada di kamar masing-masing. Tak menemui satu hal yang mencurigakan. Bukti yang mengarahkan pada ketiga orang tadi sebagai pelaku pun, tidak ada. Atau, belum kami temukan. sambung Danny, seakan ingin mempertebal raut ketercengangan Rara. Lelaki itu lalu merogoh kantongnya dan mengambil sebatang Marlboro, bergabung dengan Heri kepulkan asap.

Hhh, berdoa saja kesimpulan otopsi dari rumah sakit bisa memberikan pencerahan. AKP. Heri menggaruk-garuk kepala. Saya ingin mendengar kesimpulan yang logis mengenai kondisi leher korban yang hampir putus! Dipotong secara bagaimana, dan memakai alat apa! Saya tak ingin mendengar jika itu benar gigitan taring binatang! Ia tak henti memisuh.

Oh well, ya Tuhan Rara menarik napas dalam-dalam hisapi udara malam yang seketika itu menghadirkan sensasi beku pada paru-parunya. Gumpalan asap putih berhambur keluar ketika ia menghembuskannya kembali. Begitu dingin, tepat jam 01.11 pagi. Benar-benar membingungkan. Ah, bisa jadi ikutan gila kalau aku nekad ikutin pembicaraan diskusi mereka! Officer berpangkat Brigadir Satu itu membatin. Glup! Rara menandaskan kaleng kopinya hingga kosong dengan sekali teguk, sebelum ia berkata sopan mohon diri untuk berjalan-jalan di rumah megah bergaya eropa klasik tersebut, amati TKP.

Tak ada yang benar-benar menarik perhatian Rara sepanjang ia langkahkan kaki susuri hunian itu. Tipikal khas rumah mewah. Halaman hijau asri, dihiasi lampu-lampu taman bulat temaram, garasi berikut area carport yang luas, serta beranda depan yang dihiasi pot-pot tanaman eksotis tunjukkan bawa si penghuni rumah hobi merawat anggrek. Ketengangan itu, barulah terasa ketika Rara beringsut lewati pintu masuk terbuka lebar hadirkan diri di ruang tamu.

Dibarengi sorot mata yang kaku terpana, perlahan bulu kuduk Rara merinding. Di dalam sana, memang masih cukup banyak tersebar anggota reserseanak buah Inspektur Satu Dannylakukan pekerjaan kumpulkan bukti serta petunjuk-petunjuk dengan peralatan khusus mereka, beberapa tampak sibuk mengambil gambar gunakan kamera lalu memasukan objek-objek penting ke dalam evidence bag. Namun, suasananya amatlah sunyi. Semua bekerja dalam diam dan rendah berbisik.

Rara sekilas mendelik ke arah pintu kamar tidur utama kala ia berjalan mengitari ruang tengah. Aroma mati serta hawa dingin kejahatan kian berdesir. Menurut dugaan yang terbentuk dari situasi awal tempat perkara, korban dibunuh dan dicabik-cabik di depan sofa TV kemudian tubuhnya diseret di atas lantai berpindah ke ruang tidur. Kentara dari pola bercakan darah yang meluber di mana-mana sepanjang jalur antara ruang TV dan kamar tidur. Mayat korban sendiri kini sudah dievakuasi ke RSPU demi kepentingan otopsi. Namun Rara sempat melihat kondisi pria malang itu yang tubuhnya hancur tercincang-cincang bak diserang sesuatu yang buas.

Binatang? Monster?

Ah terkadang, manusia pun mampu berbuat sebuas itu.

Tapi, bagaimana dengan bulu-bulu tadi? Atau, dengan bahasa lebih tepat, rambut-rambut tadi? Rambut-rambut ganjil yang diduga kuat milik sejenis binatang yang sampai detik ini belum teridentifikasi?

Rara menggeser kaki dekati sebuah perapian besar di samping pintu kamar. Langkahnya dibuat hati-hati agar tak menginjak cipratan darah yang memerah kental dekat sana. Tepat di atas tempat menghangatkan diri tersebut, tergantung sebuah lukisan abstrak yang sedikit menyita perhatian. Termenung sejenak.

.

Seperti ada cipratan-cipratan darah. Tinta lukisan kah?

Ah, sudah pasti tim forensik

Permis

Hwaaahh!!!

Bahu Rara seketika berguncang tatkala tiba-tiba ada sentuhan pelan yang dirasai tubuhnya. Gadis cantik itu berbalik serta merta. Merona malu, karena sempat membuat petugas-petugas di sana menoleh penasaran.

Dua pasang bola mata bersitatap. Deru nafas mengeras. Degup jantung menguat. Di depan Rara, kini berdiri seorang lelaki yang sepertinya tidak ia kenal. Seorang maskulin dengan wajah ditumbuhi kumis serta janggut halus yang sangat

Ermmm m-maaf, Bu. saya nggak bermaksud mengagetkan, Ibu.

.

Ah, saya dokter Azril Ferruchi, asisten dari dokter Gazi Al-Fekir kepala bagian otopsi di RSPU. Ermmm kedatangan saya saya ingin bertemu dengan pak AKP Heri Bimantara, adakah beliau di sini?

.

Sangat tampan.

.

Jenazah sudah kami terima dan kami simpan di ruang khusus. Saya perlu berbicara dengan Pak Heri membahas satu atau dua hal. Bisakah?

.

Bu?

EH?!? Ah, hahaha. Tolong, j-jangan panggil saya ibu! Panggil aja Zahra, atau Rara.

Haeh? Aduuuuh! Aku ini ngomong apa, sih?

Rara menepuk keningnya satu kali untuk memulihkan diri dari rasa gugup. Panik, bingung, kagum, dan terpesona beraduk jadi satu. Jelas, harus Rara akui pesona kelelakian si dokter bersetelan koboi ini telak mencuri habis kesadarannya. Andai ia tak menyebut profesinya tadi, mungkin Rara tak akan pernah tahu. Bagaimana mungkin dia seorang dokter? Kemeja flanel kotak-kotak, sabuk kulit berkepala muka banteng, celana jeans biru tua, sepatu hiking petualang

Calm down! Calm down, Sweetie. Kelamaan jomblo jadi gini, nih, eh! Rara berdehem.

Pak Heri ada di sini, Mas. Kalau mau saya antar, saya punya waktu. Mari, ikut saya. tawar Rara dengan intonasi suara yang lebih berwibawa dan raut penuh ketenangan, meski, semburat merah malu itu masih belum mampu ia sembunyikan. Pria itu pun kontan mengangkat alis disertai sebuah anggukan sopan sebelum sesaat kemudian mengikuti langkah Rara yang berjalan anggun dari belakang.

Proses pengolahan tempat perkaranya belum selesai?

Rara tersenyum. Belum. Kami masih mengumpulkan petunjuk sebanyak mungkin demi kelancaran penyidikan. Lihat aja, di sini masih banyak orang.

Oh hmmm mmm, angguk Azril menoleh-noleh amati suasana rumah korban.

Tadinya saya ingin menelepon beliau aja dari kantor, tapi tak punya kontaknya.

Ah, tunggu sebentar Rara cepat-cepat merogoh saku rok seragam dinasnya, namun sontak dicegah Azril.

Jangan. Biar nanti aku aja yang minta langsung ke orangnya. Pria itu berkata, tapi, kalau aku sekaligus mau minta nomer kamu, boleh?

Rara hanya bisa terperangah sambil memegang ponselnya kala dokter muda pengganggu ketentraman hati ini balik tersenyum padanyaseutas senyum nakal yang hanya dimiliki laki-laki penggoda.

Ufffh, BAD BOY ternyata, hihi!

Sebagai perempuan terhormat, aku tak akan pernah memberikan nomor teleponku pada pria yang cuma baru beberapa detik kukenal. Namun, anggap aja ini bonus untuk ketampananmu.

Boleh. Tentu aja. ujar Rara.

Setelah itu, mereka pun lanjut jalan bersama mencari posisi AKP. Heri. Seraya cairkan suasana dengan dialog-dialog ringan, Rara dan Azril menyusuri hamparan rumput hijau membasah di halaman rumah berdinding putih tersebut. Cukup lama, sebelum akhirnya mereka temukan sang Ajun Komisaris di area belakang sisi kolam renang. Azril pun segera minta diri pada Rara dan langsung menghampiri Pak Heri. Bertukar senyum, seolah capai kesepakatan jika ini bukanlah pertemuan yang terakhir kali.

See you later, Handsome.
( dr. Azril )

Jantung Rara masih berimpuls tegang saat ia berbalik badan hanya untuk kembali terkejut. Di belakang, Inspektur Satu Danny berdiri kaku menatap si Polwan oleh sorot mata bekunya. Ia memegang sekantong evidence bag dan lalu menunjukannya pada Rara.

Kamu tahu sesuatu mengenai kehidupan pribadi korban? Semacam gosip atau kabar-kabar perselingkuhan, misalnya?

Rara menggeleng. Tentu saja, ia bukan tipe perempuan seperti itu. Penggemar atau pengantusias gosip, maksudnya.

Anak buah saya tadi menemukan ini di tempat sampah kamar mandi tamu. cetus Danny memberikan kantong plastik transparan di tangannya. Di dalamnya, Rara melihat ada selembar tissue kusut. Tampak noda-noda merah menyapui bagian kecil tissue tersebut. Apa ini? Seperti lipstick? pikir Rara.

Warna burgundy red, masih segar, karena sang pembantu bilang selalu membersihkan tempat sampah itu tiap hari. papar Danny.

Istri korban sedang berada di Australia sejak lima hari lalu dan, ada anggota saya tadi bercerita bahwa korban dan istrinya tengah dalam proses perceraian. Surat-suratnya didapati pada laci meja kerja korban.

Rara diam mendengarkan.

Saksi, ehm maksud saya supir pribadi korban, juga mengatakan kalau ia sering melihat korban membawa wanita lain atau perempuan-perempuan lain untuk bermalam di rumah ini, selama nyonya tidak ada. Sayangnya, berganti-ganti. Saksi tidak dapat mengidentifikasi satu pun identitas mereka. So, sulit bagi kita untuk anggap selingkuhan. Hanya hubungan seks tanpa ikatan, sepertinya. Mungkin, komersial belaka.

.

Iptu. Danny mengusap-usap dagu. Siapa wanita yang terakhir kali dibawa korban bermalam di rumah ini? Dia kandidat penting tersangka utama, Rara. Setidaknya jauh lebih logis daripada binatang buas atau manusia serigala. pungkas Danny kembali memberikan Rara tatapan dingin. Tajam menusuk.

Rara menghela nafas lalu menengadah memandang purnama, bersinar buram terhalang gumpalan awan. Tercenung senyap. Tiada pendapat ataupun tanggapan yang bisa diberikan pada sang Inspektur.

Luna est dominae, volkodlak malorum Artes et perditae, lycan incarnatus

Luna est dominae, volkodlak malorum Artes et perditae, lycan incarnatus

————————-

“Ayolah, Ra, sikaaat! Cowok-cowok macem dia tuh emang gak bisa ‘ditinggalin’ dikit.”

….

Pepet terus, Ra! Jangan lepasin sampe dia nyerah ama keagresifan lo! Hahaha.”

Enak aja! Gue bukan cewek macem itu, tau.

Halaah, jangan boong. Pacaran lo yang terakhir juga, lo yang nembak, kan? Hihihi. Youre bad girl, Ra. Bad girl inside.

Ya itu kan dulu! Waktu gue masih

“Kamu, tuh, udah tiga taun jomblo, Ra. Kuat, gitu, badan lama gak diangetin? Mo jadi perawan tua? Hahaha!”

Rara hanya bisa balas tertawa menghadapi repetan pertanyaan Cassy. Saat itu, dua rekan sejawat tersebut tengah berada di locker room kantor kepolisian sektor tempat mereka bermarkasruang tempat mereka biasa saling bercengkrama, dan berbicara berbagai hal termasuk topik-topik yang menjurus pribadi. Sudah berlalu satu minggu sejak Rara bertemu dengan Azril. Benar saja, hari-hari selanjutnya mereka tak pernah lepas kontak.

“Jadi, bener, kan, Ra? Lo naksir si dokter ganteng dari RSPU itu?” desak Cassy.

Rara bersikukuh tidak menjawab pertanyaan Cassy. Gadis bernama lengkap Cassiopeia Librani ini memang sangatlah cerewet. Apalagi, kalau soal asmara. Sama halnya dengan Rara, Cassy pun berpangkat Briptu, anyway.
( Briptu. Cassiopeia )

“Ayolaaah, Ra. Gue juga tau kok kalo lo suka ama dia. Gue sering liat lo chatting-an sambil senyum-senyum malu gitu. Terus dari foto yang lo liatin ke gue juga, gue tau pasti kalo gaya-gaya dia tuh gaya cowok kesukaan lo banget, hahaha!”

Rara mengekeh pelan. “Kalo lo udah tau, ya, ngapain nanya?”

“Cuma buat mastiin aja, denger langsung dari mulut lo.” Cassysi Polwan bertabiat centilitu mengedipkan mata.

BRAK!

Terdengar suara pintu aluminium menggema. Ada seseorang masuk ke dalam ruangan. AKP. Heri, atasan mereka.

Ah, rupanya disini kamu, Ra. Dicari-cari,

Rara segera bangkit dan bersikap hormat pada sang Pimpinan. Namun, berkesan santai dan akrab. Siap, Pak. Ada perlu apa, ya, Pak?

Begini, AKP. Heri menggoyangkan segantung kunci mobil. Kamu bisa jalan ke RSPU sekarang? Ambil berkas visum et repertum kasus kemarin. Pakai aja nih mobil patroli sabhara yang Pajero. Bisa?

Hah? Emang harus diambil ke sana, ya, Pak? Rara berkerut heran.

Iya, karena saya yang perintahkan, hahaha! Pak Heri terbahak girang. Cari aja dokter Azril di sana. Dia yang urus dan ketik.

Ouhhmm,

Dari pada kamu jomblo terus, mending kau dekati lah itu pejantan, hahaha!

Ah, Rara kini mengerti. Serta merta ia melirik garang ke arah Cassy. Pasti ember bocor ini yang cerita-cerita ke Pak Heri. Semakin kesal ketika Cassy tengil cengengesan tanpa bersalah.

Oke. Saya berangkat, ya, Pak. pamit Rara sembari pergi berderap meninggalkan locker room, tak terdengar direspon oleh atasannya. Sebelum menutup pintu, Rara sempat mendelik Pak Heri meremasi pantat kencang Briptu. Cassy di belakang sana. Tak hanya itu, lelaki paruh baya itu pun kemudian memeluk erat badan anak buahnya tersebut lalu mencium-cium leher secara nafsu bak serigala kelaparan. Cassy mneggeliat-geliat munafik. Polwan bertubuh semampai itu hanya terkikik-kikik manja meresponi pelecehan seksual terebut. Ah, dasar… batin Rara menutup pintu rapat-rapat.

————————-

Toilet, adalah tempat pertama yang Rara cari setelah tiba di dalam gedung RSPU Pusat. Bangunan Rumah Sakit ini terbilang cukup luas. Terdiri dari gabungan gedung lama yang penampakannya mirip rumah sakit jaman Belanda, serta bangunan baru yang arsitektur serta interiornya menjulang modern. Sangat kontras. Menimbulkan sensasi mesin waktu saat melintas seberang di antara keduanya. Beruntung, toilet yang Rara cari terletak di area 2000-an. Nyaman, luas, dan bersih. Seperti toilet di hotel-hotel berbintang, meski aroma rumah sakittepatnya disinfektantak lekang terhirup di sana.

Ada beberapa hal yang perlu Rara persiapkan sebelum bertandang ke kantor dr. Azril. Apalagi kalau bukan memeriksa penampilan dan well, mengganti sehelai pembalut lembab yang melapisi celah kewanitaan di bawah sana? Bertemu dengan dokter seganteng itu, haruslah cantik, fresh, dan bersih.

Masuk pintu ruang toilet, Rara bergerak menempati sebuah bilik yang tak terisi. Kosong dan sunyi, suasana di sana. Agak menakutkan, namun ia tak peduli, cepat-cepat membuka sabuk. Rok seragamnya segera ia lepas dan cantolkan di kaitan pintu. Mulut Rara mendesah kala ia mulai menurunkan celana dalamnya yang ungu berenda-renda. Belaian hawa dingin seketika menerpa daging bibir kemaluan Rara, yang berjam-jam sesak dijejali pembalut.

Uh, udah begah banget. Lagi deras-derasnya, nih pantesan gak enak batin Rara.

Tampak darah menstruasi kental merah menghitam merembesi hampir seluruh bagian pembalut. Rara pun segera membuang darah kotor-nya itu dan lalu menggantinya dengan pembalut baru. Tentu saja sebelum itu polwan cantik tersebut mengusap-usap dahulu memeknya pakai tissue, agar tiada noda tersisa. Beres dengan urusan kewanitaan, Rara kembali mengangkat celana dalam dan sigap memakai rok.

What a bloody day.

Rara perlahan keluar dari bilik kloset. Bola matanya seketika membelalak karena di sana ternyata hadir sesosok perempuan tengah menatap cermin! Terkejut, karena ia sama sekali tak mendengar atau merasa tanda-tanda ada orang masuk ke dalam restroom. Begitu sepi.

Perempuan cantik berperawakan jenjang itu menoleh, lalu balik menguas bibir. Sebatang lipstick merah burgundy terapit di jemari tanganya yang berkuteks bening. Burgundy Red.

Hello uhm, dari kepolisian? sapa sang Wanita. Rara berusaha bersikap datar dan sembunyikan rasa cengang. Tentu agak memalukan jika polisi terlihat penakut. Beringsut santai, Rara mendekati wanita tersebut dan lalu berjejer di sampingnyaturut menatap cermin. Sehampar kaca panjang persegi yang terpasang di atas deretan wastafel.

Iya. jawab Rara sedikit acuh seraya menata rambut, berbasa-basi. Dari tas kecilnya, polwan tersebut turut pula mengeluarkan lipstick. Berwarna lebih lembut dan wajar tidak mencolok.

Pasti mau ketemu dokter Azril, ya? sang Wanita kembali bertanya.

Hmm mmh Rara menganguk.

Saya Anna, dari departemen kebidanan dan kandungan. Sudah tahu ruangan dokter Azril?

Mmmh, belum. Kali ini, Rara menggeleng. Sebetulnya, Rara sudah mahfum kalau wanita ini adalah dokter, tampak dari jas putih yang dikenakannya. Namun, baru tahu sekarang mengenai spesialisasinya. Oh, dokter SpOG, toh. Not bad.
( dr. Anna )

Sang Wanita tersenyum. Kalau begitu, bisa saya antarkan. Kebetulan saya juga ada perlu ke kantor dia sebentar,

Rara menoleh ramah dan mengganguk pelan pada wanita tersebutdr. Anna. Baru mengenal beberapa detik saja, ia sudah bisa menebak perempuan ini pastilah bidadari di kalangan dokter-dokter dan staff RSPU. Wajahnya sungguh putih nan cantik dihiasi rambut panjang ikal kecokelatan khas artis korea. Sepercik api cemburu muncul di dada Rara. Sedekat apakah Azril dengan wanita ini?

Usai bertukar bincang berbasa-basi sesaat, akhirnya Briptu. Rara pun mengikuti langkah Anna menuju kantor bagian otopsi. Tiada yang lebih menjadi perhatian selain rok pendek ketat yang dikenakan sang dokter serta bunyi platform heels-nya yang tinggi nyaring mengetuk lantai.

Tak tok tak tok tak tok.

————————-

Rupanya, bahkan tak sampai satu menit dokter Anna bertandang ke ruang Azril. Hanya menyerahkan sebatang flashdisk dari dalam saku, lalu pergi begitu saja meninggalkan Rara bersama Azril berdua di dalam sana. Tapi yang amat mengganggu adalah, sikap dan gaya bicara wanita itu. Begitu kenes dan mendayu dibuat-buat. Anna sempat mengibaskan rambut panjang indahnya di depan Azril. Jelas, Rara yang rambutnya pendek terpotong merasa triggered (terpancing rasa cemburu) menahan sebal. Ah Rara menepuk jidat. Please, Tolong dimaklumi, pria setampan Azril pastilah banyak pemburu-nya. Persaingan bakal ketat, Honey, memikat ini pejantan.

Hey, kenapa, Ra? Kok ngelamun? Azril mengibaskan tangannya di wajah Rara. Rara tersentak.

Ah?! Hmmh, enggak! Emmm itu aku mo ngambil berkas otopsi disuruh Pak Heri. Sang Gadis gelagapan menghadapi pria pujaannya. Azril, saat itu, tengah menikmati secangkir teh hijau. Bola mata hitamnya tak henti menatap Rara penuh kehangatan. Walau masih berpotongan ala cowboy seperti biasa, namun dengan tambahan balutan jas putih khas dokter, lelaki itu semakin memancar saja aura daya pikatnya.

Oh. Semua sudah siap, kok, Ra. Tinggal angkut, hahaha. Azril menunjuk sebuah bungkus map berwarna cokelat yang lumayan tebal, di atas meja. Aku udah bicara sih ama Pak Heri kemarin di telepon, bahas laporannya. Kayaknya dia makin stress, hahaha. ia menyambung.

Rara membeliak antusias. Wah, gimana? Ada sesuatu yang menarik?

Emang, kamu belum tau?

Rara menggeleng.

Jadi, Perlahan Azril menghela nafas. Luka gigitan pada leher korban adalah benar adanya, bahwa itu gigitan taring binatang. Taring yang sangat tajam dan buas. Menyebabkan korban mati seketika.

.

Penyebab kematian, ya itu tadi. Gigitan pada urat nadi leher. Dead as soon as possible.

Bulu kuduk Rara merinding. Entah mengapa, ia merasa seolah ada sosok tak kasat mata yang memegangi pundaknya, lalu memberikan tiupan-tiupan mengerikan pada tengkuk lehernya.

Satu hal lagi, Ra. Pada alat kelamin korban, ditemukan adanya sisa-sisa cairan vagina. Menandakan, yah adanya aktifitas seksual tidak lama sebelum korban dibunuh.

.

Azril menarik nafas. Yaaah! Intinya, sih, belum tentu juga, wanita yang terakhir kali bersama korban ini memang benar pembunuhnya. Tapi yang jelas, ia pasti tahu sesuatu. Bisa jadi dia menghilang karena melarikan diri, tapi bisa jadi juga dihilangkan oleh pembunuh aslinya, entah diculik atau dieksekusi di tempat lain karena dia saksi kunci.

.

Wanita tersebut harus segera ditemukan, Ra. Dialah kunci dari semua kegelapan di kasus ini.

.

Dan, soal bulu bulu binatang laboratorium melaporkan bahwa itu bulu sejenis spesies anjing. Anjing hutan. Cuon Alpinus. Hening sejenak, seolah semesta memberikan momen bagi Azril dan Rara untuk bersitatap dalam kebisuan. Well, sejujurnya aku sih no comment kalo soal ini, Ra. Kalo kata aku sih, lebih baik kita temukan wanita pemilik cairan vagina itu dulu, dengar apa yang bisa ia katakan, daripada berspekulasi macam-macam, hahaha. lanjut dokter muda tersebut tampak menikmati sesi penjelasan visum et repertum ini.

.

Hey? Ra? Are you okay? Kamu kenapa, Ra? Hahaha!

Lagi-lagi Azril mengibaskan jemarinya di depan Rara yang sejak tadi terperangah membatu. Rara pun mengangkat alis, lalu tertawa kecil berusaha menutupi mimik gelisahnya.

Eh? Umh, gapapa, kok, Azh. Makasih, ya. Kayaknya aku harus balik ke markas sekarang. Udah ditunggu juga sih berkasnya.

Azril pun memberikan map berisi susunan kertas itu seraya menaruh cangkirnya. Tanpa menawarkan diri, ia langsung berinisiatif mengantarkan Rara menemaninya pergi hingga area parkir. Sepanjang perjalanan di lorong-lorong rumah sakit yang hening, mereka berbincang via suara pelan.

Kalau kepolisian sudah menangkap satu atau dua suspect, bisa dicocokan DNA-nya sama cairan vagina itu. Mudah untuk membuktikannya, Ra. cetus Azril.

Rara menggigit bibir. Dikepalanya kini muncul secercah keinginan untuk mengetes DNA si wanita dokter cantik barusan berhubung lipstick red burgundy yang ia kenakan. Tapi, ah, kecurigaan yang berdasar lemah, sepertinya. Banyak wanita menggunakan lipstick berwarna demikian. BahkanrekannyaCassy pun sepertinya punya lipstick semacam itu.

Di tempat parkir, Rara baru saja membuka pintu mobil patroli Pajero-nya ketika tanpa angin dan hujan tetiba Azril mengalihkan topik pembicaraan. Satu kalimat yang gadis tersebut harapkan dan tunggu-tunggu semenjak dirinya mengenal sang Lelaki.

Anyway, Ra hari Sabtu nanti kamu ada acara? Aku pengen ngajak kamu yah, makan. Makan malem sih maksudnya, hehe. Gimana? Bisa?

Bisa, kayanya. Kontak aja nanti, ya. Pasti aku kabarin. jawab Rara sekuat tenaga menahan senyum dan ledakan asmara dalam hati yang sungguh menggebu-gebu. Beruntung, polisi berwajah jelita itu sudah menutup pintu memasang sabuk pengaman kala Azril melanjutkan,

Kamu cantik banget sore ini, Ra. Maaf yah kalo aku bawa professional associate ini ke ranah personal. Tapi aku beneran pengen deket ama kamu. Kamu nggak keberatan, kan?

Mesin mobil terdengar menyala. Sambil memegang kemudi, Rara memutar bola matanya. Tentu saja ia tak keberatan! Diajak berpacaran sekarang pun Rara mau. Malah, kalau Azril hendak menciumnya saat ini juga, Rara siap memberikan bibirnya.

Hahaha, ya nggak, lah, Azh. Aku juga seneng kok deket ama kamu. Bye, see you later.

————————-

Luna est dominae, volkodlak malorum Artes et perditae, lycan incarnatus

Luna est dominae, volkodlak malorum Artes et perditae, lycan incarnatus

Rota, vita, mara, vena

Mare, dracul, morte, vita

Rota, vita, mara, vena

Mare, dracul, morte, vita

Ra, emh aku mau ke ATM dulu bentar. Gak pa pa, kan?

Uh? Emang mo ngapain ke ATM, Azh?

Ini, Azril menekan-nekan ponselnya Aku lupa mau transfer uang ke temen aku. Padahal udah janji kemaren. Dia butuh banget sekarang, haha. Message terus ternyata, pas kita di bioskop tadi. Sekalian mau ambil cash juga.

Oh ya udah. Jangan lama-lama ya, Azh. Nanti aku kedinginan, hihi.

Azril sontak mengedipkan mata pada Rara sebelum ia beranjak bangkit. Meninggalkan sang Gadis di meja sendiri, kakinya melangkah cepat setengah berlari menuju kegelapan malam, hilang ditelan kerumunan manusia.

Rara menarik nafas. Kedua bola matanya terpejam halus nikmati aroma sisa hujan bercampur wangi kopi bersemilir dari dalam bangunan caf. Saat ini, dirinya tengah menyantap hidangan malam di halaman depan kedai Parisien Coffee di area perbelanjaan G-walk. Sudah lama Rara tak merasakan kebahagiaan semanis ini. Walau langit malam hitam menggelap diselimuti awan mendung, tiada sedikitpun cacat yang mampu menodai kesempurnaan hari itu.

Kecuali

Heyyy! Gila lo, Ra! Beda, nih, tumben cantik banget, hahaha!

Rara tengah menyesap gelas hot cappucino-nya kala suara menyebalkan tersebut muncul di belakang. Suara cempreng ganjen tak karuan, yang biasa ia dengar di sudut kantor.

Gimana kencan lo? Eh, mana Azril?

Cassy beringsut santai serta merta muncul di depan Rara.

Lagi ke ATM dulu sebentar. Ngapain lo di sini? balas Rara.

Ya, having fun, lah, Babe. Males gua di markas, isinya orang stress semua.

Having fun? Rara memicing aneh, menelisik Cassy dari bawah hingga ke atas. Pake baju dinas?

Hihi, lo gak tau? Tadi sore kan ada acara G-walk fest rayain ulang tahun kota. Kebetulan gue di-plot stand by di sini. Jaga keamanan lah. tukas Cassy.

Hah, kok elo? Rara membelalak..

Ya iya, lah. Kan Pak Heri sendiri yang merintahin. Cassy berkedip genit.

Terus ngapain lo masih di sini? Gak balik ke markas?

Biarin. Udah dapet ijin kok dari Pak Heri. You know, laaah, hihihi.

Rara mendesah datar, meneguk hot cappuccino-nya yang tadi sempat tertunda. You know lah? Of course I know! Lo kan boneka seks pemuasnya Pak Heri! Jelas aja lo selalu dimanja! batin sang Gadis bersungut-sungut.

Lo tau gua lagi ama siapa? Kembali, Cassy mengejapkan bola matanya yang genit berkontak lens biru. Sesaat, ia melambai tangan memanggil beberapa orang untuk mendekatinya di sana. Sejurus kemudian, munculah tiga orang lelaki berpotongan sedikit urakan mengelilingi Cassy. Tadaaa! Lo kenal mereka, Ra?

Rara menggeleng, mengeryit heran dari mana Cassy mendapatkan orang-orang ber-stylish aneh ini.

Anak-anak Rabies, Ra! Band lagi happening banget tahun sekarang! Tadi manggung jadi bintang tamu utama, hahaha! Dasar, gak gaul lo! ketus Cassy. Kenalin, nih, temen gue. Briptu. Rara. Polwan galak banget, hihi.

Terlihat malas, jemari tangan Rara terulur dingin melayani perkenalan basa-basi tersebut. What the hell? Memakai penyakit sebagai nama band? Entah lagu seperti apa yang mereka mainkan?

Billy.

Jovan.

Dhanto.

Rara balik menatap Cassy tajam, seolah memperingatkan rekannya itu agar tak merencanakan sesuatu yang melanggar kode etik. Namun, apa daya. Cheap bitch tetaplah cheap bitch, meski dibalut seragam polisi formal kaku sekalipun. Sebelum Rara mampu berkata-kata, Cassy sudah sampaikan pamitnya.

Yup. Gue cabut dulu, ya, Ra. Met kencan, yaaa~ jangan lupa pake kondom! Hihihi! seloroh Cassy melangkah santai tinggalkan Rara, dikuntiti oleh tiga sosok lelaki yang dari sorot matanya, jelas berniat nakal.

Sambil menunggu Azril, Rara memulihkan hasrat menikmati cappuccino panasnya yang sempat hilang gegara kedatangan Cassy. Jujur saja, Rara sudah merasa sedikit jengah dengan kelakuan tak profesional rekannya tersebut. Bagaimana bisa dia bersikap genit plus pecicilan seperti itu? Oke lah, kepribadian tiap orang dan anggota berbeda-beda. Tapi, di tempat umum? Bersama artis-artis yang seharusnya ia jaga dan jamin keamanannya? Apa Cassy tidak merasa malu dengan lencana serta badge kesatuan yang tersemat di baju seragamnya? Huh!

Untungnya, tak lama sebelum cangkir kopi Rara tandas, Azril pun kembali datang duduk dengan gagah di depan Rara. Mood gadis cantik itu serta merta kembali.

Anyway, minggu besok kamu masuk kerja, Ra? tanya Azril,

Rara mengangguk. Karena terkadang pun ia harus bekerja di hari libur.

Yup. Kenapa, Azh?

Azril mengangkat bahu. Hmm, enggak. Tadinya aku mau ngajak kamu ke Visconti Bar. Yah, minum sebotol ato dua botol wine, sambil dengerin live bossa nova music gitu, haha. Tapi kayaknya kamu gak bisa ya, besok

Eh, kata siapa? Rara memotong perkataan Azril. Dihasi senyum menggoda, wanita itu menggenggam tangan sang Pujaan. Aku gak masalah, kok. Santai aja, besok masuk siang juga boleh.

Rara memang sudah mempersiapkan segalanya demi kencan pertama tersebut. Polwan cantik itu sungguh tampil beda dengan balutan gaun pesta hitam yang ketat mini pamerkan lekuk-lekuk daya pikat seksualnya. Berjam-jam treatment di salon, jangan tanya betapa anggunnya tampilan paras dan rambut Rara saat ini. Dengan kata lain, Rara siap untuk menemani Azril ke mana saja.

Lelaki yang disebut tadi hanya bisa terpana takjub mendengar jawaban Rara. Tentu, bola matanya yang hitam berbinar senang tandakan rasa tak percaya.

Okey, kalo gitu, kita take off sekarang, yuk? Tempatnya nggak jauh dari sini, kok! desak Azril menggebu-gebu seakan tak sabaran untuk menciumi Rara.

————————-

Heyaaa! Welcome to our base camp! Ayo, jangan segan-segan Mbak Polisi, anggap aja rumah sendiri, hehehe, ucap Billy mesam-mesem seraya membuka pintu. Ia persilahkan Briptu. Cassy untuk melangkah masuk pertama, diikuti oleh dua partner anggota band-nya. Polwan kenes berwajah boneka itu pun segera beringsut, menapaki ruang tengah tempat tersebut.

Wow ini base camp lo lo pada? Keliatanya kok kaya tempat pemuja setan, ya? Ahahaha!

Meski diiringi tawa dan raut bercanda, namun sebenarnya apa yang Cassy katakan barusan tidaklah berlebihan. Sepanjang perjalanan tadi, ia bersama tiga anggota band Rabies ini sibuk berteriak-teriak kacau sembari menenggak satu sampai dua botol bir pilsener berlatar musik keras. Tidak begitu menyadari bahwa sekonyong-konyong saja mobil yang ia tumpangi tersebut meluncur ke sebuah komplek perumahan sepi di daerah utara yang minim populasi. Rumahalias base campitu terletak di sebuah ujung jalan yang Cassy sendiri tidak hapal namanya. Tapi yang jelas, impresi seram serta terbengkalai amat terasa dari luar bangunan tersebut. Dan, tidaklah terlalu mengherankan juga kalau situasi di dalamnya seperti apa yang Cassy bilang tadi.

Huaaaah, gilak! Cape banget hari ini! Full Throttle, ampe pegel! Billy menghempaskan jaket kulit spikey-nya. Kompak dengan model rambut yang ia miliki, spikey.

Tapi mantep banget lah, penampilan kita dahsyat abis! Penonton go crazy, maan~ Jovan menggaruk-garuk kepalanya yang botak.

Yoa. Apalagi sekarang kita bisa culik ni mbak polisi cantik, hahaha! Si Gimbal, Dhanto, turut menimpali.

Billy, Jovan dan Dantho langsung membanting tubuh istirahatkan diri sejenak di tempat favorit masing-masing, sementara Cassy terus melangkah seksi mengitari ruangan tengah yang luas dan lebih mirip sebuah studio film tersebut awas-awas. Dengan baju seragam serta rok ketat dinas polisi yang agak kekecilan, sudah pasti lenggak-lenggok bulatan pantatnya memprovokasi tiga pejantan yang ada disekitarnya kini.

Pencahayaan ruang tersebut remang. Hanya dipijari oleh satu atau dua standing lamp studio yang menyorot silang. Kabel-kabel berserakan. Poster, kain serta ornamen-ornamen bersimbol occult bertempelan di dinding.  photomemek.com Terdapat beberapa patung binatang awetan menghiasi sudut-sudut. Tidak aneh pula bila di sana teronggok seperangkat alat musik berjenis drum, gitar, bas, dan lain-lain karena ini adalah markas pemain band.

Hidung Cassy yang sensitif mengendus aroma-aroma ganja. Mulutnya sudah membuka siap untuk berkata-kata, namun perhatiannya seketika teralihkan saat ia melihat sebentang kasur big size rendah di lantaicukup untuk tiga orangberseprai putih bersih dan rapi.

Guys, aku boleh tiduran di sini, kan? Penat banget, nih. Kedip Cassy seraya putarkan tangan, renggangkan otot. Billy pun terkekeh, mengangkat botol birnya.

Silakan aja, Mbak, tengkurep juga boleh. Kasur itu kan emang khusus untuk Mbak, hahaha.

Cassy sontak rebahkan tubuh seakan ia tak memiliki kepenasaranan lagi. Menarik napas, matanya terpejam lembut. Gairahnya perlahan-lahan bangkit seiring hawa dingin serta pikiran kotor yang merayap jahil. Apa yang akan Billy, Jovan dan Danto lakukan, ya? Hihihihi, batinnya sarat fantasi. Sudah telentang tanpa tenaga di atas ranjang begini, tiada asa Cassy selain pasrah di-entot ramai-ramai.

Hembus napas Cassy kian menderu. Lekuk badannya mulai menggeliat-geliat resah. Semenjak sering dicabuli oleh Pak Heri di kantor, entah kenapa, hawa nafsu polisi wanita cantik ini amatlah gampang menggebu. Otaknya jadi lancar berkhayalan mesum. Cassy bisa merasakan rongga kemaluannya mulai memproduksi lendir pelumas kawinpertanda siap diintimi.

Ummmmhhhh~

Melenguh manja, Cassy merentangkan kedua tangannya ke atas, seakan menyerahkan badan pada tiga lelaki sekelilingnya.

Hey, come on, why you all so quiet right now? Aku tau yang lo lo pada semua mau. Kalian pengen nikmatin tubuh aku, kan? Mmmhhh, desah Cassy genit sinyalkan syahwat kebetinaan yang menggelora, ingin segera disentuh. Bola matanya mengerling menggoda, perlahan-lahan membuka satu per satu kancing baju seragam polisinya oleh jemarinya yang lentik. Namun, belum sempat Cassy selesai, tiba-tiba saja Billy beranjak berdiri dan langsung menghampiri gadis itu.

Shit, lebih-lebih dari perek nih ternyata gatelnya ni polwan, erang Billy seraya melompat kalap menindih Cassy. Cassy pun seketika mendesah-engah tak karuan. Sebagai band leader, tentu saja Billy punya hak untuk menodai serta menancapkan kejantanannya pada tubuh mulus tanpa cacat Cassy terlebih dahulu. Cassy masih sibuk menggeliat sambil berusaha melucuti bajunya sendiri kala Billy bak kesetanan menjilat-jilat serta mengecup leher dan wajah sang Gadis. Billy menyergap bibir Cassy, Cassy pun menyambutnya dengan gigitan gemas serta belaian lidah yang saling beradu-adu.

Dalam kuncian French Kiss Billy, akhirnya Cassy berhasil melepaskan baju seragam polisi berikut balutan bra 34 B hitam miliknya yang menutupi dada. Mungil dan mengeras kencang, kondisi puting payudara cokelat muda Cassy saat itu. Dengus napas serta kejat-kejat tubuh sang Polwan pun semakin menggila kala pagutan Billy berpindah dari mulut menuju ke area bukit kembar. Billy menghisapi puting susu Cassy layaknya bayi kehausan yang khusyuk meneteki ibunya. Terlihat adil buah dada kanan dan kiri liar Billy mainkan, memutar-mutar lidah di sekitaran areola serta menggigit-gigtnya lembut membuat Cassy kian terangsang hebat.

Hhhhhahh~ Luap birahi Cassy melonjak. Kedua tangannya bergemerisik pelan membuka sabuk serta rok dinasnya yang sudah tersingkap berantakan. Seperti di bimbing, sapuan lidah Billy pun terus turun ke bawah ke area intim yang seharusnya Cassy jaga kehormatannya sebagai gadis belum menikah. Selintas, Billy mengusap-usapkan indera pengecapnya di pusar Cassy, membasahi perut rata dan seksi sang Polwan hingga ia mengulet-ulet kegelian. Sampailah kini vokal plus gitaris bajingan Rabies itu pada daerah kewanitaan Cassy. Ditatapnya celana dalam hitam berpita Cassy tanpa sopan santun. Terselip segunduk pembalut tebal di sana menambali vagina.

Sebetulnya, di dekat panggung sore tadi Cassy sudah bilang pada mereka kalau dirinya tengah kedapatan tamu. Tapi, begundal-begundal haus seks ini kadung terburu nafsu ingin nyobain ngentotin polwan. Mereka tak keberatan dan sama sekali tak merasa jijik menggauli Cassy yang sedang palang merah. Well, Cassy sendiri sih senang-senang saja. Malah, libidonya lebih sering memuncak di kala ia sedang datang bulan. Maka, gadis centil itu pun hanya bisa terkikik manja saat Billy melolosi celana dalamnya. Dihempasnya kain mungil hitam ber-softex najis tersebut ke langit-langit, membebaskan gumpal daging vagina Cassy yang belahannya menganga kecil teteskan noda merah.

Slrrrrrph~

Tanpa ragu Billy menjilati bibir kemaluan Cassy. Diseruputinya cairan percintaan sang Briptu yang keruh bercampur darah kental penuh selera. Tubuh Cassy sekonyong-konyong melenting kejang dilecut kenikmatan. Kelopak matanya memejam. Lehernya mendongak keras. Apalagi, lidah hangat bajingan itu lalu menelusup ke dalam, seolah hendak mengorek-ngorek habis lendir gurih Cassy yang tersisa hingga kering.

Aaaahhh~ uuuuuh~ ssssh~ Ngngngaaah~

Slllrrppp slrrrrrp slrrrrppphhh slrrphh.,

Entotin gue, Billhh, c-cepetaaanh! Memek gue udah gak tahaan~

Billy tertawa cabul. Alih-alih menggagahi gadis itu pakai posisi missionary, ia malah memberi kode pada Cassy agar segera bangun dan menungganginya dengan posisi women-on-top. Berganti, kini Billy yang rebah berbaring di atas seprei sementara Cassy bersimpuh tegak menduduki di atasnya.

Cassy geliatkan pantat, berusaha pertemukan kepala penis Billy pada rekah vaginanya. Begitu tumpul kejantanan itu terasa, sang Gadis pun perlahan bergerak turun, menyatukan tubuh mereka. Lubang kewanitaan Cassy yang elastis mungil terkuak bulat kala perlahan-lahan menelan batang kekar berurat Billy yang kini berada dalam kekuasaannya. Haaaaaaahhhh! desah binal Cassy menguar pecah kala tombak kejantanan itu tenggelam sepenuhnya, menyesaki rongga vagina. Sungguh panjang dan kaku, menusuk hingga pangkal pintu rahim.

Ufffh, dalem banget inih bakal enak nih ngentotnya.

Merah darah menstruasi basahi peraduan kelamin mereka, timbulkan sensasi mistis. Cassy mulai memompakan panggulnya. Ia naik-turunkan bongkahan pinggulnya yang seksi dengan gerak begitu cepat dan amat menggelora, hingga suara benturan tubuh mereka sayup bergema. Melompat-lompat ibarat cowgirl menaiki kuda rodeo.

PLAK! PLAK! PLAK! PLAK!

Lumuran darah kental tampak membaluri penis Billy yang tengah digenjoti Cassy. Menetes-netes sampai menodai kasur. Namun, dua insan itu tak peduli. Rasa lezat yang dihasilkan akibat pergesekan kelamin cukup membuat lupa diri.

Errrrghh! Arrrggh! Ouhhh! Setaaanh,

Billy mengerang-erang sarat kenikmatan saat Cassy sekenanya merubah gerakan. Kini, pinggul polisi seksi itu bergoyang memutar-mutar bagaikan tengah mengulek bumbu masakan. Batang kebanggaan Billy yang tercekik hangat dicengkrami otot-otot kemaluan Cassy, serasa dipelintir-pelintir. Ia menggeram, tak kuasa menahan impuls-impuls ejakulator.

Aaarggh! A-Ampun, Bu Polisi Gue gak tahaaaan~

Heheheh~ salah sendiri, bad boy, kamu minta di bawah, hihihi, Cassy mengikik genit, berderu desah menyiksa kemaluan Billy. Nanggung, ah. Rasain, nih, gasakan maut gue!

Cassy merubah tarian pinggulnya menjadi pola maju-mundur. Seperti gerak mengampelas kayu, makin menyetrum dahsyat saja kenikmatan yang diterima oleh Billy. Ia berharap tulang kontol-nya tidak patah akibat kebrutalan pinggul Cassy. Cucuran darah gelap semakin deras saja mengalir dari celah kewanitaan sang Polwan.

Melihat band leader-nya disiksa penuh kenikmatan, Jovan dan Danto pun gelisah tak karuan diserang hawa nafsu. Mereka sontak bangkit berdiri dan bergrasa-grusu ria melucutui pakaian sendiri hingga telanjang polos. Dua batang kontol kekar tegak menjulang, mendekati arena persetubuhan, dimana Billy tengah dipecundangi Cassy tanpa ampun.

Jovan dan Danto beringsut ke kanan-kiri Cassy, meyodorkan lonjor kelaminnya yang berkepala licin. Cassy pun segera meraup dua batang keras ituoleh kedua tangan, menggengamnya erat seraya sesekali mengocok serta memilin-milin. Sambil terus menggoyangkan panggul menggasaki penis Billy yang telentang tak berdaya di bawah, sang Polwan menarik cepat dua batang kejantanan yang kini mengepungnya agar mendekat, supaya ia bisa mengulum serta menjilat-jilat secara liar bergantian lampiaskan syahwat berahi.

Aassssshh, fuck!

Gila isepannya ni cewek. U-udah biasa ngulum kontol ya, mbakhh, ah!

BLARRRRR!!!

Gemuruh suara petir bergaung sayup di luar sana. Deras air hujan terdengar nyaring basahi landai kota. Sesuatu yang aneh pun lamat-lamat muncul merayap. Gonggongan anjing. Ya, gonggongan anjing. Bertalu begitu dekat seakan ada di depan teras rumah ini. Namun, tampaknya keempat manusia dimabuk hasat itu tak menyadari. Tak henti lanjutkan aksi bejat perzinahan.

UOOOOOH!

Billy meraung hebat kala benteng pertahanannya hancur seketika. Dalam cengkeraman otot-otot kemaluan Cassy yang bergoyang-goyang seksi, liang penisnya seketika meledakan lahar-lahar panas penuhi rongga keintiman sang Gadis. Gumpalan sperma bercampur kentalnya darah, muncul dari sela-sela penancapan dua alat kelamin. Cassy tersenyum sarat kemenangan. Mendesah-desah atur nafas rasai hangat lendir banjiri ruang kewanitaan.

Hwaaah, payah, baru gitu aja udah nge-crot! Gadis bermata bulat itu mendengus binal. Ayo, siapa lagi yang mau entotin memek gue? Belom nyampe, niiih~

————————-
Love is like a never ending melody,
Poets have compared it to a symphony,
A symphony conducted by the lighting of the moon,
But our song of love is slightly out of tune….

Once your kisses raised me to a fever pitch,
Now the orchestration doesn’t seem so rich,
Seems to me you’ve changed the tune we used to sing,
Like the bossa nova love should swing….

Magical. Begitulah kesan Rara untuk harinya yang ia lalui saat ini. Seperti mimpi saja dirinya menghadapi kenyataan bahwa kencan pertamanya bersama Azril begitu indah. Mereka tak terlihat layaknya sepasang muda mudi baru kenal yang canggung menjalani malam. Rara merasa, ia dan Azril begitu klik. Mulai dari pembicaraan, tatap mata, sentuhan tangan, canda tawa serasa suami istri yang telah lama menikah. Ah, apakah ini yang namanya jodoh? Rara berharap demikian. Ia mencintai Azril. Siap lakukan apa pun agar bisa dekat dengan dirinya sepanjang hayat.

Suka, kafenya Ra? Azril bertanya lembut seusai meneguk gelas anggurnya. Cahaya lampu nan romantis menyinari wajahnya yang tampan. Aku sering ke sini tiap malam minggu meski nggak punya pacar, hahaha.

Rara tersenyum menyindir. Serius? Dateng ama siapa?

Sendiri. jawab Azril singkat.

Hah, kok? Nggak ngebosenin, emang? Alis Rara terangkat, heran. Azril pun menanggapi dengan gelengan kepala.

Aku lebih nyaman sendiri. Entahlah, dari dulu emang kayak gitu.

.

Tapi semenjak ketemu kamu kayaknya dateng berdua kerasa lebih enak. You change my life, Ra. Ada banyak yang berubah di hati aku akibat kehadiran kamu. bisik Azril.

Rara hanya bisa termegap sesapi gelas wine-nya mendengar tuturan Azril. Degup jantungnya berdetak keras, dipermainkan oleh sinyal-sinyal asmara yang terlantun dari mulut sang Lelaki.

Well, okay. Kayanya ini gelas terakhir, ya, Ra. Abis ini aku anter kamu pulang. Kamu harus istirahat, ya. Pokoknya, jangan sampe kerjaan kamu keganggu gara-gara aku.

Patuh, Rara mengangguk. Ia sodorkan gelasnya pada Azril untuk dipenuhi kembali.

————————-

PLAK! PLOK! PLAK! PLOK!

Ouh ah ahh yesssh!

PLAK! PLOK! PLAK! PLOK!

Uh ouffh ahh sssshhh~

Cassy masih belum selesai dengan urusan birahinya. Ia pergunakan sisa-sisa staminanya untuk melonjak-lonjak kencang tumbuki badan sesosok lelaki yang pasrah telentang di bawah. Lubang vaginanya tertancap lekat, hasilkan gesekan-gesekan geli cambuki syaraf seksual. Bedanya, batang penis yang ia tunggangi sekarang bukanlah milik Billy. Band Leader Rabies tersebut kini tersungkur lemas di sisi sofa pulihkan ereksi. Knock out.

Giliran Jovan berbaring resah di permukaan kasur. Kain seprei putih sudah kotor berantakan diluberi bercak-bercak merah noda darah datang bulan Cassy. Polwan cantik itu lalu mengangkat tangan. Mengaduk-aduk pinggul sambil meremas-remas rambut secara sensual. Terpejam erat berdesah seksi iramakan getar kenikmatan. Pemandangan buah dada Cassy yang sungguh erotis, dibarengi jepit otot vagina ketat mengurut, jelas membuat sang Pemuda gelagapan. Beruntung, Dhanto yang nanar tak sabar sekonyong-konyong muncul memberi bantuan. Didorongnya raga Cassy dari belakang hingga perempuan tersebut menelungkupkan diri di atas Jovan. PLAK! Dhanto menampar bongkahan pantat Cassy. Dikuaknya lebar-lebar celah bagian bokong itu hingga tampak titik lubang pembuangan sang Gadis berkedut-kedut manja mungil menghitamkontras dengan kulit cerah miliknya.

Aku entot bool-nya ya, Say. Udah gak kuat nih pengen cicipin body kamu,

Cassy pun hanya berlenguh acuh sembari sibuk menggenjoti penis Jovan. Merasa diberi izin, Dhanto pun lalu memposisikan lurus tugu zakarnya. Ditusuknya liang anus kepunyaan polwan cantik itu dalam-dalam. Untungnya, si drummer gimbal ini telah melumuri batang keintimannya dengan lubricant gel. Jadi, tiada rasa sakit menerpa dubur Cassy. Yang ada, cuma gesekan legit memperkuat daya stimulus pada gelora hasrat Cassy.

Aaaaaah~

Cassy memekik. Kini, kondisi tubuh gadis itu praktis terjepit jalang di antara dua pria, alias sandwiched. Dua ceruk selangkangnya sesak terjejali batang-batang laknat milik personel band rising star tersebut. Secara bersamaan, Jovan dan Dhanto bergerak kompak menyodok-nyodok pekakas kelamin mereka. Hangat dilengketi darah bercampur cairan cinta area peraduan genital ketiganya, banjir berdecak-decak beralun desahan.

Claph clakk clokk.. clappp

UUUUH! Hhhh hhh hhh lo semua bangsaaath, hhh.. hhh hihihih~ m-masa aparat hukum dilecehin k-kayak ginii sihh aaaaaashhh~ racau Cassy menggila. Sumpah serapah lantangnya melontar-lontar lacur tak kuasa menahan gempuran lezat nan menggelitik.

Anjinghh anjinghh anj-JING! AAAH! Enak banget, sumpaaahh~ dicabulin kaya giniih~

Claph.. clakk clokk.. clappp

G-Guah tangkep lo semuaaah hhh.. hhh hhh gua cidukhhh d-dengan tuduhan memperkosa polwanh ampe keenakanhhh uuuuuuuhs~ Leher Cassy mendongak nikmat.

Clakk clokk clakk clokk clap claph.

BANGSAT! Memek guah pengen pipisssh! B-Buruan! Entoth yang kenceng, Babyyyyhhh~

Dan, hanya butuh dua menit saja Jovan dan Dantho membuyarkan resistensi perpuncakan Cassy, hingga polisi cantik itu menyerah pada jeritan klimaks yang amat membahana.

OOOOOHHHHHHHHH~

Dantho bisa rasakan tubuh Cassy mengejang-ngejang hebat. Jovan pun mendapati batang penisnya seketika dicekik kejut oleh dinding-dinding keintiman sang Gadis. Semburan air hangat mengalir lebat. Cassy sukses mengompol enak pejamkan bola mata menengadah puas. Masih muncul terlihat sisa-sisa darah haid miliknya luruh bertetesan. Sama halnya Billy, kulit kemaluan Jovan pun kini berlumuran pekat merah. Orgasme yang sungguh berkualitas. Entah kalau wanita lain, namun bagi Cassy, saat-saat menstruasi adalah momen dimana syahwat libidonya tengah berada di pucuk-pucuknya.

Slak.. Splakk cplakkk.. splakkk

Cassy meringis. seakan tak ada jeda istirahat buatnya. Jovan dan Dantho masih lanjut memompakan panggulnya mengintimi penegak hukum jelita berpangkat briptu tersebut. Dengan ganas, Cassy pun melumat bibir Jovan yang ada di bawahnya, sementara Dantho sibuk menampar-nampar pantat bulat sang Gadis sembari menelusuk lubang anal. PLAK! PLAK! PLAK! Tubuh Cassy yang mulus bak porselen tampak elok bersinar diterpai cahaya remang. Cucuran licin keringat semakin lembab tambahi indahnya. Cassy terengah, panas terapit dinodai dua kuda jantan bertenaga.

Clappp clapp clapp clappp CLAPPP.

“Fuck! Gua pengen bucat!” terdengar erangan Dantho yang amat bersemangat menggenjot dubur Cassy. Jelas saja, karena rasanya begitu legit nan sempit.

“Gue juga, anjinghh! Peret bangeth ni memek! Aaaaaah~” sahut Jovan di ujung desakan letup kelamin.

Akhirnya, bak serigala lapar menggapai utuh purnama, mereka pun melolong-lolong bersamaan rengkuhi surga. Lahar-lahar putih kental, jenuh memenuhi kedua lubang kenikmatan Cassy yang tampak bulat menguak. Rongga anus serta mulut rahim miliknya berdenyut hangat. Polwan itu merajuk, berdesis manja simpulkan seutas senyum kebengalan. Ya ampuunh, banyak bangeth sih pejuh kalian? Awasssh, tar bijinya keringhh, hahahah!

Dantho dan Jovan segera mencabut batang pelir nistanya dari tubuh Cassy. Tertawa penuh ejek mulut Billy melihat kedua partner in crime-nya tersebut jalan sempoyongan gegara lemas di lutut. Billy serentak bangkit dari sofa dan maju menghampiri Cassy. Burung Elang perkasanya sudah siap tegak kembali inginkan kehormatan sang Gadis.

Masih kuat ngentot, Babe? Gue masih pengen, nih.

Cassy berdesah panjang. Hhhhh, kuat lah. Ucapnya, serius. Tapi sepreinya ganti dulu, napa? Udah kacau banget ini. Gak enak.

Billy melempar kaleng bir Heineken yang kosong di tangannya. Memang, kain penutup ranjang itu sudah kotor berantakan, oleh cairan kelamin, ceceran darah mens, keringat, tumpahan bir, pipis enak Cassy serta lendir-lendir tak jelas lainnya. Ia lantas berteriak.

To! Ambil seperei baru di tempat cuci, gih! Lu ngewe ampe brutal banget gini woi!

Dantho pun buru-buru melangkah malas menghilang ke arah dapur.

Woi, Bil, ini anjng siapa sih? Dari tadi berisik banget! Tiba-tiba, Jovan berceletuk.

.

Semua orang yang ada di ruangan tersebut diam seketika. Benar terdengar suara-suara anjing menyalak. Sebagian terasa jauh sayup terdistorsi bunyi hujan deras, sebagian lagi gonggonggannya terpatri dekat seolah-olah area halaman rumah tengah diserbu sekelompok anjing liar. Namun, Billy berlengos acuh tak peduli. Apa anehnya anjing menyalak serta meraung-raung di malam hari?

Hahaha, santai aja, lah, Van. Lo ngentot garang, ama anjing takut, hahaha. bahak Billy sebelum ia menyentuh wajah Cassy, mengangkat dagu bom seks ber-casing polisi itu lalu memagut bibir saling berliur secara panas.

————————-

Gemuruh petir menggema kencang timbulkan getaran halus. Pecahan kilat menyambar sekilas terangi kamar perlihatkan cahaya silau. Rara sudah tiba di kamar kosnya sebelum pagi buta menjelang. Azril mengantarnya pulang, dan ia meninggalkan bunga-bunga cinta di dada Rara.

Rara melangkah bahagia keluar dari kamar mandinya yang menguap begitu hangat. Tubuhnya berbalut sehanduk tipis berwarna pastel lingkupi keindahannya yang menarik banyak pria. Ia hendak berjalan mendekati ranjangnya yang nampak membentang nyaman. Namun di depan jendela, kaki jenjangnya terhenti serta merta.

Guyuran air hujan menghantam begitu keras kaca jendela hantarkan suara berisik. Terlihat jelas, percikan-percikan air yang seperti ingin menerabas masuk. Hmmmph, Rara menghela napas. Handuk tipisnya berlahan terjatuh saat wanita berparas elok itu sedikit berjinjit menutup gorden. Belahan pantatnya yang mulus kencang, tersingkap seketika. Rara sama sekali tak merasa terganggu. Selain karena ia hanya sendirian di kamar, gadis itu pun sudah biasa tidur di malam hari telanjang bulat tanpa busana apa pun.

Usai menutup tirai, Rara lantas berbalik dan hempaskan badannya di atas ranjang. Berlahan, ia mulai tergoda untuk menyentuh diri dan bermain-main kecil dengan organ-organ intimnya. Uhmm, salahkan Azril! Kenapa ia terus gentayangan di kepalaku membuat fantasi-fantasi liar berbuncahan? Itulah yang Rara pikir, sebagai alibi.

Rara mulai terpejam dengan raut tersiksa kala tangan kirinya merayap nakal meremas-remas gunduk payudara, sementara yang lain menyelinap ke bawah telusuri helai-helai rambut kemaluannya yang terbilang lumayan lebat. Dua jarinya menekan-nekan bukit vagina, dimana kelentit mungilnya tersembunyi di celah sana.

Uuuuhhh~

Rara merengek kecil, kala tangan kanannya mulai menggesek-gesek. Ia memang masih perawan, tak berani menelusupkan jari jauh ke dalam. Namun, merangsang klitoris seperti ini pun sudah cukup baginya. Sudah bisa membuat Rara terkencing-kencing nikmat penuh kepuasan.

Ada selimutan hawa hangat nan ganjil berkisik saat itu, tapi Rara terkadung karam dengan kegiatan privasinya. Remasan-remasan tangan kiri di buah dadanya semakin liar, seakan menggiring sekujur badan seksinya untuk mengejang-ngejang pelan tak terkendali. Rasa geli pun mulai menghantar di bawah sana. Rara merasa daging bibir kemaluannya berkedut-kedut geli. Deru nafasnya semakin berat. Hingga semua berakhir kala tubuh polwan cantik tersebut tiba-tiba melenting hebat lampiaskan segala hasrat.

Ooooooohhhh~

.

Sunyi seketika. Sampai Rara terpejam tanpa sadar dibuai nyanyian anjing-anjing malam.

————————-

Blaaaaaaahh,

Jovan terbangun dari tidurnya yang kurang nyenyak di atas karpet. Hanya beralas segulung bantal buluk, sama sekali tiada mimpi indah yang ia dapatkan di kepalanya. Hanya pegal-pegal dan sakit punggung mendera. Setengah mengantuk, pemuda itu bangkit dan melangkah gontai menuju kamar mandi. Entah pukul berapa ini, yang jelas, langit masih bentangkan tabir gelap namun hujan sudah berhenti. Bersambat gerimis-gerimis kecil, sepertinya.

Jovan tak perhatikan kondisi sekeliling. Jelajah matanya masih agak memburam kumpulkan kesadaran. Anehnya, sekaleng bir di atas meja dapur masih ia kenali. Tangannya pun segera mencantol minuman lucu itu, lalu meneguknya perlahan-lahan sembari terus melangkah.

Tiba di kamar mandi, Jovan berdiri tegak di depan closet. Tak perlu membuka celana, karena kondisinya sekarang pun masih bugil bak pelancong nudis di luar negeri. Meriam kejantanannya yang besar teronggok layu kelelahan dihajar seks semalam. Hidungnya mengendus-ngendus basah ketika penisnya mulai keluarkan air seni. Ada aroma apa ini? Bau-bau aneh? Seperti bau binatang, kah? Bah! Ini kan kamar mandi, anyways. Mungkin aja si Billy ato Dantho kencing kagak disiram!

Brak!

Telinganya mendengar suara keras. Sayup, namun jelas seperti suara pintu dibanting, atau diterabas. Jovan pun segera keluar begitu selesai buang hajat sambil mengucek-ucek mata. Namun, secara mendadak langkahnya terhenti. Di depan dirinya kini, berdiri sesosok binatang aneh yang menatapnya penuh kebuasan. Jovan ternganga tak percaya melihat sosok itu. Besar, berbulu lebat kecokelatan, menyeringai ganas pamerkan gigi-giginya yang meruncing tajam teteskan air liur. Disebut aneh karena binatang itu sebetulnya berwujud seperti anjing liar, namun berdiri tegak layaknya manusia. Dengus nafsnya terasa menghembus panas mengenai syaraf-syaraf kulit si Pemuda, rindingkan tubuh. Sekilas ia menduga Billy atau Dhanto tengah berlaku iseng, namun

What the

AAAAAAAA

Sekeras mungkin, Jovan menjerit. Badannya mengejang penuh keterkejutan kala tiba-tiba makhluk berbulu berkepala anjing itu mencekik lehernya dengan sebelah tangan! Kuku-kukunya yang tajam menimbulkan rasa sakit nan teramat sangat di tubuh sang Pemuda! Begitu kencang dan brutal, sampai-sampai Jovan tak sanggup bernafas lagi hampir pingsan. Cekikan tangan itu semakin kuat. Kuku-kukunya yang tajam menusuk ketat. Bola mata Jovan pun membelalak tenggelam kala lehernya mulai pecah. Darah segar mengucur deras dari sana. Berteteskan membercaki lantai dapur yang putih.

Makhluk itu melepaskan cekikannya. Jovan terjatuh menghempas dengan kondisi leher hampir terputus. Darah terus membanjir menggenangi lantai. Tersapu-sapu oleh gulingan pemuda tersebut yang terkejat-ngejat sekarat kehabisan darah.

Luna est dominae, volkodlak malorum Artes et perditae, lycan incarnatus

Luna est dominae, volkodlak malorum Artes et perditae, lycan incarnatus

Rota, vita, mara, vena

Mare, dracul, morte, vita

Rota, vita, mara, vena

Mare, dracul, morte, vita

————————-

Siang, Ra udah sarapan?

Rara yang saat itu tengah serius membaca artikel berita di depan komputer tersentak pelan. Sambil mengerjap-ngerjapkan mata, ia menoleh ke arah sumber suara. Rupanya, Iptu. Danny Rezaldi, berdiri kaku tepat di dekatnya. Menatapnya tajam dingin tanpa ekspresi.

Sekotak kecil donat berwarna-warni mendarat di meja Rara. Aihh~ sungguh baiknya om om detektif sombong ini, batin sang Polwan. Tersenyum manis, Rara pun mengucapkan terima kasih.

Tsk, emang gak bisa senyum ya kali nih orang. Lahir dari bongkahan kutub es kali, ya, tanggap Rara begitu Iptu. Danny langsung ngeloyor pergi tanpa berekspresi secuil apa pun.

Hari sudah menjelang siang kala Rara tiba di tempat kerjanya. Kantor kepolisian sektor, yang tidak berjarak begitu jauh dari rumah kost-nya. Suasana menghening sepi dan sedikit tak bergairah di dalam sana. Karena hari libur, mungkin? Entahlah. Namun memang ada satu yang kurang. Kemana Briptu centil satu itu? Bukankah Cassy juga seharusnya piket hari ini?

Rara menguap acuh. Untuk apa juga peduli dengan polwan berprestasi semodel dia? Ya, prestasi menggoda-goda ganjen pimpinan dan membuat skandal-skandal tak perlu bercinta dengan suami orang. Pelakor, kalau Rara ingin menggunakan istilah kasar pada rekannya.

Rara mengambil sebuah donat bermeses hijau kemudian menggigitnya sepenuh hati. Di saat itulah ia mendengar pintu ruangan Pak Heri terbuka dari kejauhan. Suara beratnya menggaung-gaung. Ia tengah berbicara dengan Iptu. Danny, sepertinya.

Suara obrolan itu semakin dekat. Rara sama sekali tak tertarik dan meneruskan aktifitas membaca beritanya. Namun, serta merta ia terduduk sigap kembali tatkala komandannya itu muncul di balik meja. Dan, berbisik penuh kehati-hatian pada Rara.

Ra, kamu tau Cassy ada di mana? Kok, dia belum dateng, ya? tanya Pak Heri sambil melongok-longok ke arah pantry, memastikan Iptu. Danny yang sedang beringsut ke sana menyeduh kopi tak mendengar.

Rara menggeleng pendek. Uhmm, enggak, Pak.

Ini saya telepon kok nggak nyambung-nyambung. Kemana sih tu anak?

Rara mengangkat bahu. Berusaha tampilkan mimik kebingungan meski dirinya betul-betul tak peduli. Tampak raut wajah AKP. Heri berkerut serius. Tapi, ah Rara pikir, lebih layak dikatakan kesal menahan birahi ketimbang serius. Mungkin sang Pimpinan ini merasa jenuh kehilangan tukang servis pribadinya.

Pak Heri menarik napas. Terakhir dia bilang, sih katanya mau ke tempat temen-temennya dulu. Basecamp band Rabies apa lah namanya? Dia lapor kemaren malem. desisnya garuk-garuk kepala.

Temen-temen? Huh! Keliatannya baru kenalan kemaren doang, kok. benak Rara sinis. Udah mau-maunya tu cewek langsung di bawa pergi. Masih pake baju dinas, pula. Malu-maluin!

Ra?

Eh? I-Iya. I-iya, Pak. S-saya juga nggak tau, Pak, dia kemana. Rara terbangun dari lamunannya kala Pak Heri berkata sedikit keras.

Ehm, gini, Ra, Pak Heri terdiam sesaat. Kamu bisa gantiin Cassy?

Maksud Bapak??? Rara terbelalak nyalang.

Eh, bukan, hahaha. Maksud saya kamu bisa cari Cassy? Tolong samperin ke basecamp apa tuh namanya? Rabies? Ya itu lah. Kalo dia ada di sana, tolong jemput. Suruh dia menghadap saya hari ini juga, oke?

Siap, Pak.

Pak Heri menyerahkan segantung kunci pada Rara. Pake mobil dinas yang Nissan Almera di tempat parkir sebelah mobil saya. Cepetan, ya, Ra. Kalo perlu, nyalain sirine. Udah tegang, nih, dari tadi.

Maaf, Pak? Rara memicingkan mata.

Maksud saya, udah siang.,,,,,,,,,,,

Related posts