Sabrina, TTM Ku Tersayang
Di akhir pekan kali ini, aku sedang berniat untuk berbelanja kebutuhan di rumah. Memang aku masih bujangan dan hanya tinggal dikontrakan, tapi selagi bisa, aku lebih memilih untuk belanja dan masak sendiri supaya lebih hemat. Aku pun mendatangi pusat perbelanjaan yang terletak di suatu Mall di dekat rumah. Dengan mengendarai sepeda motor ku, tidak sampai 15 menit aku sudah sampai. Bergegas aku menuju tempat belanja berbekal kertas kecil berisikan daftar belanja yang sudah aku siapkan dirumah.
Meski akhir pekan, tapi Mall tersebut tidak terlalu ramai. Mungkin karena hari pun masih terbilang siang, pukul 11. Aku yang sudah selesai berbelanja, berniat untuk bersantai sejenak sambil berkeliling di dalam mall. Begitu aku sedang berjalan di depan restauran jepang, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundakku dan membuat ku segera menoleh. “Mas, maaf, boleh pinjam handphone sebentar gak? Handphone aku hilang nih…” ternyata seorang wanita muda, usia sekitar 20 tahunan dengan muka sedikit pucat dan panik.
Aku terdiam mendengar permintaan wanita tersebut, “Jangan-jangan orang ini mau menipu…” pikirku dalam hati. Tapi aku tidak mau berburuk sangka, ku beri pinjam saja handphoneku. Toh hape sudah jelek, kalau diambil pun belum tentu laku dijual pikirku. “Oh, boleh, Mbak. Ini…” Ujar ku sambil memberikan hapeku. Ku perhatikan wanita itu, cantik sekali sebetulnya. Kulitnya yang putih dengan hidung mancung dan mata yang tidak terlalu besar, ditambah rambut ikalnya berwarna coklat gelap dengan panjang sebahu. Begitu cantik memesona.
Wanita tersebut mengambil hape dan langsung memencet nomer dan menelepon. Sepertinya ia berusaha menghubungi handphonenya yang hilang tersebut. Terlihat beberapa kali ia mencoba menelepon, namun sepertinya usahanya sia-sia.
“Memang terakhirnya handphoneya masih ada pas dimana, mbak?” tanya ku mencoba menenangkan wanita itu yang makin terlihat panik.
“Tadi di parkiran sih masih ada, mas. Sepertinya dicopet orang sih…” Jawabnya getir.
“Sudah coba lapor satpam?”
“Sudah, Mas. Katanya nanti diberi tahu kalau ada yang nemuin…” Jawabnya lagi dengan nada memelas.
Ia pun putus asa dan mengembalikan hapeku. “Ini mas, terima kasih ya Mas…” Aku hanya mengangguk sambil memasukan hapeku ke dalam saku celana. “Duduk dulu sambil minum yuk, Mbak. Biar tenang sedikit, mbak keliatannya panik banget. Nanti kalau sudah tenang, kita cari bareng-bareng. Aku temenin deh.” Tawarku padanya.
Seperti sapi yang dicocokan hidungnya, wanita itu hanya mengangguk dan mengikutiku. Kami berdua pun mampir ke foodcourt mall tersebut dan memesan minum. Aku pun berusaha menghibur wanita yang ku ketahui bernama Sabrina itu. Ia masih kuliah di salah satu universitas swasta di Jakarta Barat. Awalnya ia ke mall ini hendak menjual hape tersebut, tapi naas nasib malah membuat hape itu hilang sebelum sempat dijual.
Setelah ngobrol sekitar satu jam, Sabrina pun terlihat lebih tenang. Pucat dan panik di wajahnya mulai berkurang. Nada bicaranya pun sudah terlihat lebih santai. “Ya mungkin emang bukan rejeki aku, mas. Terima kasih banyak ya mas udah mau nolong pinjemin hape tadi, sampe nemenin aku minum disini. Makasih banyak ya mas.” Ucapnya dengan tulus.
Aku mengangguk sambil tersenyum, “Udah seharusnya saling bantu, kan?” Sabrina mengangguk. Waktu sudah menunjukan pukul 3:30 sore. Aku pun memutuskan untuk pulang sebelum jalanan macet karena akhir pekan.
“Sabrina, aku pamit pulang duluan ya. Sudah sore, khawatir nanti jalanan macet hehehe…” Pinta ku.
“Oh iya, mas. Kalau gitu bareng aja, aku juga mau pulang kok…” Balasnya.
Kami berdua pun berjalan bersama sampai ke parkiran. Sabrina membawa motor juga, jadi aku tidak perlu repot menawarkan untuk mengantarnya hehehe.
“Kamu pulangnya ke mana?” tanyaku.
“Pulang sih jauh mas. Aku mau ke kosan temen aja paling di deket sini. Kalau mas pulang kemana?”
“Oh begitu, aku juga ngekos kok. Di belakang gedung itu…” Kata ku sambil menunjuk gedung perkantoran yang ada di dekat mall tersebut.
“Wah, deket dong dengan kosan temenku. Bareng aja jalannya mas kalau gitu…”
Aku mengiyakan permintaan Sabrina. Kami pun jalan beriringan sampai ke depan kosan temannya yang berjarak 50 meter dari kosanku.
“Sudah sampai nih, aku langsung ke kosan ya, Na.” Ujarku.
“Iya mas, kosan mas yang itu kan?” tanya Sabrina sambil menunjuk kosanku.
“Iya betul, nah itu yang dilantai dua kamar paling kiri kamar aku hehehe…”
“Oke deh, mas. Nanti kalau ternyata temen aku gak ada di kosan. Aku boleh main ke kosan mas gak?”
“Boleh dong, silakan aja na.”
Aku pun pamit dan segera ke kosan. Sampai di kosan segera aku rapihkan belanjaan yang tadi aku beli. Sembari membersihkan kamar sedikit demi sedikit. Setelah itu aku mandi untuk menghilangkan gerah dan lengket setalah berkeliling di mall dan terkena panas saat di motor tadi.
Selesai mandi, saat hendak mengenakan pakaian, tiba-tiba pintu kamar ku ada yang mengetuk. “Ah, barjo nih paling. Ngapain sih?” gerutuku dalam hati, Barjo adalah teman sebelah kamarku. Ia sering sekali datang ke kamar, apalagi bila aku baru saja berbelanja, untuk menghabiskan persediaan makanan ringan yang aku simpan di kamar.
“Iya, bentar.” Teriakku sambil menghampiri pintu dan membukanya. “Apaan sih, Jo…” ucapan ku terhenti saat ku lihat di depan pintu adalah Sabrina, bukan Barjo. “Eh kamu, kirain temen sebelah kamar…” ucapku salah tingkah melihat Sabrina.
Sabrina hanya tersenyum, “Temen aku ternyata gak ada mas. Aku kesini deh jadinya…” “Masuk masuk, maaf ya aku baru banget selesai mandi nih…” ujar ku. Sedikit bingung juga karena aku bahkan masih mengenakan handuk, belum berpakaian sama sekali.
Sabrina pun masuk ke dalam kamar dan duduk di sofa kecil yang aku letakan di pojok kamar.
Aku langsung membuka lemari dan mencari pakaian. Aku tak menyadari bahwa Sabrina sudah tidak lagi duduk di sofa tapi berdiri tepat dibelakangku. Dengan sekali gerakan, Sabrina menyusupkan tangannya ke dalam handukku. filmbokepjepang.com Sontak aku kaget mendapati penisku diremas-remas oleh wanita yang baru saja aku kenal tadi siang. Aku langsung menoleh ke arah Sabrina, ia tersenyum nakal sekali sambil tangannya tak mau lepas dari penisku.
“Aku ke kosan temen niatnya mau minta ini, mas. Tapi temenku gak ada. Kalau sama mas, boleh gak?” Tanya Sabrina dengan nada yang sangat menggoda.
Aku hanya melongo sambil mengangguk kecil. Sabrina pun menarik handuk ku sampai semua terlepas. Ia mulai menciumi dadaku. Bisa dibilang ini pertama kalinya aku melakukan aktivitas seksual dimana si wanita yang memulainya dengan agresif, sementara aku hanya berdiam diri menikmati perlakuannya. Penisku pun tak kuasa menahan rangsangan yang diberikan oleh Sabrina, perlahan tapi pasti penisku mulai mengeras. Sabrina menghentikan remasannya dan melihatku dengan mata indahnya sambil perlahan menurunkan badannya. Ia jongkok sambil memerhatikan penisku. Dikocoknya pelan, lalu dijilatnya batang penisku dari pangkal sampai ujung.
“Uhhh, Sabrina!” Teriak ku kecil karena geli.
Sabrina memasukan kepala penisku ke dalam mulutnya. Rasa nikmatnya kembali menjalar diseluruh badanku. Kepala Sabrina mulai maju mundur dengan penisku yang menyumpal penuh mulutnya. Aku diam tak bersuara, menikmati birahi yang sudah lama tak ku rasakan. Aku hanya bisa merapihkan rambut Sabrina dan memeganginya agar tidak mengganggu aktivitasnya yang membuatku merasa terbang seperti ke awang-awang.
Hampir lima menit Sabrina melayani penisku dengan mulutnya yang dihiasi bibir tipis tersebut. Aku pun memintanya untuk berdiri, lalu menciumi bibirnya. Ciuman panas antara kami berdua begitu bergairah. Bibir kami berpagutan, lidah kami saling serang satu sama lain. Aku mendorong tubuh Sabrina ke arahku agar semakin rapat. Bisa kurasakan payudaranya yang cukup besar menempel di dadaku. Terasa desiran di seluruh tubuhku saat tubuh Sabrina begitu dekat dengan tubuhku.
Aku coba meremas payudaranya, Sabrina sedikit menggelinjang tanpa protes. Justru ciumannya semakin bergairah saja. Aku pun semakin bernafsu dan bersemangat. Tanpa basa-basi, aku angkat pakaian Sabrina, dan dengan sekali hentakan bra-nya yang berwarna hitam itu pun terlepas. Kini dua gundukan payudara bulat yang kencang dan indah itu dengan menantang menghadap padaku. Segera ku remas lagi ke dua payudara tersebut sambil lidahku berusaha menyapu seluruh permukaan kulit leher
Sabrina yang jenjang dan putih itu.
“Uhhh, massssss. Hmmm, enak massss….” desis Sabrina pelan.
Tanganku yang masih belum puas meremas payudara Sabrina berusaha untuk menurunkan celananya yang berwarna biru tua itu. Setelah kancing celana aku buka dan kuturunkan sedikit, selebihnya aku gunakan kakiku untuk menurunkan sepenuhnya celana Sabrina. Terlihat celana dalamnya yang berwarna putih memiliki bercak basah disekitar area vaginanya.
“Sudah nafsu sekali sepertinya wanita ini…” Gumamku dalam hati.
Kali ini bagian ku. Aku menurunkan tubuhku dan bertumpu pada lututku. Ku ciumi paha Sabrina yang jenjang dan sangat mulus itu sambil tanganku meremas pantatnya yang cukup keras itu. Sabrina menggelinjang dengan desisan pelan sambil meremas kepala dan rambutku. Aku turunkan celana dalam Sabrina. Terlihat vaginanya yang merah merekah tanpa sehelai bulu kemaluan. Begitu basah, namun harum yang membuatku tak sabar untuk menikmatinya.
Ku geserkan sedikit kaki Sabrina agar bibir dan lidahku mudah menjangkau vaginanya tersebut. Sabrina hanya menurut. Ku usapkan lidahku di bibir vaginanya yang tebal itu. “Aahhh mas!” Teriak Sabrina. Ku mainkan terus lidahku di klitorisnya yang sudah membesar tersebut. Ku rasakan tubuh Sabrina bergetar. Mungkin karena memang berdiri tanpa sandaran, dan perlakuanku padanya membuat kaki kakinya menjadi semakin lemas dan bergetar seiring nikmat yang ia dapatkan di vaginanya dari lidahku. Sesekali kususupkan kedua jariku ke dalam vaginanya. Erangannya pun semakin menjadi, ditambah tangan ku yang satu lagi tak henti hentinya meremas pantatnya yang begitu seksi.
“Mas… Aku mau keluar, Mas…. Uhhhhh….” Desis Sabrina sambil meremas rambutku makin kencang.
Tidak lama berselang, Sabrina pun mencapai orgasmenya yang pertama dengan ku. “Aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhh, massssssssssss…… Aku keluarrrrr masss uoooohhh….!” Teriaknya. Sabrina menikmati orgasmenya yang pertama dengan tubuh sedikit menunduk dan tangannya bertumpu di kedua pundakku. Aku hanya melihat ekspresi mukanya yang terlihat begitu menikmati permainanku dan mulut yang sedikit terbuka dan mata yang tertutup rapat.
“Hoooh, hoooooh…” Erang Sabrina. “Enak banget, Mas… Aku pertama kali loh keluar lagi berdiri gini, sumpah lemes abis….” Kata Sabrina.
Aku tersenyum sambil berdiri dengan tangan ku yang masih mengelus elus vagina Sabrina.
“Baru pakai lidah sama jari aja udah lemes, gimana kalau pakai ini?” Tanyaku pada Sabrina sambil menarik tangannya dan meletakannya di penisku yang masih menegang dari tadi.
Sabrina lalu membuka matanya dan kembali melihatku dengan tatapan nakalnya. Tangannya mengocok pelan penisku.
“Hmm, ga tau sih. Gimana kalau dicoba aja langsung?” pinta Sabrina nakal.
Aku mengangguk pelan sambil tanganku mencoba membuka laci lemari yang ada di belakangku dari tadi. Ku cari kondom yang masih kusimpan dengan baik dari pertemuanku dengan Niken sebelumnya. Kondom berwarna merah yang tipis ini sepertinya akan menjadi andalanku untuk setiap pergulatan dengan wanita-wanita yang haus birahi seperti Niken dan Sabrina ini.
“Tipis banget, gak takut bocor mas kondomnya?” Tanya Sabrina dengan bingung, tapi tangannya tetap meremas penisku.
“Gak kok, malah enak kan kalo tipis, jadi gak berasa lagi pake…” Jelasku sambil memasangkan kondom ke penisku.
Sabrina hanya mengangguk sambil menciumi dadaku. Setelah kondom terpasang, aku membalik tubuh Sabrina agar memunggungiku dan mendorong tubuhnya. Posisi doggy style sambil berdiri bisa dibilang posisi kesukaanku. Sabrina pun sepertinya mengerti apa yang aku inginkan. Ia menungging sambil tangannya bertumpu ke meja yang ada tepat di depannya. Ku ludahi sedikit tanganku dan ku usapkan di vagina Sabrina. Tanganku yang satu mengarahkan penisku agar bisa semakin mudah menerobos masuk vagina Sabrina yang terlihat begitu nikmat. Ku masukan kepala penisku sedikit demi sedikit ke dalam vagina Sabrina. Dari kaca yang ada di meja, aku bisa melihat wajah Sabrina yang penuh nafsu dan birahi, menikmati setiap senti penis ku yang masuk ke dalam lubang kewanitaannya. Sabrina melenguh pelan saat penisku pun sudah masuk seluruhnya ke dalam vaginanya yang kesat itu.
“Masss, nikmat masss… Genjot terus massss….”
Aku pun menggenjot perlahan vagina Sabrina. Aku ingin penisku bisa merasakan tiap permukaan di dalam vagina Sabrina yang hangat itu.
Saat pinggulku sibuk menggenjot, tanganku menepuk keras dan meremas pantat Sabrina bergantian. Posisi menunggangi kuda yang liar yang pernah aku lakukan sepertinya. Dari kaca di meja juga aku bisa melihat payudara Sabrina yang menggantung dan bergoyang seirima dengan genjotanku di vaginanya. Pemandangan yang sungguh membuat ku ingin terus merasakannya dalam waktu yang sangat lama. Kami bertahan hampir sepuluh menit dengan posisi itu sampai akhirnya aku merasakan dorongan dari dalam penisku yang mendobrak ingin keluar dengan cepat.
“Aku mau keluar nih, Na…” Lenguhku pelan.
“Keluarin di mulut aku dong, Masss…” Pinta Sabrina.
Segera ku cabut penis dan kondom yang masih terpasang rapih, Sabrina langsung mengambil posisi berjongkok di depan ku dan membuka mulutnya lebar. Ku kocok cepat penisku sampai dorongan yang ada tidak bisa lagi ku tahan.
“Aku keluarrrrrr” crot crot crot, begitu banyak sperma yang menyemprot keluar dari dalam penisku dan memenuhi wajah Sabrina. Sperma putih kental seperti susu itu menutupi mata, hidung dan pipi Sabrina. Beberapa juga masuk langsung ke dalam mulutnya dan ditelan cepat sampai habis.
Sabrina memasukan penisku ke dalam mulutnya dan membersihkannya dengan lidah, dihisapnya sampai habis seluruh sperma yang tersisa di kepala penisku. Setelah itu baru ia mengusap sperma yang ada di wajahnya dengan tangan lalu memasukan sperma tersebut ke dalam mulutnya. Benar-benar haus sperma wanita ini, pikirku. Sabrina tersenyum sambil tertawa kecil saat menikmati spermaku.
“Enak sekali mas, suka deh sama sperma kamu…” ucap Sabrina manja sambil mengusap usap penisku yang masih tegang.
“Sebentar ya, Mas…” Sabrina berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Aku mengiyakan lalu menuju tempat tidur. Pergulatan dengan posisi berdiri lebih membuat letih ternyata. Dan aku pun masih belum habis pikir bisa menikmati tubuh Sabrina. Sabrina pun keluar dari kamar mandi masih tanpa busana. Ia tersenyum melihatku yang sudah berbaring di kasur dan menghampiriku, ia pun berbaring di sampingku.
“Capek, ya?” Tanya Sabrina sambil mengecup pipiku.
“Yah, lumayan deh. Pegel juga berdiri, hahhaa.”
Sabrina tertawa mendengar penjelasanku dan memelukku kemudian. Kepalanya disandarkan di atas dadaku. Sungguh posisi yang romantis dan membahagiakan setelah bercinta.
“Ngomong-ngomong, pacar kamu pasti marah sekali ya mas kalau tau kita begini…”
“Hah? Aku gak punya pacar kok, Na. Mungkin pacar kamu yang tinggal dikosan sebelah…”
“Dia sih bukan pacarku mas, emang TTM aja, ketemu kalau ada maunya aja hehehe…”
“Oh gitu, wah enak dong. Aku juga mau kalau jadi TTM kamu…”
“Yang bener mas? Asik!” Sabrina terlihat senang sekali mendengar pengakuanku yang ingin menjadi TTMnya.
Sabrina kembali mengelus elus penisku yang sudah lemas. Sepertinya nafsu birahinya kembali meninggi.
“Mau lagi ya?” tanya ku.
“He’eh.” Jawab Sabrina mengangguk sambil tersenyum manja melihatku. “Kondom yang tadi masih ada gak?” Tanyanya.
“Ada tuh di laci, ambil deh…” Perintahku.
Sabrina langsung beranjak ke lemari dan mencari kondom tersebut di lemari. Bukan hanya takut bila sampai hamil, tapi aku tetap berusaha untuk menggunakan kondom setiap berhubungan badan untuk menghindari penyakit. Sabrina pun membawa beberapa kondom yang aku simpan di laci. Diletakannya disamping bantal di sebelah ku.
“Tapi belum tegang nih, gak bisa dipakein dong…” kata Sabrina melihat penisku yang masih lemas.
“Iya sih, mungkin kalau diciumin sama kamu, dia bakal bangun lagi…” Pintaku nakal.
Sabrina mengerti mauku. Ia tersenyum dan merapihkan rambutnya lalu menuju penisku yang masih lemas itu. Dengan sekali tangkap, penisku sudah masuk seluruhnya ke mulut Sabrina. Ia kembali menjilat batang penisku, menghisap penisku kuat kuat dan menjilati bagian buah zakarku. Begitu nikmat, atau sangat nikmat sepertinya. Permainan lidah Sabrina sukses membuat penisku kembali berdiri. Ku ambil satu kondom yang ada di sampingku dan membuka bungkusnya. Ku berikan kepada Sabrina untuk dipasangkan.
Setelah terpasang kembali dengan rapih. Sabrina lantas bangun dan mencoba duduk di atasku. Dipegangnya penisku dan diarahkannya ke dalam vaginanya yang masih basah sepertinya. Sekali hentakan kencang, vagina Sabrina pun terisi penuh oleh penisku yang sudah keras dan membesar itu. Sabrina membuka lebar mulutnya merasakan desakan kuat dari penisku yang ingin menjelajahi vaginanya lebih dalam.
“Hoooooh, kontolmu nikmat sekali rasanya mas! Aku sukaaaaaa!” teriak Sabrina.
Aku tidak menyauti perkatannya, tanganku sudah sibuk meremas kedua payudaranya yang bergantung indah di dadanya. Terasa begitu nikmat kempotan vagina Sabrina di penisku. Sungguh nikmat yang tiada tara, mungkin vagina Sabrina ini lebih nikmat dari vagina Niken.
“Uhhh, masss, nikmatttt masssssss, entoti aku terus masssss…” racau Sabrina sambil memainkan rambutnya. Terlihat begitu sensual nan erotis. Nafsuku pun semakin bangkit dan tak tertahankan.
Ku tarik Sabrina dan ku putar posisiku agar aku yang diatasnya tanpa melepaskan penisku yang masih tertanam di dalam vaginanya.
“Genjot mas, nikmati aku massss. Nikmattttttt….” seru Sabrina
Aku genjot kembali vagina Sabrina dengan liar dan cepat. Ku hantamkan penisku berkali kali keluar masuk vaginanya yang semakin merekah dan basah.
“Uhhh, aku mau keluar nih masssss…” Desis Sabrina.
“Sabar sayang, aku juga, sebentar lagiii…” Kata ku berbisik di telinga Sabrina. Lalu ku kecup leher dan kujilati lehernya sambil pinggulku masih sibuk menggenjot Sabrina.
“Arrrgggghh, masssss arrrrrrggghhhhh..” Desah Sabrina mendapati vaginanya yang begitu nikmat dimasuki penisku dan sapuan lidahku di lehernya yang menambah rasa geli namun nikmat itu.
“Massssss, gak tahan masss, aku mau keluar masssss…..” Pinta Sabrina memelas.
“Aku juga sayangggg…” Ku percepat genjotan penisku dan ku fokuskan nikmat dipenisku agar ku bisa cepat keluar untuk mengimbangi permainan Sabrina.
“Aaaaahhh masss! Aku keluarrrrrr arrrggggghhhhhhhhh….” Erang Sabrina kencang.
“Aku jugaa sayanggggg arrrggggggghhh!!!” Crot crot crot, tersemburlah sperma ku untuk yang kedua kalinya. Kali ini di dalam vagina Sabrina meski tertahan kondom tipis itu.
“AAAAAAAAAAAAAHHHHHH NIKMAT MASSS!!” Sabrina menarik dan memelukku. Ku rasakan tangannya sedikit mencakar punggungku, mungkin ia tak bisa menahan nikmat yang ia rasakan.
Aku pun terkulai lemas di samping Sabrina. Penisku langsung lemas setelah orgasme yang kedua ini. Sabrina pun terlihat lemas berkeringat dan nafasnya begitu tersengal berat.
Sejak saat itu, aku dan Sabrina resmi berhubungan meski sekedar TTM. Sabrina meninggalkan TTMnya yang tinggal di dekat kosanku dan lebih memilih untuk selalu bersama ku. Sabrina yang cantik ini selalu sanggup memuaskan hasrat seksualku kapanpun aku mau.,,,,,,,,,,,,,,,,,