Puppy Love Suck.

Hit in the USA

Aku selalu dengar jika hari pertama bekerja itu menegangkan, karena kau harus memberi kesan pertama yang baik sementara kau sendiri belum tahu apa yang akan kau kerjakan. Aku juga merasa seperti itu, hari ini adalah hari pertamaku mengajar sebagai seorang dosen dan jantungku tak bisa berheti berdetak sejak pagi.

Beberapa bulan yang lalu aku kembali ke negara ini, Ibu yang memintaku kembali karena semenjak Ayah meninggal dunia tak ada yang menemaninya. Aku sempat berencana mengajaknya untuk tinggal bersamaku di New Jersey, tapi Ibu menolaknya karena merasa suda terlalu tua untuk melakukan perjalanan yang jauh. Aku pun mengalah dan memutuskan untuk kembali dan menemani Ibu disini, dan beberapa hari yang lalu aku mendapat tawaran untuk menjadi dosen di universitas lama Ayahku, lebih tepatnya mendapatkan pekerjaan lama Ayahku. Ya aku rasa ada sedikit nepotisme disana, tapi aku tak mau terlalu serius memikirkannya, yang terpenting adalah aku mendapatkan sebuah pekerjaan karena itulah yang kubutuhkan.

Hari ini aku mendapatkan kelas yang berisikan para mahasiswa baru, kurasa itu cukup lucu mengingat aku juga seorang dosen baru di universitas ini. Aku pun duduk di kantin dengan sebatang rokok di tanganku, menunggu kelasku yang baru akan dimulai sekitar sepuluh menit lagi. Ini rokok ketigaku dan aku masih saja gugup, biasanya sebatang rokok sudah cukup membantuku akan tetapi kali ini nampaknya berbeda dan aku benci itu. Aku kadang bertingkah bodoh saat gugup dan aku tak ingin melakukannya didepan para mahasiswaku.

Saat jarum jam akhirnya beralih ke pukul setengah sepuluh, aku tahu aku harus pergi dan masuk ke kelasku. Aku tak boleh terlambat di pertemuan pertamaku dengan mereka, meski rasa gugupku belum hilang, aku terus memaksa langkah kakiku masuk kedalam kelas.

Good morning everyone. Sapaku saat masuk.

Good morning sir. Balas mereka semua.

Aku sapukan pandanganku ke seluruh kelas, melihat para mahasiswa dan mahasiswiku yang kuduga sepuluh atau belasan tahun lebih muda dariku. Mereka semua memperhatikanku dengan seksama, dan sebagai balasannya kulemparkan senyumku pada mereka.

Nama Bapak Joseph Cristianto. Ucapku sembil menuliskan nama lengkapku di papan tulis.Dan kalian boleh memanggil saya Pak Chris.

Baik pak!!! balas sebagian besar dari mereka.

Ada beberapa peraturan yang harus kalian patuhi untuk mendapatkan nilai di mata kuliah saya, yang pertama adalah….

Sebuah ketukan datang dari pintu kelasku dan berdirilah seorang mahasiswiku disana, dengan rambut yang berantakan, napas yang terengah-engah, serta keringat yang membasahi wajahnya, aku tahu dirinya baru saja berlari sekuat tenaga mencoba mengejar kelasku dan aku menghargai usaha kerasnya itu.

Permisi pak, apa ini sastra inggris 1? tanya gadis itu.

Sorry?

Maaf pak maksud saya introduction to English literature?

Iya itu benar.

Maaf pak saya telat, apa saya boleh masuk pak?

Ya saya maafkan, silakan masuk.

Terima kasih pak. Ucapnya yang kemudian berlari masuk untuk mengambil tempat duduk.

Tentu aku membiarkannya masuk, aku menghargai usahanya untuk berlari, berusaha untuk tidak terlambat. Aku hanya berharap dia atau yang lain sering melakukannya, aku tak terlalu suka dengan orang yang tak bisa menghargai waktu.

Yang pertama adalah bapak hanya menginjinkan kalian untuk tidak hadir di kelas Bapak sebanyak tiga kali, lebih dari itu kalian tidak diperbolehkan untuk mengikuti ujian. Ucapku melanjutkan apa yang sempat terhenti sebelumnya.

Yang kedua, Bapak hanya memberi toleransi sepuluh menit bagi yang datang terlambat, jika kalian terlambat lebih daripada itu Bapak mohon untuk tidak masuk saja karena Bapak benci kuliah Bapak terhenti hanya karena satu orang. Paham?

Paham pak!!!

Sebuah ketukan kembali terdengar di pintu kelasku, sekali lagi ada seorang mahasiswiku disana, hanya kali ini dia terlihat begitu santai. Tak seperti mahasiswiku sebelumnya, dia tak tampak berusaha untuk tidak datang terlambat, tak ada keringat yang membasahi wajahnya, rambutnya pun masih tertata dengan rapi.

Apa saya boleh masuk pak. Ucapnya.

Apakah kamu tahu kamu terlambat?

Tau pak, sekarang pukul sembilan lewat 38 menit, menurut perkataan Bapak tadi, Bapak masih mentoleransi mahasiswa yang terlambat kurang dari sepuluh menit. Saya rasa, keterlambatan saya masih bisa ditoleransi. Ucapnya dengan penuh percaya diri, dia pasang senyum lebar di wajahnya seperti baru saja mendapatkan sebuah kemenangan besar.

Itu memang benar, tapi ini adalah pertemuan pertama oleh karena itu Bapak tidak mentoleransi keterlambatan kamu hari ini. Kalau begitu tolong tutup pintunya.

Senyuman di wajahnya hilang dan diganti oleh ekspresi tak percaya, aku rasa dia ingin kembali protes tapi membatalkan niatnya karena tak ingin membuat semuanya jauh lebih buruk.

Permisi pak. Ucapnya sebelum menutup pintu kelasku dan berlalu pergi. Aku bisa melihat wajah tak percaya dari beberapa mahasiswaku, mungkin, aku baru meninggalkan sebuah kesan mendalam di hati mereka.

Yang terakhir adalah kalian dilarang mencontoh, menyalin, atau melakukan tindak plagiat apapun untuk tugas apapun di mata kuliah saya. Jika kalian melakukannya maka kalian akan mendapatkan nilai gagal dan Bapak tak akan menerima alasan apapun. Kalian mengerti?

Mengerti pak!!!!

Baiklah karena ini adalah pertemuan pertama, kenapa kita tak mulai saja dengan perkenalan diri.

Satu persatu dari mereka pun berdiri dan memperkenalkan dirinya, hingga sampailah kepada gadis yang sebelumnya datang terlambat. Dia berdiri dan melemparkan senyumannya kepada semua teman-temannya di kelas, tak lupa berikan satu untukku.

Perkenalkan nama saya Erika Ebisawa Kuswan, biasa dipanggil Erika. Mohon bantuannya teman-teman. Ucapnya sebelum kembali duduk, satu lagi senyuman dia lemparkan padaku dan aku pun memberikan satu senyumanku untuk membalasnya.

Satu hal yang menarik dari Erika adalah wajahnya yang nampak begitu oriental, mungkin dia keturunan Jepang atau China, aku tak tahu. Aku sempat mengira dia akan memakai bahasa Inggris karena dia kesulitan berbahasa Indonesia, tapi dia begitu lancar berbahasa Indonesia dan nampaknya juga tak akan kesulitan mendapatkan teman karena tingkahnya yang begitu ramah.

Kenapa aku menjadi begitu tertarik kepadanya? Ada lebih dari dua puluh orang di kelasku, kenapa perhatianku tertuju padanya? oh…sial.

Baiklah, Bapak harap kita semua dapat akrab dan kalian semua akan mendapatkan nilai yang memuaskan.

Amin!!!! ucap mereka semua sekali lagi dengan harmonisasi yang luar biasa.

Satu hal lagi, untuk tugas akhir kalian. Bapak ingin kalian menuliskan sebuah essay dari cerita pendek yang berjudul Zero karya Ray Bradbury. Bapak ingin essay itu ditulis dengan tangan, itu saja kalian boleh keluar. Ucapku.

Aku pun memasang senyum di wajahku kepada setiap siswa yang perlahan pergi meninggalkan kelasku. Aku butuh waktu untuk duduk dan menangkan diriku, ini adalah pengalaman mengajar pertamaku dan aku tak percaya aku berhasil melakukannya. photomemek.com Aku juga harus mengingatkan diriku bahwa aku adalah seorang dosen sekarang, dan tak boleh bahkan sedikit pun terlibat dengan mahasiswaku. Sempat tersirat dipikiranku bahwa Erika terlihat begitu cantik dengan senyumannya itu, tapi untung saja aku berhasil membuang pikiran itu jauh-jauh

Pak.

Iya.

Oh…Ayolah, kenapa Erika sekarang harus berdiri didepanku? serta tak lupa memasang senyuman manisnya yang sedari tadi terus dilemparkannya padaku. Aku tak tahu apa yang dia inginkan, tapi aku tahu, aku harus cepat-cepat menyelesaikannya dan pergi dari sini.

Maaf pak tapi sebagai yang bertanggung jawab di mata kuliah ini, saya ingin minta contact Bapak agar nanti bisa saya menghubungi.

Ya baiklah.

Aku pun memberikan contactku kepadanya dan berharap dia segera pergi, tapi tidak, dia masih berdiri disana menatapku dengan mata indahnya itu. Ah….sial, aku harus berhenti sebelum terlambat.

Ada perlu apa lagi? tanyaku.

Maaf pak, saya…eh..kalo gitu saya permisi dulu. ucapnya yang jadi salah tingkah namun kemudian berlalu pergi meninggalkanku. Pandanganku tak bisa lepas dari punggungnya itu saat dia berjalan menjauh dariku, saat itu juga aku berulang kali mengingatkan diriku bahwa dia adalah mahasiswaku dan aku tak boleh terlibat dalam hal apapun dengannya.

Itulah hari pertamaku, aku pun memutuskan langsung pulang karena tak punya jadwal lain sesudahnya. Aku tak langsung pulang ke rumah, aku masih harus menjemput keponakanku yang mulai hari ini juga akan ikut tinggal bersamaku dan Ibuku. Dia anak dari kakak perempuanku yang sudah beberapa tahun ini tinggal di Jakarta karena kuliah dan pekerjaannya, aku diberitahu kalau keponakanku itu anggota semacam group idola yang berbasis di Jakarta, entah apa maksudnya. Dia tinggal bersama kami karena Kakakku akan merasa lebih tenang jika ada yang menjaga putrinya.

Aku pun pergi menuju kost-kostan keponakanku itu, sepanjang perjalanan aku mencoba mengingat-ingat lagi wajahnya karena jujur saja sudah lama sekali semenjak terakhir kali aku melihatnya. Jika aku tak salah ingat itu saat dia lulus SMP, aku yakin wajahnya sudah banyak berubah sekarang. Setelah satu jam perjalanan akhirnya aku sampai di depan gerbang kost-kostannya. Kutekan klakson mobilku beberapa kali tapi tak ada jawaban, ketekan lagi beberapa kali hingga pintu gerbangnya terbuka.

Grab ya bang? Chat aja nggak usah diklakson, berisik. ucap seorang gadis mengintip dari balik gerbang, dari wajahnya yang terlihat kesal, kurasa aku menganggu tidur siangnya.

Bukan, saya lagi nyari keponakan saya yang ngekost disini juga.

Waduh…banyak pak yang ngekost disini, kalo boleh tau namanya siapa? Biar dipanggilin.

Caca.

Caca? Nggak ada pak yang namanya Caca disini.

Tunggu, bodohnya aku. Caca itu nama panggilannya di rumah, tentu saja tidak ada yang kenal dengannya, mungkin juga dia mengunakan nama panggilan lain, nama panggilan yang kedengarannya jauh lebih keren.

Sisca maksudnya.

O…Sisca, ya udah om masuk aja biar saya anterin ke kamarnya dia.

Aku pun turun dari mobilku dan gadis itu pun membukakan pintu gerbangnya lebih lebar dan membiarkanku masuk, aku lalu mengikuti gadis itu naik ke lantai atas menuju kamar Sisca.

Saya Rona om, temennya Sisca. Sahabatan malah. Ucapnya, dia kemudian tersenyum dan aku bisa melihat gingsul yang membuat senyumannya itu mirip sekali dengan senyum keponakanku.

Makasih ya udah mau jagain Sisca.

Sama-sama om, kan kami sahabatan jadi harus jaga-jagaan. Hehee.

Aku senang mengetahui bahwa Sisca mempunyai sahabat yang mau menjaganya, Rona juga kelihatanya juga gadis baik-baik yang tak akan mengajak Sisca untuk berbuat macam-macam.

Udah berapa lama kenal sama Sisca?

Aduh…udah lama om, dulu kita sering Gereja bareng trus akhirnya sahabatan.

Oh….kenal di Gereja toh, yowis…baguslah.

Ya sebenarnya kenalnya di jeketi sih om tapi deketnya waktu sering Gereja bareng, sama ci Desy juga gitu.

Jeketi?

Iya om JKT48, masa om nggak tau sih. Ucap Rona yang kemudian menghentikan langkahnya yang kemudian berbalik dan menatapku dengan wajah penasaran. Melihat Rona yang menantapku seperti itu membuatku berpikir aku seharusnya tau itu JKT48, tapi aku benar-benar tak tahu apa itu dan aku tak ingin berbohong padanya dan berpura-pura tahu.

Ya maaf, om lama di luar trus baru balik kemaren, jadi kurang tau apa itu jeketi.

Oh…pantesan, ya udah nanti tanyain Sisca aja ya om, apa itu JKT48.

Iya nanti om tanyain.

Trus oshi-in aku ya.

Iya nanti om onisimin kamu. Balasku dan tawa kecil terkembang di wajah Rona saat mendengar ucapanku.

Oshi-in om bukan onisimin gimana sih, jitak nih.

Ya apalah itu, sekarang ayo ke tempatnya Sisca.

Udah nyampe om. Balas Rona yang kemudian mengetuk pintu kamar Sisca. Sis!! Sisca!!! Ada om lo nih!!!

Sabar!!! balas seseorang dari dalam, aku kenal suara itu, meski sudah lama tak bertemu tapi aku masih mengingat suara keponakanku itu. Beberapa saat kemudian pintu kamar itu pun terbuka dan Sisca tak membuang waktu untuk segara melompat dan memelukku.

Kangen banget aku om. Ucapnya.

Iya tau tapi turun dulu, berat kamu tuh. Balasku.

Ih..langsing gini. Ucap Sisca yang akhirnya melepaskan pelukannya dariku.

Sisca kelihatan begitu berbeda sekarang, dia sudah tumbuh besar dan kelihatan begitu cantik sekarang, jauh berbeda dari saat terakhir kali aku melihatnya. Meski begitu dia masih memiliki gigi gingsul yang membuat senyumnya begitu mudah kukenali.

Udah besar kamu ya, udah cantik sekarang, putih lagi, dulu kan item karena suka main panas.

Ih….om jangan ngomong gitu, malu tau. Balasnya sambil menunjuk kearah Rona yang kelihatannya begitu puas tertawa.

Oooo…jadi dulu Sisca item karena suka main panas, untung udah cantik sekarang, iya nggak Sis?

Udah ah kak Rona balik aja sana.

Ye…ngambek. balas Rona.

Udah-udah jangan berantem, lagian om nggak diajak masuk nih? Ucapku yang berusaha menghentikan pertengkaran yang mungkin terjadi diantara mereka berdua.

Iya Sis, sekalian kenalin gue sama om lo ini. Sambung Rona.

Ya udah, ayo om masuk. Kak Rona nggak usah, kak Rona genit. Balas Sisca.

Tapi kan Sis gue pengen kenalan. Ucap Rona lagi, dia bahkan sudah mengandeng tanganku yang membuatku bingung harus bagaimana.

Kak Rona lepas. Ucap Sisca yang langsung menarikku untuk menjauh dari Rona. Rona berpegang erat padaku yang membuatku terjebak diantara mereka berdua.

Udah-udah lepas, dua-duanya lepasin om. Ucapku.

Mereka berdua pun menurut dan melepaskanku, tentu menyenangkan diperebutkan oleh wanita tapi cukup aneh mengetahui bahwa yang memperebutkanku adalah keponakanku dan sahabatnya.

Nggak apa-apa Rona masuk aja, sekalian cerita-cerita sama om. Om kan capek habis dari kampus langsung kesini, jadi mau istirahat dulu. Kamu juga belum selesai kan packingnya Sis?

Belum om. Jawab Sisca.

Rona juga sekalian bantu-bantu packing.

Siap om. Ayo Sis gue bantuin. Balas Rona.

Rona pun menarik Sisca untuk masuk kedalam, sementara aku pun mengikuti mereka berdua untuk masuk. Ada banyak kardus yang bertumpuk serta beberapa koper serta tas memenuhi kamarnya, Sisca terlihat sibuk memasukan bajunya kedalam koper sementara Rona berusaha membantunya.

Aku berusaha membuat diriku berguna dengan memindahkan kardus yang berisi barang-barang Sisca keluar, aku tak tahu kenapa dia butuh banyak sekali barang meski dia tinggal sendiri. Aku tak butuh barang sebanyak ini saat aku tinggal di Amerika, apa mungkin perempuan punya lebih banyak kebutuhan dibandingkan dengan lelaki.

Bentar ya om Go-boxnya udah didepan, kak Rona awas jangan genit. Ucap Sisca yang tak lupa menunjuk Rona sebelum pergi meninggalkan kami berdua.

Go-box? Apa itu Go-box? Nampaknya ada banyak hal yang kulewatkan saat tinggal di Amerika, meski sebenarnya aneh karena semua trend berasal dari sana. Seperti jeketi sepertinya ada banyak hal yang harus kupelajari.

Om sini bentar deh, aku mau ngomong. Ajak Rona yang sekarang duduk diatas kasur.

Ngomong aja Ron, om dengerin kok.

Ya sini dulu makanya.

Aku tahu Sisca hanya pergi sebentar tapi tetap saja, aku merasa janggal untuk duduk berdua saja dengan seorang gadis diatas kasur. Terlebih dengan gadis secantik Rona, sudahkah kukatakan bahwa Rona itu cantik. Tak hanya gingsul yang membuat senyumannya begitu manis tetapi juga wajahnya yang oriental dan tatap mata yang menawan, membuat dia begitu sedap dipandang.

Ngapa sih om, sini aja kali.

Ya udah, mau ngomong apa sih. Ucapku yang akhirnya mengalah. Aku pun duduk disampingnya, diatas kasur yang sedikit berdecit karena beban tubuh kami berdua.

Cerita-cerita dong om katanya tadi baru pulang dari luar negri.

Ya…

CICAK.

Aku belum sempat mengatakan apapun saat Rona tiba-tiba melompat kearahku, aku bahkan tak sempat melihat cicak yang dia teriakan sebelum dia jatuh menimpaku. Rona sekarang tepat berada diatasku, menduduki perutku dan sama sepertiku saling bertatapan karena tak tahu apa yang baru saja terjadi.

KAK RONA.

Oh sial………,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts