Abang penjual majalah
Sewaktu saya masih sering main ke Gajah Mada Plaza di wilayah Jakarta Pusat, ada seorang penjual majalah yang kusuka. Dulu dia berjualan di sisi kiri bagian depan gedung plaza itu. Sepintas, dia terlihat seperti orang kasar, kuat, dan tegas. Yang kusuka darinya adalah rambutnya yang sering kali cepak. Meskipun kulitnya gelap, namun bagiku dia seksi sekali. Saya sering sekali membeli majalah darinya, terutama Men’s Health Indonesia.
Majalah itu merupakan majalah satu-satunya di Indonesia yang memiliki cover yang dapat membangkitkan nafsu birahi para pria homoseksual Indonesia. Saya masih ingat komentarnya ketika saya pertama kali membeli Men’s Health darinya. Dia bertanya apakah saya suka fitness. Saya hanya menjawab sambil malu-malu bahwa saya hanya suka membacanya saja.
Sejak saat itu, saya menjadi pelanggan setianya, dan dia pun cukup baik dengan memberiku diskon seribu rupiah untuk tiap majalah ynag kubeli. Lumayan, buat ongkos pulang:) Terkadang saya betah berlama-lama dengannya. Wajahnya tampan sekali dan tubuhnya nampak kuat sekali. Sepintas dia lebih cocok menjadi kuli bangunan. Entah hanya perasaanku saja atau tidak, sering kurasakan dia menatapku dengan pandangan aneh.
Pada suatu hari, seperti biasanya, tiap akhir bulan, saya mampir ke kios majalahnya untuk membeli Men’s Health yang terbaru. Sudah terbayang di benakku wajah tampan dan tubuh ketat berotot yang bakal menghias sampul depan majalah kesayanganku itu. Tapi begitu sampai di sana, saya kecewa karena majalah kesayanganku itu tidak kelihatan sama sekali. Tapi abang majalah yang tampan itu mengatakan bahwa Men’s Health-nya ketinggalan di rumahnya.
Dia kemudian menawarkanku untuk pergi ke rumahnya yang kebetulan dekat. Entah kenapa, saya ikut saja. Keadaan rumahnya sangat memprihatinkan, seperti rumah kardus. Tapi kelihatannya dia cukup puas dan bahagia. Andaikan semua orang puas dengan kehidupannya, kriminalitas akan berkurang drastis! Amin deh.
Balik ke ceritaku, abang itu pun sibuk mengeluarkan sekotak penuh majalah. Di bagian teratas, nampak edisi terbaru dari Men’s Health yang kurindukan.
“Nih, Men’s Health-nya. Sengaja gue simpan buat loe.”
Tapi saat majalah itu diambil, di bawahnya ada majalah lain yang nampaknya hampir sama dengan Men’s Health. Cover depannya juga seoang pria macho bertubuh kekar, tapi yang satu ini kok kontolnya tercetak jelas di balik celana dalamnya?
“Bang, majalah apa tuh?” tanyaku, penasaran.
Birahiku mulai naik. Pria macho yang berotot adalah tipeku. Saya bisa ejakulasi smapai 6x sehari hanya dnegan membayangkan dientotin rame-rame ama cowok-cowok macho. Di sampulnya kubaca ‘Blue Boy’.
“Oh, ini?” tanyanya berpura-pura bodoh.
“Ini mah majalah porno luar, buat para homo.”
“Homo?” tanyaku, birahiku makin bergejolak.
Susah sekali untuk menemukan majalah porno homoseksual luar di negeri yang tercinta ini. Tentu saja, rasanya ingin sekali memiliki majalah itu. Harganya berapa?” tanyaku, berusaha untuk tetap terdengar santai.
“Ceban saja,” jawabnya.
“Omong-omong, situ homo juga?”
Saya serasa tersambar petir, tidak tahu harus berkata apa. Tapi entah kenapa, saya tak mencoba untuk berbohong.
“Ya, gue homo.”
“Oh, pantesan situ sering beli Men’s Health,” katanya, cengar-cengir seperti kuda.
“Ternyata situ doyan cowok juga.”
“Juga? Apa maksudnya tuh?” pikirku. Lalu aku teringat kembali saat dia menatapku dengan pandangan aneh. “Astaga. Jangan-jangan abang majalah ini homo juga kayak gue,” pikirku lagi.
“Abang gak keberatan ‘kan kalo gue homo?” tanyaku hati-hati, siapa tahu saya salah menebak seksualitasnya.
“Sama sekali gak. Malah Abang seneng,” jawabnya, berdiri berhadap-hadapan denganku.
Mata kami saling bertatapan. Untuk sesaat, kukira jantungku akan meledak. Rasa tegang dan birahi menyiksaku sampai membuatku sesak napas. Kontolku mulai bangkit dan mendorong-dorong celana dalamku. Abang itu tersenyum melihat tonjolan di balik celana panjangku. Dia sendiri juga mempunyai tonjolan, malah jauh lebih besar seakan dia tak mengenakan celana dalam.
“Loe suka kontol?” tanyanya tiba-tiba.
Saya hanya mengangguk, seperti orang bodoh. Puas mendengar jawaban jujurku, abang majalah itu pun segera merosoti celananya. Begitu celana itu turun, kontolnya yang ngaceng langsung terlompat keluar. Astaga, dia memang tak mengenakan celana dalam.
“Ini kontol gue. Ayo, isep,” perintahnya.
Bagaikan seorang budak, saya bersimpuh di depannya. Kontolnya yang tegang berdenyut-denyut di hadapanku. Panjangnya lumayan juga, 15cm. Kulihat dengan jelas, sebutir precum menyembul keluar dari lubang kontol. Ah, seksi sekali. Precum itu lalu mengalir keluar dan bergantungan pada kepala kontolnya. Seperti seorang pelacur, saya mengeluarkan lidahku dan menyambut precum itu.
Mm.. Nikmat sekali. Agak asin, tapi nikmat. Inilah cairan ternikmat yang pernah kucicipi. Sudah lama saya merindukan kontol seorang pria, akhirnya terwujud juga. Kubuka mulutku lebar-lebar dan menunggu abang majalah itu memasukkan kontolnya. Saat kontol itu masuk, saya langsung mengatupkan mulutku dan mulai menyedot. Menyedot kontol sudah tak asing lagi bagiku; saya pernah mencobanya dua kali. Jadi, saya telah memiliki sedikit pengalaman.
Dengan rakus, kujilati kontol besar itu. Warnanya hampir sama gelapnya dengan warna kulit tubuhnya. Sambil mneyedot kontol itu, kutarik-tarik bola pelernya. Abang itu melenguh-lenguh karena nikmat, tangannya memainkan kepalaku. Lama-kelamaan, dialah yang mengendalikan gerakan kepalaku. Dia memakai mulutku seperti memakai pantat cowok. Mulutku dingentotin tanpa ampun. Terkadang kontolnya terdorong begitu dalam sampai saya ingin muntah. Tapi berhasil kutahan.
“Hhohh.. Hhoohh.. Sedot terus.. Ooh yyaa.. Loe suka kontol gue ‘kan? Hhohh.. Hisap terus.. Hhoohh.. Aahh..”
Abang itu semakin keras menyodomi mulutku sampai-sampai saya merasa mulutku sudah keburu kaku membentuk huruf O. Pinggangnya dihentak-hentakkan seperti orang kesurupan. photomemek.com Abang majalah yang semula nampak baik, kini mulai menunjukkan warna aslinya. Sikapnya mulai kasar dan nampak jelas bahwa dia hanya ingin memakai tubuhku saja.
“Hhoohh.. Hhoosshh.. Hhoohh..”
Mendadak, dia menekan kepalaku kuat-kuat dan kontolnya tiba-tiba membesar. Saya tahu benar apa artinya. Dia akan segera ngecret di dalam mulutku.
“AARRGGHH!!”
CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! Muncratlah pejuhnya, membanjiri mulutku. Tubuhnya mengejang-ngejang, dan mulutnya mengerang-ngerang sambil mengeluarkan sejumlah sumpah serapah.
“AARRGGHH!! BANGSAT! UUGGHH!! FFUUCKK!! AARRGGHH!! SIALAN! AAHH..!!”
Ketika semuanya berakhir, tanpa bercelana, abang itu menggendongku ke ranjangnya. Tubuhku dibanting di atas ranjangnya yang nampak kotor dan bau. Rupanya sudah berbulan-bulan dia tak mengganti sepreinya. Bau apek khas cowok langsung menyerang hidungku. Entah kenapa, saya malah menghirup semua aroma itu dalam-dalam. Jelas sekali terdapat aroma pejuh kering juga.
Tanpa permisi, abang itu dengan kasar menelanjangiku. Ingin berhubungan seks dengannya, saya biarkan dia melakukannya. Tanpa halangan pakaianku berterbangan ke lantai, kini tak ada sehelai benang pun yang menutupi ketelanjanganku. Nampak kontolku telah ngaceng dan basah. Puas menelanjangiku, abang itu kemudian melepaskan kemeja usangnya.
Mataku berbinar-binar dengan nafsu saat kulihat dadanya yang bidang. Kulit gelapnya sama sekali bukan masalah. Malah cocok dengan wajahnya yang tampan. Otot-ototnya memang tak terlalu besar, namun cukup memikatku. Bak binaragawan amatiran, dia sengaja memamerkan bisepnya. Kedua putingnya yang nyaris berwarna hitam nampak berdiri tegang, menantangku. Abang itu kemudian naik ke atas ranjangnya yang otot lalu meniduriku. Dengan nafsu yang menggelora, dia menciumi wajah dan tubuhku sementara kedua tangannya asyik menjelajahi tubuh telanjangku. Saya merasa seperti hewan kecil yang akan segera dimangsa.
“Udah lama gue gak nidurin cowok Cina.. Aahh.. Susah sekali nyari cocok Cina yang homo.. Uuhh.. Gue beruntung ketemu loe.. Hhohh.. Mau gak dingentotin? Gue mau pake loe. Gue mau nusuk loe ama kontol gue ini. Mau gak?”
Bagai tersihir, saya mengangguk setuju, seraya menelusuri dadanya dengan jemariku. Sengaja kutekan-tekan dan kuremas-remas ada bidangnya.. Aahh.. Keras sekali.. Kedua putingnya kupelintir dan kutarik-tarik. Bagaikan seekor banteng, abang itu melenguh-lenguh.
“Mainin puting gue.. Hisap mereka.. Ayo..” kepalaku ditarik lalu ditempelkan pada putingnya bergantian.
Langsung saja kujilati dadanya dan kukulum putingnya. Bau aroma tubuhnya pun langsung menusuk hidungku. Aahh.. Jantan sekali.
“Gue mau ngentotin loe sekarang cepat balik,” perintahnya.
Saya menurut saja, tak melawan sedikitpun. Kubalikkan tubuhku lalu saya berbaring dengan perut menempel pada ranjangnya. Abang itu lalu menaiki tubuhku dan meniduriku. Kedua tangannya menahan berat tubuhnya lalu pelan-pelan tubuhnya diturunkan ke bawah. Kontolnya yang tegang bergantungan tepat di atas lubang pantatku. Kontolnya mengetuk-ngetuk lubang pantatku, meninggalkan bekas pejuh. Lalu tiba-tiba, dia menjatuhkan dirinya.
“AARRGGHH..!!” teriakku saat kontolnya menancap masuk ke dalam anusku.
Perih sekali rasanya, seakan-akan anusku akan sobek. Abang itu terhitung berani dan beruntung sebab bisa saja kontolnya meleset dan mengalami ‘patah-tulang’. Tapi kini kontolnya telah menemukan rumah baru. Denyutannya terasa sekali dalam liang pembuanganku.
“Gimana? Enak gak kontol gue?” tanyanya, menciumi leherku dan menghirup aroma tubuhku yang agak wangi. Saya memang selalu memakai cologne, untuk menarik perhatian cowok 😉
“Enak, Bang. Gede sekali.. Aahahh.. Ngentotin pantat gue, Bang. Ayo, ngentotin gue.. Aahh.. Pake gue,” desakku, tak sabar.
“Tentu saja gue bakal ngentotin loe. Badan loe mulus dan putih. Gue paling suka cowok Cina kayak loe. Abang mulai ngentotin pantat loe, ya,” ujarnya.
Dan dengan itu, dia pun menarik tubuhnya ke atas. Seiring dengan itu, kurasakan kontolnya bergerak mundur. Lalu dia kembali menurunkan tubuhnya dan kontolnya pun amblas masuk. Gaya ngentot seperti itu tak mudah karena amat menguras tenaga si tukang ngentot. Tapi tingkat kepuasannya tinggi sekali sebab pantat orang dingentot akan terasa sempit sekali jika dia berbaring seperti saya.
“AAHH.. Sempit banget.. UUHH.. Seret lagi.. Hhoohh.. Tapi gue suka.. Oohh.. Pantat cowok Cina memang enak.. Oohh.. Hhoohh..”
Selama beberapa menit, dia mengentotku seperti itu. Pada awalnya, rasanya sakit sekali. Lubang pantatku yang kecil dipaksa membuka selebar-lebarnya dan dilewati oleh sebatang kontol yang lumayan besar. Tapi gesekan kontolnya menimbulkan rasa nikmat tersendiri. Semakin lama, ngentotannya semakin keras. Tubuhku sampai tertekan ke bawah yang mengakibatkan pergesekkan antara kontolku dengan ranjangnya. Kontolku serasa diperas dan dicoli. Oh, enak sekali.
“Oohh.. Hhoosshh.. Enak banget.. Terus, Bang.. Aahh.. Terus..” pintaku, berteriak-teriak seperti pelacur.
“Aahh.. Pake badan gue.. Oohh.. Gue pengen dingentotin.. Ayo, Bang.. Ooh fuck! hhoohh..”
Sengaja kutegangkan otot anusku, mencekik kontolnya tanpa ampun, dan hal itu malah menyebabkan dia berejakulasi lebih cepat.
“Hhoohh.. AARRGGH!! BANGSAT.. GUE NGECREETT!! AARRGGHH..!!”
Untuk yang kedua kalinya, abang majalah favoritku itu menumpahkan isi kontolnya. Cairan pejuh hangat mengalir masuk ke dalam pantatku, terpompa terus menerus. CCROOTT!! CCROOTT!! CCRREETT!! CCRRETT!
“OOHH!! AARRGHH!! UUGHH!! OOHH..!! HHhoohh..”
Tetes pejuhnya yang terakhir keluar sudah. Namun, dia tetap tak ingin melepaskanku. Meskipun kontolnya mulai menciut sedikit, dia tetap menggenjot pantatku. Genjotannya yang bertubi-tubi memicu orgasme dan ejakulasiku. Tanpa dapat dicegah, saya pun meledak.
“Hhohh.. Aahh.. Bang.. Gue nyampe.. Aahh.. OoOOHH..!!”
Kontolku pun menembak-nembakkan pejuh secara tak terkendali. CCRROTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! Pejuh yang keluar langsung diresap oleh ranjangnya, bergabung dengan noda-noda pejuh yang telah mengering. Nampaknya abang itu sering ngentotin ranjangnya. Tubuhku kelojotan, mengejang-ngejang, dan berguncang-guncnag, namun dia berhasil menahannya dengan berat tubuhnya. Rasa nikmat yang luar biasa menyapu tubuhku dari bawah sampai ke atas. Rasanya puas sekali.
Tubuh kami pun melemas seperti mainan yang kehabisan batu baterei. Selama bermenit-menit, kami hanya berbaring saling bertindihan seperti itu, beristirahat. Ketika energi kami mulai terkumpul kembali, kami bangun dan merapikan diri kami masing-masing. Kurogoh sakuku dan mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli Men’s Health dan Blue Boy namun dia menolaknya.
“Loe gak usah bayar. Anggap aja loe tadi udah bayar ama badan loe. Lain kali, kalo mau beli majalah lagi, gak perlu bawa uang. Bawa aja badan loe dan kita bisa bersenang-senang lagi,” katanya, wajahnya berseri-seri, nampak puas sekali.
Seraya mengucapkan terima kasih, saya memeluk tubuhnya yang berkeringat. Saya takkan pernah membeli majalah di tempat lain! Jika saya butuh majalah, dan gay sex, saya akan mendatangi abang majalah yang sangat kucintai itu.
TAMAT
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,