Paijo Dan Cak Toyib

Spoiler: Susi

Pagi itu, saya ngantor seperti biasa, bukan kantor layaknya pegawai berseragam, yang saya maksud kantor di sini adalah warung kopi tempat nyangkruk biasanya. Saya menyebutnya kantor karena saya juga berseragam, seragam hijau khas ojek online. Di sana sudah ada rekan saya, lelaki berusia empat puluhan, saya biasa memanggilnya cak toyib, bukan karena dia tidak pulang-pulang setelah dua kali lebaran, tapi ya memang itu namanya.

“Ga narik cak?” sapaku ketika melihatnya tak memakai seragam.

“Nggak, Jo. Lagi gak mud” balasnya santai sembari menyeruput kopinya yang tinggal setengah. Saya hanya mengangguk maklum, bagi orang seperti kita pekerjaan memang cukup fleksibel, bisa dijalankan sesuka hati.

Saya duduk di sebelahnya, memesan kopi juga, sebelum mengeluarkan sebungkus rokok. “Rokok, cak?” tawarku menyodorkan sebungkus rokok yang masih utuh.

“Sek onok, Jo” balasnya dengan mengeluarkan sebungkus rokok lain dari sakunya. Maka saya mulai menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya dalam-dalam, ia pun demikian. Rokok yang menyala adalah awal obrolan ngalor-ngidul yang biasa kita lakukan. Hingga tak lama kemudian muncullah rekan kita satunya, lelaki berumur tiga puluh tahunan bernama Anton.

“Paijo, my man, gimana kabarnya? Masih jomblo?” sindirnya seperti biasa. Diantara kita bertiga, memang hanya saya yang belum menikah, bahkan pacar pun belum punya. Tapi saya masih merasa santai karena usiaku paling muda, baru menginjak seperempat abad.

“Piye kabare bojomu, Ton?” cak Toyib yang balas bertanya, alih-alih saya. Karena saya sendiri sebenarnya cukup malas menanggapi pria yang satu ini.

“Sehat, cak. Susune tambah gede” guraunya dengan nada sombong. Saya sampai sekarang belum paham pemikiran pria ini, sering sekali dia membanggakan istrinya yang saya akui memang cantik dan seksi itu. Tapi ya ngapain juga dipamer-pamerkan seperti itu, kayak pamer piala lomba aja.

Setelah basa-basi beberapa saat, Anton pun berpamitan karena hendak narik. Berbeda dengan kita, Anton menunggangi roda empat, meskipun jaket kita sama-sama hijau tapi beda tunggangan, ya maklum saja karena Anton sebenarnya memang berasal dari keluarga kaya. Karena malas bekerja, maka dengan senang hati dia mengambil pekerjaan yang baru muncul akhir-akhir ini, itu pun hanya sambilan saja karena pekerjaan utamanya mewarisi usaha kuliner dari orangtuanya.

Sepeninggal Anton, saya melanjutkan obrolan dengan cak Toyib. Melanjutkan topik sebelumnya sekaligus ngrasani Anton. Sampai sebuah panggilan narik menghampiri hape saya, dengan berat hati saya harus meninggalkan kantor dan memenuhi panggilan pelanggan.

###

Sepanjang perjalanan pulang ke kos, saya teringat perkataan cak Toyib tadi. Semua orang itu punya kelebihannya masing-masing. Kalau Anton itu kelebihannya kaya, kalau saya menurut cak Toyib itu lebihnya di pinter. Tapi saya masih belum paham, saya ini pinter darimananya. Kuliah aja molor terus, apalagi setelah kedua orangtua saya meninggal, saya jadi males ngapa-ngapain. Terus saya memilih merantau ke kota lain untuk mengadu nasib, menolak tawaran dari om saya untuk tinggal bersamanya, malah ngekos di tempat seadanya dan terkadang pusing mikirin duit yang tidak pernah cukup. Untungnya semenjak ada pekerjaan ojek online ini saya jadi punya duit cukup dan bisa konsisten bayar kos tepat waktu.

“Baru pulang, Jo?” sapa pak kos ramah, dulu sebelum saya konsisten bayar kos ya nggak kayak gini perlakuan beliau.

“Iya, pak” balasku singkat sambil tersenyum basa-basi. Motor saya parkir di depan kamar kos, kemudian saya merebahkan badan yang cukup pegal setelah narik seharian.

Belum ada lima menit, sebuah pesan dari cak Toyib datang, isinya mengajakku ke rumah Anton karena ada semacam syukuran darinya, entah syukuran apa. Meski agak malas, tapi saya tetap beranjak dari kasur untuk memenuhi panggilan itu, bukan karena Anton tapi saya nggak enak sama cak Toyib.

Rumah Anton ada di salah satu perumahan elit di kota itu. Begitu sampai, motorku kuparkir di halamannya yang luas, bersebelahan dengan motor cak Toyib yang sudah ada di sana. Saya segera melangkah masuk ke dalam rumah, yang ternyata hanya berisi dua orang, tiga jika ditambah dengan saya.

“Lho, Anton mana cak?” tanyaku setengah berbisik, karena yang ada di sana hanya cak Toyib dan istri Anton yang bernama Susi. Seperti biasa wanita cantik itu hanya memakai kaos lengan pendek dan celana pendek di atas lutut, memamerkan pahanya yang putih mulus.

“Iya, aku juga penasaran kok tiba-tiba kalian ke sini, kata cak Toyib disuruh suamiku” sahut Susi yang sama bingungnya denganku. Kulihat cak Toyib malah santai-santai saja sembari memandangku penuh arti.

Jadi gini, Sus. Si Paijo ini kan mesti berantem sama Anton cak Toyib membuka percakapan.

Lho, berantem kenapa cak? sahut Susi, sementara dahiku mengkerut karena saya tidak merasa demikian.

Kata si Paijo ini susumu itu nggak asli, Sus ceplos cak Toyib dengan santainya, saya terperanjat setengah mati karena takut terjadi keributan. Maka dengan spontan saya menggoyangkan kedua tangan untuk memberikan tanda penyanggahan.

Ini asli kok, Jo balas Susi sembari memegang kedua payudaranya yang masih terbalut kaos.

Nah, makanya biar dia percaya, suruh pegang sendiri aja, Sus tambah cak Toyib, membuatku semakin kelabakan, sementara Susinya malah manggut-manggut saja.

Iya deh, sini pegang sendiri Jo kalau nggak percaya dengan cuek Susi membusungkan dadanya kepadaku, membuatku salah tingkah sendiri. Akhirnya dengan perlahan saya memegang kedua gumpalan di dadanya yang montok itu, sementara cak Toyib hanya menahan tawa.

Meski sering melihat film bokep, tapi itu pertama kalinya saya memegang daerah pribadi seorang wanita. Ternyata rasanya sungguh kenyal dan susah digambarkan dengan kata-kata. Bahkan secara spontan, saya tidak hanya memegangnya, melainkan meremasnya juga.

Gimana? Asli kan? ujar Susi tiba-tiba, memecah konsentrasiku yang sedang asyik menikmati susunya.

I,,iya, asli kok mbak balasku agak terbata, dengan terpaksa saya mesti mengakhiri kenikmatan itu. Cak Toyib tertawa terbahak, kemudian dia mengajakku berpamitan pulang. Dalam perjalanan pulang, dia kembali memberi petuah bahwa setiap orang memiliki kelebihan masing-masing, kali ini saya sedikit mengerti.

###

Beberapa hari berselang, sebuah ide melintas di kepala saya. Kali ini saya berangkat sendiri ke rumah Anton, tanpa ditemani cak Toyib. Karena hari masih siang, tentu saja Anton tidak ada di rumah dan sedang narik. Setelah mengetuk pintu tiga kali, Susi membukakan pintu dan menyambut kedatangan saya dengan ramah.

Tumben sendirian ke sini, Jo? ujarnya setelah mempersilakan saya duduk di kursi ruang tamu.

Iya nih, mbak. Saya mau konfirmasi soalnya balasku sok misterius.

Konfirmasi apaan Jo? tanya Susi penuh selidik.

Jadi gini, mbak. Katanya mas Anton, setiap berhubungan intim dia selalu sukses membuat mbak KO, apa itu benar mbak?

Enak aja, justru dia yang selalu KO potong Susi sebelum saya selesai bicara. Aku pake tangan doang aja sudah bisa ngalahin dia tambahnya lagi berapi-api. Sementara itu adik kecil saya sudah mulai menegang akibat melihat pahanya yang mulus dan belahan dadanya yang mengintip dari balik tanktop.

Masa sih mbak? tambahku dengan nada setengah tidak percaya.

Ayo ikut aku kalau nggak percaya, biar aku buktiin balasnya masih berapi-api. Dia mengajakku masuk ke ruang tengah, setelah menutup pintu depan.

Wanita itu duduk di sofa panjang yang ada di ruang tengah, tangannya melambai memberikan isyarat agar saya duduk di sebelahnya. Meski sudah mempersiapkan kemungkinan ini, tetapi saya masih saja merasa gugup, apalagi kalau tiba-tiba Anton datang.

Buka celanamu perintahnya begitu saya duduk di sebelahnya. Saya agak heran dengan pasangan ini, suami dan istri sama-sama aneh pemikirannya. Tapi saya tetap menuruti perintahnya itu, dengan sekali tarik maka terlepaslah celana dan boxer saya, menyisakan adik kecil saya yang mulai menegang.

Tanpa basa-basi Susi segera mengelus adik kecil saya, sentuhan tangannya yang lembut membuat adik saya semakin menegang. Apalagi posisi Susi yang agak menunduk membuat saya bisa melihat belahan dadanya lebih jelas. Sungguh putih dan ranum sekali susunya, saya taksir ukurannya mungkin sampai 36C atau malah 36D.

Secara spontan saya mendesah sendiri akibat permainan tangan Susi yang semakin liar. Kali ini adik kecil saya dikocok sedemikian rupa, dengan irama yang naik turun, alhasil adik kecil saya pun menegang sempurna dengan dikelilingi urat berwarna kehijauan.

Gede juga punyamu, Jo komentar Susi memecah desahan teratur saya. Padahal ukuran saya hanya sekitar 15-16 cm.

Masa sih mbak? tanyaku tidak percaya.

Iya Jo, lebih gede dikit dari punya suamiku balasnya cuek. Saya lihat raut wajahnya sedikit berubah, mungkin dia mulai dirundung birahi.

Mana nih mbak, kok belum KO juga sahutku untuk memanasi keadaan, padahal waktu baru berjalan beberapa menit.

Iya nih, kuat juga kamu ujarnya agak bingung, saya merasa cukup puas dengan jamu yang telah kuminum sebelumnya.

Pake mulut aja coba, mbak tambahku agak ragu-ragu.

Iya deh balasnya singkat, membuatku girang dalam hati. Sementara dia mulai berpindah posisi, tidak lagi duduk di sebelahku, kini dia berjongkok di hadapanku.

Tanpa membuang waktu, Susi segera memainkan adik kecilku dengan tangan dan mulutnya. Berdasar tayangan porno yang sering saya simak, rupanya Susi cukup mahir melakukan oral. Berbagai gaya dan teknik oral yang ada di film biru bisa diperagakan dengan lihai oleh Susi, membuatku kesusahan menahan gejolak birahi yang semakin meninggi. filmbokepjepang.com Apalagi itu pengalaman pertama saya merasakan kenikmatan seperti itu. Beberapa menit kemudian, desakan di dalam adik kecilku sudah tidak terbendung, bersamaan dengan desahan puas dari saya, adik kecil saya menyemburkan cairan putih kental ke dalam mulut Susi. Cukup banyak nampaknya sampai wanita itu tersedak dan membuat cairan itu merembet keluar dari mulutnya.

Maaf, mbak. Baru pertama soalnya jadi nggak bisa ngontrol ujarku dengan nada bersalah. Namun wanita itu hanya menggelengkan kepala dan memberi isyarat bahwa dia baik-baik saja. Kemudian dia bergegas menuju wastafel untuk berkumur dan membuang cairanku.

Gimana? Terbukti kan? ujarnya setelah kembali dari wastafel, membuatku kepayahan menahan tawa akibat kepolosan wanita itu. Saya mengangguk mengiyakan ucapannya, sebelum berpamitan pulang dengan perasaan cukup puas.

###

Esoknya saya menemui cak Toyib di kantor, dengan bersemangat saya menceritakan pengalaman kemarin kepadanya. Seperti dugaan saya, cak Toyib tertawa terbahak-bahak sembari menepuk bahu saya. Bener kan omonganku, awakmu iku pinter.

Kita pun membuka rutinitas cangkruk dengan hisapan rokok, tak lupa dengan secangkir kopi masing-masing, kopi hitam milik cak Toyib dan kopi susu untuk saya.

Sampean tau ngunu pisan ta, cak? saya membuka obrolan terkait cerita saya barusan. Cak Toyib menyelesaikan tegukan kopinya dulu sebelum menjawab pertanyaan saya.

Yo tau, Jo. Tapi biyen. Ambek wong liyo, duduk Susi balasnya sebelum mulai menghisap rokoknya lagi.

Lapo nggak ambek Susi, cak? tanyaku makin penasaran, semua lelaki harusnya tertarik dengan wanita seperti Susi. Gak enak ambek Anton ta cak? tambahku lagi sebelum dia menjawab.

Aku iki wes tuwo, Jo. Wes ora tertarik ngunu iku, bahagiaku yo ngene iki, ngopi, rokokan ambek cangkruk jelasnya dengan senyuman ramah andalannya. Saya hanya manggut-manggut meski tidak terlalu paham.

Tak lama berselang, yang dirasani datang. Bukan Anton, melainkan Susi. Meski ini bukan pertama kalinya dia datang ke warung ini, tetapi tetap mengejutkan kita. Biasanya dia datang bersama Anton, namun kali ini dia hanya sendirian, membawa mobil yang biasanya dibawa Anton narik.

Lho, Anton mana, Sus? cak Toyib segera menyambut kedatangannya dengan pertanyaan.

Ini aku baru mau nanya kalian balasnya terlihat agak bingung.

Loh, lah itu mobilnya kamu bawa. Orangnya mana? tanya cak Toyib lagi membuat Susi semakin kebingungan.

Tadi pagi dia dijemput temennya, katanya mau ke warung, tapi sampai sekarang belum balik Susi akhirnya membeberkan duduk perkaranya. Cak Toyib manggut-manggut mendengarkan, sementara saya lebih asyik memandang tubuh sintal Susi.

Sudah coba dihubungi? tanya cak Toyib lagi.

Hapenya aja ketinggalan di mobil kok balas Susi semakin putus asa.

Yauda kamu tunggu di rumah aja sama Paijo, biar aku yang nyari Anton ujar cak Toyib tiba-tiba, membuatku kaget setengah girang. Meski demikian saya tetap mempertanyakan ucapannya itu.

Lho, nggak golek ambek aku ae ta cak?

Awakmu ngancani Susi ae, ben ono sing nenangno areke balas cak Toyib sok bijak, meski sesaat kemudian dia mengedipkan sebelah matanya padaku. Yowes aku tak budal disek ya cak Toyib menyeruput sisa kopinya dan membuang puntung rokoknya.

Aku ae sing mbayar, cak ujarku berinisiatif, maka cak Toyib bergegas menunggangi motor jadulnya dan meninggalkan kita berdua. Mau nunggu di sini apa gimana mbak? tanyaku kepada Susi sepeninggal cak Toyib.

Pulang aja deh balasnya, kemudian menuju ke mobilnya yang masih menyala. Dengan cekatan saya membayar pesananku dan cak Toyib, sembari menitipkan motor ke pemilik warung langganan itu.

Sepanjang perjalanan kita berdua terdiam seribu bahasa, saya tidak tahu mesti ngomong apa, sementara Susi hanya diam sambil menyetir. Sampai tanpa terasa kita sudah sampai di halaman rumahnya. Jujur saja sebenarnya adik kecil saya sudah menegang sejak tadi, apalagi saat berduaan di mobil dan tercium aroma parfumnya yang cukup menggoda. Namun saya tidak berani berbuat apa-apa karena takut malah mengacaukan suasana.

Sabar ya, mbak. Semoga mas Anton baik-baik saja ujarku menenangkan, saat itu kita sudah berada di kursi ruang tamu.

Iya, Jo. Makasih ya balasnya singkat, akhirnya dia mulai bersuara juga. Namun setelah itu suasana kembali hening selama beberapa saat. Saya memberanikan diri untuk membuka topik obrolan baru.

Mbak kok cantik banget ini tadi, mau ke mana? puji saya melihat penampilan Susi yang cukup rapi, tidak memakai setelan kaos dan celana pendek doang seperti biasanya.

Oh iya lupa ganti baju, tunggu bentar ya Jo ujarnya sembari bergegas masuk ke dalam kamar. Tidak lama kemudian dia kembali ke ruang tamu dengan memakai busana hariannya, tanktop dan celana pendek di atas lutut. Tadi mau ke kondangan sama mas Anton, Jo. Tapi ya gak jadi lah orangnya ga ada balasnya setelah kembali duduk di ruang tamu.

Oalah, pantesan kok rapi balasku singkat. Otak saya berputar tetapi tidak menemukan topik selanjutnya. Alhasil saya hanya memandangnya penuh rasa kagum.

Ada apa Jo kok ngeliatin terus dari tadi?

Nggak, cuma heran aja kok mbak bisa mulus gitu, keteknya mulus juga nggak ya? sahutku meracau, tanpa sadar saya mengatakan apa yang ada di dalam kepala saya tadi.

Mulus lah balasnya cepat sembari mengangkat tangan kanannya. Memamerkan area ketiaknya yang memang mulus dan tidak ditumbuhi bulu sedikitpun, bahkan tidak ada bekas cukuran di sana. Pegang sendiri kalau nggak percaya tambahnya lagi penuh percaya diri.

Ternyata keceplosan saya justru berbuah hasil, dengan senang hati saya pun mendekatinya dan meraba ketiaknya yang putih dan mulus itu. Coba liat satunya, mbak ujarku mencoba peruntungan.

Sama aja lah balasnya jutek, tetapi dia tetap mengangkat kedua tangannya dan terbukti keduanya sama-sama bersih dan mulus. Tanpa terasa adik kecilku telah menegang dan menyembul di celanaku, celakanya Susi menyadari hal itu dan tertawa puas.

Masa liat ketek aja udah nafsu, Jo? sindirnya sembari terbahak, sementara saya hanya terdiam dan wajah saya sedikit memerah menahan malu. Seolah sengaja menggodaku, Susi tetap mengangkat sebelah tangannya dan memamerkan ketiaknya itu. Maka saya juga tidak mau kalah, kuraba-raba sendiri adik kecilku yang masih terbungkus celana, membuatnya semakin menegang.

Suara sepeda motor jadul membuyarkan berbagai macam fantasiku. Cak Toyib datang bersama Anton, yang entah dia temukan di mana.

Bersambung…,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts