Kepala Divisi

 

Sudah dua jam kutelusuri sudut kota ini. Panas terik mentari seakan membakar rambutku yang mulai menipis ini. Kerongkongankupun mulai meradang karena kekurangan air.

“Sial – sial ”, gerutuku dalam hati

Kutengok kanan dan kiri, “ah itu ada warung kopi,” kulangkahkan kakiku kesana.

“Bulik, es teh satu ”, seruku pada penjaga warung itu.

“Ini mas, silahkan. Makannya ga sekalian? Mau nyari kerja ya? “. Tanya bulik itu bertubi tubi.

“Eh eh, ga makan bulik, minum aja. Iya nich lagi cari kerjaan. Kok tau sich Bulik kalau aku lagi nyari kerja?’, sahutku pada Bulik.

“Itu dari map yang kau bawa cah ngganteng ”, jawab Bulik.

Aku pun cuma senyum senyum saja. Oiya aku lupa belum memperkenalkan diri. Namaku joni, lengkapnya Joni Iskandar. Ya, memang namaku mirip dengan penyanyi dangdut keriting pakai kacamata. Mungkin dulu ibuku ngefans banget dengan penyanyi itu. Sudah dua minggu ini aku berkelana menyusuri sudut kota untuk mencari kerja, siapa tau ada lowongan kerja.

Sudah berpuluh pabrik dan kantor aku datangi, ya mungkin aja belum ketemu rejeki. Dengan bermodal ijasah stm aku lengkapi berkas lamaran kerjaku, beserta beberapa sertifikat keterampilan kerja yang kuperoleh setahun lalu. 19 tahun lebih dua bulan umurku saat ini. Kulit sawo matang, tinggi 170 cm, berat 70 kg, badan berotot (yang kuperoleh karena aktif olahraga beladiri) merupakan ciri fisikku.

Yang membuat ciri khasku menonjol adalah lesung pipiku ini, hehehe tambah manis keliatannya (PeDe banget kan). Karena keterbatasan ekonomilah sehingga aku tidak meneruskan pendidikan yang lebih tinggi. Sebenarnya aku sangat terpukul sekali karena tak bias kuliah, dengan berpredikat sebagai juara umum di sekolahku itupun tak bias kujadikan modal kuliah.

“Cah ngganteng, itu lho kantor sebelah lagi buka lowongan kerja, katanya mau cari tenaga gudang, coba aja masukkan lamaranmu ”, kata Bulik membuyarkan lamunanku.

“Yang bener Bulik? Maksih ya infonya, terus berapa Bulik es tehnya?”, sahutku lagi.

“Wis ga usah cah ngganteng, itung itung ngamal buat kamu, nanti aja kalau kamu diterima kerja makannya disini terus ya?”, jawab Bulik.

“Matur nuwun Bulik, aku janji kalau diterima kerja disitu aku pasti m, akan disini terus, pangestune Bulik ”, jawabku dengan senyum cerah. Oiya di daerahku sini sebutan Bulik biasa diucapkan sebagai kata ganti buat Ibu – ibu yang baru kita kenal. (Bulik berarti Bibi).

“Ya wis cepet kau kesana mumpung belum sore, simpan terima kasihmu buat nanti kalau kamu ketrima ”, perintah Bulik dengan senyum manisnya.

PT. Listrik Indah Mentari. Itula tulisan di papan nama yang terpampang di depan gedung ini. Ya, gedung inilah yang ditunjukkan bulik padaku. Dengan mengucap doa kulangkahkan kakiku memasuki gedung ini. Kubuka pintu kaca kantor ini, aku langsung disambut dengan ucapan Selamat Siang oleh seorang wanita yang menjadi Front Office.

Akupun segera menjelaskan tujuanku kesini, dan disambut dengan jawaban yang ramah sekali. Aku disuruh menunggu 30 menit, karena kepala HRD nya masih istirahat. Ternyata aku langsung diwawancarai, tanpa memasukkan permohonan dan menunggu. Mereka kekurangan tenaga gudang karena baru saja ditinggalkan oleh pegawainya.

Bukan di PHK, tapi meninggal akibat kecelakaan. Setelah 30 menit menunggu, kesempatan itu akhirnya tiba. Aku disuruh menuju lantai 2 untuk melakukan interview. 45 menit kulalui sesi interview itu, dengan lancer kujawab pertanyaan Kepala HRD. Semua pertanyaannya memang berhubungan dengan pekerjaan yang akan kujalani.

Kuturuni tangga ini lagi dan kusapa wanita front office itu, seraya mengucapkan terima kasih aku menutup pintu kantor ini. Kuhampiri warung Bulik lagi sambil kuucapkan terima kasih. Aku pun jalan menuju halte menunggu mikrolet yang akan mengantarku ke rumah ibuku.

Langsung kurebahkan badan ini di kursi ruang tamu setibanya aku sampai di rumah. photomemek.com Sambil menunggu kedatangan ibuku, kusulut sebatang kretek kesukaanku. Habis dua batang kretek aku dikagetkan suara dering HPku. Oo ternyata ada SMS masuk, kubaca dan aku teriak kegirangan, ternyata itu SMS dari Kepala HRD yang isinya pemberitahuan bahwa aku diterima kerja dan besuk aku sudah harus mulai bekerja.

Kedatangan Ibuku langsung kusambut dengan pelukan dan ciuman di wajahnya. Bukannya kekanak kanakan, mau bagaimana lagi, ya beginilah nasib anak yatim semata wayang, pastilah kasih saying ibu melimpah sekali. Ibuku memasak berbagai jenis masakan, katanya sebagai rasa syukur aku diterima kerja. Sewaktu makan bersama, kulirik ibuku meneteskan air mata.

“Kenapa ibu menangis” tanyaku seraya menggenggam tangannya.

“Gapapa nak, Ibu Cuma mengingat Ayahmu, seandainya beliau masih ada mungkin kau tak bernasib seperti ini, mungkin sekarang kamu sudah bertitel Mahasiswa ”, jawah ibuku lirih.

“Tak apalah ibu, mungkin ini sudah menjadi suratan takdir kita, bagaimanapun juga aku sangat berterima kasih pada Ibu karena sudah membesarkan aku seorang diri selama ini. Dan inilah waktunya bagiku untuk menggantikan Ibu sebagai pencari nafkah. Nanti Kalau aku sudah gajian, ibu berhenti kerja aja ya?

Malam ini kulalui dengan mimpi indah, karena selama dua minggu usahaku mencari kerja akhirnya membuahkan hasil. Taksabar kunanti terbitnya sang surya yang menyambut harapan untuk memulai hidup baru.

Denting jam yang berbunyai 7 kali menyadarkan aku untuk segera memulai langkah baru. Tak lupa aku pamit Ibuku sembari meminta doa restu agar hari – hari yang akan kulalui nanti menemui kemudahan. Kulangkahkan kaki ini menelusuri gang – gang kecil untuk menuju halte bis. Begitu sampai di kantor, aku langsung dihadapkan dengan setumpuk laporan dari Mbak Mia.

“Selamat pagi, perkenalkan nama saya Noviana, saya adalah kepala gudang, saya atasanmu di divisi ini. Mungkin kamu bertanya tanya kenapa kamu tidak ditempatkan di Gudang yang berada di belakang gedung ini. Setelah saya membaca resume mu, saya meminta ke Kepala HRD untuk menjadikanmu staff ku di divisi Stock Penjualan.

“Iya Ibu, perkenalkan nama saya Joni, Joni Iskandar. Mohon bimbingannya ibu ”, sahutku kemudian.

“Hahahahaha, namamu lucu mirip penyanyi dangdut ”, jawabnya singkat.

Dengan semangat perjuangan akupun mempelajari pekerkaanku ini. Tak terasa sudah tiga bulan aku kerja disini. Dan di bulan keempat akhirnya aku menerima kenaikan gaji. putri77.com Sesuai janjiku pada Bulik, tiap hari waktu jam istirahat aku pasti makan di warung Bulik. Seperti siang ini, aku makan nasi pecel dengan es teh kesukaanku.

“Selamat siang Bu, ada perintah?”, tanyaku ketika menghadap Bu Noviana.

“Hihihihi, itu bersihkan dulu mulutmu, ada kulit cabe menempel di gigimu ”, jawaban dari Bu Novi yang tak kuduga.

Dengan sedikit menahan malu, aku langsung menuju toilet dan membersihkan mulut serta membasuh mukaku biar kelihatan segar kembali. Langsung kumenghadap lagi ke meja Bu Noviana. Beliau memanggilku karena perusahaan kami akan memerima banyak order untuk peralatan peralatan listrik tenaga matahari yang menyuplai 15 Kabupaten dan 5 Kota Madya se Provinsi.

“Kau siapkan fisikmu ya Joni, karena beberapa bulan kedepan kita akan kerja ekstra melayani permintaan barang, dan nantinya mungkin kita akan sering ke luar kota untuk melihat pendistribusian barang barang kita ”, perintah dari Bu Noviana.

“Siap Bu ”, jawabku tegas.

Kau bisa bawa mobil? Punya SIM A?”, tanya Bu Noviana.

“Siap bisa Bu, saya juga punya SIM A, saya dulu pernah bantu Paman saya berkeliling Provinsi bawa Pickup mengantar hasil panen Bu”, jawabku tegas.

Proyek besar ini kami lalui dengan lancar tanpa hambatan. Tiga bulan sudah aku disibukkan mengurus proyek ini bersama Bu Noviana, mulai lembur di kantor sampai berkeliling ke tiap kabupaten untuk mengecek kelancaran distribusi barang kami. Saking sibuknya taksempat kuperhatikan sosok seorang Kepala Divisi Stock Penjualan.

Walaupun kami sudah bersama selama setengah tahun taksedikitpun terlintas pikiran macam macam kepada beliau, tak seperti ketika bertemu dengan Mbak Mia. Ibu Noviana seorang wanita karier bersuami seorang pejabat Pemda, takterlihat keriput di wajahnya walaupun usianya memasuki kepala empat. Dan yang membikin aku berkhayal adalah tubuhnya yang semok, padat kencang, dan terlebih buah dada dan pantatnya yang besar.

“Hai Jon, ngelamun aja. Ambil kunci mobil dan bawa laporanmu untuk Kota T. Kita berangkat kesana karena ada laporan dari customer bahwa barang kita yang baru datang disana banyak yang rusak, dan satu lagi benerin tu celanamu kok kayaknya ada yang bangun, ngebayangin apa sich sampai segitunya, xixixixixi ”, suara Bu Noviana mengagetkanku.

“Ah ah, si si siap Bu ”, jawabku dengan sedikit gugup. Tumben sekali Bu Noviana berbicara seperti itu, mungkin beliau lagi senang karena proyek kami akan segera selesai dan pastinya akan ada bonus yang menanti kami dari perusahaan. Sambil menahan malu aku mempersiapkan segala keperluannya.

Enam jam perjalanan yang kami tempuh akhirnya tiba di Kota T. Kulirik jam tanganku, terpampang angka tiga disana, “ah pantesan perutku sudah lapar, jam tiga ternyata,” gerutuku dalam hati. Seakan mengerti akan isi hatiku, Bu Noviana mengajakku makan di warung, “Makan dulu di warung Jon, perutku sudah lapar. Sepertinya kita nanti akan menginap di kota T, gapapa kan? Lagian ini Kota terakhir, biar cepat selesai dan segera dapat bonus dari kantor. Kamu jangan bingung, nanti kita belanja baju buat ganti, tenang aja tadi sudah disiapkan dana dari bendahara keuangan ”, sahut Bu Noviana lagi.

“Siap Bu ”, jawabku singkat.

Setelah makan kami langsung menuju ke tempat customer. Dua jam waktu yang kami butuhkan untuk menyelesaikan masalahnya. Diambil kesepakatan bahwa perusahaan kami harus mengganti barang yang rusak, dan kami menyanggupi tak sampai satu minggu barang sudah dikirim lagi. Akhirnya kami pamit kepada customer untuk mencari hotel, kami beralasan sudah lelah pengin istirahat karena besuk pagi harus ketemu lagi untuk membuat surat kesepakatan pengiriman barang lagi.

Kutanyakan pula arah hotel terdekat di Kota ini. Ternyata Hotel itu penuh, akhirnya mobil SUV ini kupacu lagi keliling kota untuk mencari Hotel sampai ke pinggiran kota. Akhirnya kutemukan satu Hotel yang beraksen tradisional, langsung kumenuju meja reseptionis sedangkan Bu Noviana kusuruh tetap di dalam mobil berjaga jaga kalau hotel ini penuh juga.

“Maaf Bu, semua kamar penuh, tinggal satu kamar VIP single bed ukuran king tapi ada ruang tamunya, gimana Bu?”, tanyaku.

“Ya wis gapapa, daripada muter muter lagi ”, jawabnya.

“Gimana Bu, kan jadi ga enak tinggal satu kamar, oiya kan ada sofanya, nanti biar saya yang tidur di sofa ”, jawabku.

Setelah menurunkan barang barang di lobi hotel, kamipun diantar Bell Boy menuju kamar 211. Setelah kuberi tip sekedarnya, pintu kamarpun tertutup rapat. Dan aku masih berdiri kebingungan. “Santai aja Jon ga usah tegang gitu, kita gentian pakai kamar mandinya ya ,” kata Bu Noviana memecah kesunyian.

“Jon cepetan mandi, trus kita cari makan” teriak Bu Noviana memanggilku.

“Iya Bu ”, jawabku sambil mematikan rokokku. Kubuka pintu balkon dan masuk kamar. Alangkah terkejutnya aku mendapati Bu Noviana masih berbalut handuk kekecilan yang tak mampu menutupi payudara dan paha mulusnya. “Ma ma maaf Bu,” kataku singkat.

“Biasa kali Jon, kaya ga pernah liat emak emak pake handuk, hahahaha, sorry tadi aku lupa bawa baju ganti, itu di dalam masih ada handuk bersih satu buruan mandi terus kita beli baju dan makan ”, jawab Bu Noviana.

Langsung kumenuju kamar mandi, kemelamun membayangkan tubuhnya, ah ngaceng juga kontolku.

“Cepetan jangan banyak ngelamun, ga usah pake ritual khusus ya, kasihan tu adik kecilnya disiksa, xixixixi ”, teriak Bu Noviana membuyarkan lamunanku.

Setelah mandi, kamipun segera makan di restoran, tak perlu lagi keluar hotel, karena disini juga ada butik pakaian. Setelah makan kami menuju butik, Bu Noviana memilihkan baju untukku, kemeja dengan celana bahan dan taklupa celana pendek dan kaos, mungkin untuk perlengkapan tidurku. Kulirik Bu Noviana memilih lingerie warna hitam dan merah, kulihat dari bentuknya sangat seksi sekali, pikirku buat apa beliau beli baju seperti itu, ah itukan hak dia.

“Mau kemana lagi Bu?”, tanyaku.

“Kau belum ngantuk kan? Ini juga masih jam 9, masih sore. Yuk kita cari hiburan. Di lantai 3 ada Room Karaoke, yuk kita kesana itung itung refreshing sekalian ngasih kamu bonus pemanasan, hehehe ”, jawab Bu Noviana.

Setibanya di Room Karaoke Bu Noviana memesan makanan ringan dan beberapa minuman, eit apa, apa aku salah dengar. Masa Bu Noviana memesan Red Label, itukan minuman keras mahal. Apa beliau juga peminum, kalau aku sich jangan ditanya lagi, sewaktu STM aku membantu usaha pamanku, sering kali aku diajak ke komplek pelacuran, pasti minum dulu, bir ataupun arak jawa (Arjo), ya itulah jenis minuman yang pernah aku tenggak yang menurutku pas di kantong, sering juga aku ditraktir pamanku untuk merasakan kehangatan tubuh wanita penghibur disana.

“Biasa aja kali Jon, di rumah aku sering minum sendiri untuk melepas penat, dan juga sebagai teman kesendirianku, karena suamiku jarang pulang karena posisi dia sebagai pejabat daerah ”, kata Bu Noviana.

Satu jam dua jam, kamipun larut dalam suasana. Sudah berpuluh puluh lagu dinyanyikan. Ya benar, menyanyi bisa melepaskan kepenatan, teriak teriak bisa mengeluarkan kebuntuan kepala. Terlihat Bu Noviana sudah mulai sempoyongan, di saat menyanyikan lagu romantis beliau sudah tak segan lagi merangkulku.

“Jon, sudah yuk, aku sudah agak pusing ”, ajak Bu Noviana.

“Bilang ke petugasnya kalau kita break, bill nya ga usah dibayar nanti di masukkan jadi satu sama tagihan hotel ”, sambungnya lagi.

“Siap Bu, mari saya bantu ke kamar ”, jawabku.

Sesampainya di kamar, Bu Noviana langsung masuk kamar mandi sambil membawa bungkusan belanjanya tadi. Akupun menuju balkon untuk mencari udara segar. Setelah habis dua batang kretek, aku masuk kamar untuk ke bersih bersih badan dang anti baju di kamar mandi. Seperti kebiasaanku celana kolor tanpa CD dan kaos oblong adalah kostum tidurku.

“Belum ngantuk jon ”, tanya Bu NOviana seraya beranjak dari ranjang menuju kulkas untuk mengambil minuman ringan.

“Be belum Bu ”, sontak aku kaget menjawabnya. Bagaimana tidak, Bu Noviana terlihat seksi sekali. Berbalut lingerie merah yang pas di badan, pendek cuma sampai di bawah bokongnya. Apalagi dadanya, wow seakan mau tumpah. Pahanya yang mulus, betisnya yang bullet istilah jawanya Mbumbung Pari. Perlahan namun pasti kontolku pun bangun semakin tegak menantang.

“Hahahaha, kenapa kamu Jon, masa lihat emak emak gini bisa sange?”, tawa Bu Noviana buyarkan kekagumanku.

“Ya ya, emak emak seksi sich Bu ”, jawabku dengan penuh keberanian karena masih terpengaruh alcohol.

“Emang masih seksi?, kepala empat lho, suamiku aja sudah ga mau menjamahku ”, tanyanya.

“Iya Bu, ah bodo amat Si Bapak, masa istri seksi gini dianggurin terus ya Bu, coba kalau aku jadi Bapak, wah tak sempat pakai celana di rumah Bu, hehehehe ”, timpalku kemudian.

“Emang kamu bisa jadi Si Bapak?”, tanyanya lagi.

Akupun diam dan mengalihkan perhatiannya ke acara TV. “Bu, saya ijin ke balkon dulu mau ngrokok,” sahutku dalam keheningan.

“Ah, kenapa sich ngrokok terus, nanti impoten lho, sini tidur di ranjang aja daripada kedinginan,” perintah Bu Noviana.

Bagai kerbau dicokok hidungnya, aku segera menuruti perintahnya dan masuk kedalam selimut. Dinginnya AC takmampu meredam panas tubuhku, bagaimana tidak tubuhku bergesekan dengan kulitnya yang lembut. Sungguh kutakpercaya di usianya yang sudah setengah baya namun tetap memliki tubuh yang kencang dan mulus.

Akupun menggeser tubuhku agak ke pinggir ranjang sambil terus menatap layar TV. 5 menit berlalu suasana hening, hanya terdengar suara TV. Kulirik kesamping ternyata Bu Noviana sudah memejamkan matanya. Aku dilanda kebingungan menahan konak sehingga tak bisa juga kupejamkan mata ini. Deg, jantungku berdebar tatkala tangan Bu Noviana memeluk dada bidangku.

“Kamu buat tenda ya Jon?” sahut Bu Noviana memecah keheningan. Tanpa di komando tangannya langsung menyambar kontolku yang masih bersemayam di balik kolor.

“Wuih keras banget sayang, puasi aku malam ini ya sayang, sudah lama aku takmerasakan kenikmatan ”, kata Bu Noviana sambil menatapku dengan wajah sayu.

“Jangan Bu, ga enak sama Bapak, jangan Bu saya malu, anu saya kecil Bu, takut tak bisa memuaskan Ibu ”, tolakku dengan penuh kepura puraan.

“Sudahlah Bapak tak akan tahu. Nikmati aja, aku suka kontol kamu keras, lagian ga usah pura pura, aku tau belakangan ini kamu suka curi curi pandang kan? Sudah jangan formal gitu tak usah panggil Ibu, disini bukan di kantor ”, sergah Bu Noviana seraya mengecup bibirku.

“Iya Bu, eh sayang ”, jawabku dengan balasan melumat bibirnya. Dan sesuatu yang diharamkan itupun terjadi. Dengan buasnya kulumat bibirnya sambil tanganku bergerilya di dadanya. Wow memang sangat montok teteknya, lembut. Kubuka tali lingerinya, kulumat putingnya bergantian kiri kanan, taklupa kutinggalkan tanda sayang di gundukan teteknya, hemmm lezatos.

“Ah ah, eisst eisst, husshh ”, hanya itu yang keluar dari mulutnya.

“Enak sekali tetekmu sayang ”, sahutku.

Entah siapa yang memulai, tau tau baju kami sedah berserakan di ranjang, tubuh kami polos bermandikan keringat. Selimut acak acakan tak berbentuk lagi. Tubuhnya menggelinjang memporak porandakan seprei. Mulut dan tanganku terus bergerilya turun ke bawah menyusuri perutnya. Lidahku berhenti dan berputar putar di pusarnya.

Semakin dia menggelinjang antara enak dan geli. Terus kuremas tetek besarnya yang tak muat di genggaman tanganku. Turun kebawah lidahku menyapu jembutnya yang dipotong rapi, sengaja aku tak langsung menuju memeknya, aku masih pengin memainkan gairah wanita setengah baya ini. Kujilati pangkal pahanya, kuusap usap paha mulusnya, kuraba betisnya sampai jari kakinya.

Dia semakin menggelinjang. Takkuat juga kumenahan nafsuku, segera kujilat itilnya, kujelajahi labia mayoranya. Basah lembab dan wangi ternyata, aroma keharuman sabun kewanitaan ditambah aroma khas memeknya memenuhi udara ruangan kamar hotel. Kucolok lubang memeknya dengan ujung lidahku, dia semakin mengerang.

“Argghhh, arggghhh, a a ak kel luuarrr ”, erangnya disaat mencapai puncak.

“hossh hossh, tunggu sayang tunggu, tak ambil nafas dulu, gila luar biasa, hebat banget kamu hanya dengan lidahmu kamu bisa buat aku melayang ”, dengan nafas sengal berkata padaku.

Setelah semenit istirahat, dia langsung menaiki tubuhku, lidahnya menjilat wajahku sampai ke telinga. Tangannya meraba dada bidangku, jarinya yang lentik memainkan putingku. Gila sensasinya aneh tapi luar biasa sekali. Putingku tak luput dari jilatan dan kulumannya. Seakan ingin membalasku, pusarku pun disapu dengan lidahnya yang hangat.

Dan puncaknya, digenggamnya kontolku seraya dikecup mesra, dan mulailah ritual mengulum kontol. Layaknya seorang anak kecil yang diberi lollipop, dia sangat menikmati sekali di setiap kulumannya. Segera kutersadar akan kenikmatan ini, kulepaskan kontolku dari kulumannya, aku tak mau K. di sesi ini, aku pengen dia menikmati kontolku dulu.

Sebenarnya aku agak minder dengan ukuran kontolku yang cuma 14 cm dengan diameter hampir 5 cm kutakut tak bisa memuaskannya. Bodo amat yang penting nikmatkan. Langsung kubalik tubuhnya, kulumat bibirnya dan kuusapkan ujung kontolku di itilnya, diapun menggelinjang lagi. Dengan perlahan kuterobos pintu memeknya.

“Arghh, pelan sayang, kontolmu gemuk”, pekiknya dengan mata melotot.

“Argghhh, sempit banget memekmu sayang ”, erangku berusaha menghujam memeknya.

Blesss, akhirnya kontolku masuk semua. Kudiamkan sebentar kontolku biar dia terbiasa. Kupompa pelan pelan, keluar masuk. Kugoyang kanan kiri atas bawah. Tak sampai 5 menit dia mengerang lagi.

“argghh aku keluar lagi sayang, gila gila, nikmat banget kontolmu, aku bisa ketagihan nanti ”, erangnya saat dia orgasme.

“Eitss pantesan licin banget, ternyata dia keluar lagi, apa? Ketagihan? hahaha, liat aja nanti sayang ”, batinku sambil mendiamkan gerakan junior.

Kubalikkan tubuhnya dan kusuruh dia menungging. Tangannya berpegangan pada dandaran ranjang. Segera kuhujamkan penisku dengan gaya doggy, inilah gaya favoritku. Akhirnya bisa mentok juga. Kugoyang pelan sambil kueksplor lagi bongkahan pantatnya yang membulat. Kutepak tepak pantatnya sampai agak memerah.

Gila amajing sekali sensasinya. Kulirik tangan kanannya meremas teteknya sendiri sedangkan tangan kirinya berpegangan pada sandaran ranjang. Tak mau tertinggal lagi, kugenjot dengan RPM meninggi sambil tanganku menggantikan tangan kanannya meremasi tetek besarnya. Kugoyang lagi dengan gerakan memutar, kukeluarkan jurus andalanku warisan paman jurus mengebor batu dengan kecepatan tinggi.

“Hosh hosh, aku mau keluar sayang, di dalam apa di luar” tanyaku.

“Arghh argghh, tahan sayang aku juga sebentar lagi, terse ra h kamu ke lu ar dimana, aku sudah tak tahan ”, sahutnya.

“Argghhh, oughhh hosshhhh ”, teriak kami bersamaan disaat muncratnya pejuhku 8 kali tembakan didalam memeknya dan mengalir pula air surgawinya membasahi kontolku.

Kudiamkan sejenak kontolku dan kucabut setelahnya. Kulihat lelehan spermaku sangat banyak dan kental. Kulihat memeknya memerah dan menganga. Ah nikmat sekali memeknya. Tubuhnya ambruk tertelungkup. Aku menyusul berbaring disampingnya. Keringat membasahi kami berdua. Kuusap punggungnya sambil kuciumi tengkuknya.

“Terima kasih sayang, kau memang pejantan tangguh, sudah lama takkurasakan kenikmatan seperti ini, sampai ngilu memekku, xixixixi ”, katanya dengan senyuman.

“Justru aku yang terima kasih sayang, memekmu sempit, dan tetekmu wow sungguh akan jadi kesukaanku, aku takut nantinya ketagihan sayang ”, sahutku sambil kukecup ringan bibirnya.

Dan seperti perkiraanku, hubunganku dengan Bu Noviana berlanjut di kemudian hari. Tak ada ikatan cinta diantara kami, cuma rasa sayang untuk saling memuaskan,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts