Cerita Ngentot ABG Agresif

Dari kecil aku sering dimanja oleh orantuaku, sampai diusiaku yang dewasa ini masih saja kalau tidur suka minta di keloni oleh ibu kadang juga dengan Mbak Lisa dan Mbak Bertha, kami bersaudar 3 wanita semua, Ayahku yang paling sayang denganku kalau aku minta apa apa sering di turuti, tapi entah kenapa kalau sama ayah aku tidak mau tidur bersama ayah mungkin badannya yang besar da nada bulu bulu ditubuhnya.

Pernah juga saat kakaku Mbak Bertha menikah aku tidak rela dia milik orang lain aku sungguh benci dengan suaminya, Ayahku dan Ibuku memberi nasehat dan menghiburku agar rela kalau Mbak Bertha dimiliki orang lain, memang tingkahku seperti anak balita yang masih menangis dan selalu manja dalam segala urusan.
Tangisanku baru berhenti setelah Ayah berjanji akan membelikanku motor. Padahal aku sudab punya mobil. Tapi memang sudah lama aku ingin dibelikan motor. Hanya saja Ayah belum bisa membelikannya. Kalau mengingat kejadian itu memang menggelikan sekali. Bahkan aku sampai tertawa sendiri. Habis lucu sih.., Soalnya waktu Mbak Bertha menikah, umurku sudab dua puluh satu tahun.
Hampir lupa, Saat ini aku masih kuliah. Dan kebetulan sekali aku kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta yang cukup keren. Di kampus, sebenarnya ada seorang gadis yang perhatiannya padaku begitu besar sekali. Tapi aku sama sekali tidak tertarik padanya. Dan aku selalu menganggapnya sebagai teman biasa saja. Padahal banyak teman-temanku, terutama yang cowok bilang kalau gadis itu menaruh hati padaku.
Sebut saja namanya Asni. Punya wajab cantik, kulit yang putih seperti kapas, tubuh yang ramping dan padat berisi serta dada yang membusung dengan ukuran cukup besar. Sebenarnya banyak cowok yang menaruh hati dan mengharapkan cintanya.
Tapi Asni malah menaruh hati padaku. Sedangkan aku sendiri sama sekali tidak peduli, tetap menganggapnya hanya teman biasa saja. Tapi Asni tampaknya juga tidak peduli. Perhatiannya padaku malah semakin bertambah besar saja. Bahkan dia sering main ke rumahku, Ayah dan Ibu juga senang dan berharap Asni bisa jadi kekasihku.
Begitu juga dengan Mbak Lisa, sangat cocok sekali dengan Asni Tapi aku tetap tidak tertarik padanya. Apalagi sampai jatuh cinta. Anehnya, hampir semua teman mengatakan kalau aku sudah pacaran dengan Asni, Padahal aku merasa tidak pernah pacaran dengannya. Hubunganku dengan Asni memang akrab sekali, walaupun tidak bisa dikatakan berpacaran.
Seperti biasanya, setiap hari Sabtu sore aku selalu mengajak Bobby, anjing pudel kesayanganku jalan-jalan mengelilingi Monas. Perlu diketahui, aku memperoleh anjing itu dan Mas Herman, suaminya Mbak Bertha. Karena pemberiannya itu aku jadi menyukai Mas Herman.
Padahal tadinya aku benci sekali, karena menganggap Mas Herman telah merebut Mbak Bertha dan sisiku. Aku memang mudah sekali disogok. Apalagi oleh sesuatu yang aku sukai. Karena sikap dan tingkah laku sehari-hariku masih, dan aku belum bisa bersikap atau berpikir secara dewasa.
Tanpa diduga sama sekali, aku bertemu dengan Asni. Tapi dia tidak sendiri. Asni bersama Mamanya yang usianya mungkin sebaya dengan Ibuku. Aku tidak canggung lagi, karena memang sudah saling mengenal. Dan aku selalu memanggilnya Tante Maya.
“Bagus sekali anjingnya..”, piji Tante Maya.
“Iya, Tante. diberi sama Mas Herman”, sahutku bangga.
“Siapa namanya?” tanya Tante Maya lagi.
“Bobby”, sahutku tetap dengan nada bangga.
Tante Maya meminjamnya sebentar untuk berjalan-jalan. Karena terus-menerus memuji dan membuatku bangga, dengan hati dipenuhi kebanggaan aku meminjaminya. Sementara Tante Maya pergi membawa Bobby, aku dan Asni duduk di bangku taman dekat patung Pangeran Diponegoro yang menunggang kuda dengan gagah.
Tidak banyak yang kami obrolkan, karena Tante Maya sudah kembali lagi dan memberikan Bobby padaku sambil terus-menerus memuji. Membuat dadaku jadi berbunga dan padat seperti mau meledak. Aku memang paling suka kalau dipuji.
Oh, ya.., Nanti malam kamu datang..”, ujar Tante Maya sebelum pergi.
“Ke rumah..?”, tanyaku memastikan.
“Iya.”
“Memangnya ada apa?” tanyaku lagi.
“Asni ulang tahun. Tapi nggak mau dirayakan. Katanya cuma mau merayakannya sama kamu”, kata Tante Maya Iangsung memberitahu.
“Kok Asni nggak bilang sih..?”, aku mendengus sambil menatap Asni yang jadi memerah wajahnya. Asni hanya diam saja. “Jangan lupa jam tujuh malam, ya..” kata Tante Maya mengingatkan.
“Iya, Tante”, sahutku.
Dan memang tepat jam tujuh malam aku datang ke rumah Asni. Suasananya sepi-sepi saja. Tidak terlihat ada pesta. Tapi aku disambut Asni yang memakai baju seperti mau pergi ke pesta saja. Tante Maya dan Oom Joko juga berpakaian seperti mau pesta. Tapi tidak terlihat ada seorangpun tamu di rumah ini kecuali aku sendiri. Dan memang benar, ternyata Asni berulang tahun malam ini. Dan hanya kami berempat saja yang merayakannya.
Perlu diketahui kalau Asni adalah anak tunggal di dalam keluarga ini. Tapi Asni tidak manja dan bisa mandiri. Acara ulang tahunnya biasa-biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Selesai makan malam, Asni membawaku ke balkon rumahnya yang menghadap langsung ke halaman belakang.
Entah disengaja atau tidak, Asni membiarkan sebelah pahanya tersingkap. Tapi aku tidak peduli dengan paha yang indah padat dan putih terbuka cukup lebar itu. Bahkan aku tetap tidak peduli meskipun Asni menggeser duduknya hingga hampir merapat denganku. Keharuman yang tersebar dari tubuhnya tidak membuatku bergeming.
Asni mengambil tanganku dan menggenggamnya. Bahkan dia meremas-remas jari tanganku. Tapi aku diam saja, malah menatap wajahnya yang cantik dan begitu dekat sekali dengan wajahku. Begitu dekatnya sehingga aku bisa merasakan kehangatan hembusan napasnya menerpa kulit wajahku. Tapi tetap saja aku tidak merasakan sesuatu.
Dan tiba-tiba saja Asni mencium bibirku. Sesaat aku tersentak kaget, tidak menyangka kalau Asni akan seberani itu. Aku menatapnya dengan tajam. Tapi Asni malah membalasnya dengan sinar mata yang saat itu sangat sulit ku artikan. “Kenapa kau menciumku..?” tanyaku polos.
“Aku mencintaimu”, sahut Asni agak ditekan nada suaranya.
“Cinta..?” aku mendesis tidak mengerti.
Entah kenapa Asni tersenyum. Dia menarik tanganku dan menaruh di atas pahanya yang tersingkap Cukup lebar. Meskipun malam itu Asni mengenakan rok yang panjang, tapi belahannya hampir sampai ke pinggul. Sehingga pahanya jadi terbuka cukup lebar.
Aku merasakan betapa halusnya kulit paha gadis ini. Tapi sama sekali aku tidak merasakan apa-apa. Dan sikapku tetap dingin meskipun Asni sudah melingkarkan tangannya ke leherku. Semakin dekat saja jarak wajah kami.
Bahkan tubuhku dengan tubuh Asni sudah hampir tidak ada jarak lagi. Kembali Asni mencium bibirku. Kali ini bukan hanya mengecup, tapi dia melumat dan mengulumnya dengan penuhl gairah. Sedangkan aku tetap diam, tidak memberikan reaksi apa-apa.
Asni melepaskan pagutannya dan menatapku, Seakan tidak percaya kalau aku sama sekali tidak bisa apa-apa. “Kenapa diam saja..?” tanya Asni merasa kecewa atau menyesal karena telah mencintai laki-laki sepertiku.
Tapi tidak.., Asni tidak menampakkan kekecewaan atau penyesalan Justru dia mengembangkan senyuman yang begitu indah dan manis sekali. Dia masih melingkarkan tangannya ke leherku. Bahkan dia menekan dadanya yang membusung padat ke dadaku.
Terasa padat dan kenyal dadanya. Seperti ada denyutan yang hangat. Tapi aku tidak tahu dan sama sekali tidak merasakan apa-apa meskipun Asni menekan dadanya cukup kuat ke dadaku. Seakan Asni berusaha untuk membangkitkan gairah kejantananku. Tapi sama Sekali aku tidak bisa apa-apa. Bahkan dia menekan dadanya yang membusung padat ke dadaku. “Memangnya aku harus bagaimana?” aku malah balik bertanya.
“Ohh..”, Asni mengeluh panjang.
Dia seakan baru benar-benar menyadari kalau aku bukan hanya tidak pernah pacaran, tapi masih sangat polos sekali. Asni kembali mencium dan melumat bibirku. Tapi sebelumnya dia memberitahu kalau aku harus membalasnya dengan cara-cara yang tidak pantas untuk disebutkan. Aku coba untuk menuruti keinginannya tanpa ada perasaan apa-apa.
“Ke kamarku, yuk..”, bisik Asni mengajak.
“Mau apa ke kamar?”, tanyaku tidak mengerti.
“Sudah jangan banyak tanya. Ayo..”, ajak Asni setengah memaksa.
“Tapi apa nanti Mama dan Papa kamu tidak marah?”, tanyaku masih tetap tidak mengerti keinginannya.
Asni tidak menyahuti, malah berdiri dan menarik tanganku. Memang aku seperti anak kecil, menurut saja dibawa ke dalam kamar gadis ini. Bahkan aku tidak protes ketika Asni mengunci pintu kamar dan melepaskan bajuku.
Bukan hanya itu saja, dia juga melepaskan celanaku hingga yang tersisa tinggal sepotong celana dalam saja Sedikitpun aku tidak merasa malu, karena sudah biasa aku hanya memakai celana dalam saja kalau di rumah. Asni memandangi tubuhku dan kepala sampai ke kaki. Dia tersenyum-senyum. Tapi aku tidak tahu apa arti semuanya itu. Lalu dia menuntun dan membawanya ke pembaringan. Asni mulai menciumi wajah dan leherku. Terasa begitu hangat sekali hembusan napasnya.
“Asni..”
Aku tersentak ketika Asni melucuti pakaiannya sendiri, hingga hanya pakaian dalam saja yang tersisa melekat di tubuhnya. Kedua bola mataku sampai membeliak lebar. Untuk pertama kalinya, aku melihat sosok tubuh sempurna seorang wanita dalam keadaan tanpa busana. Entah kenapa, tiba-tiba saja dadaku berdebar menggemuruh Dan ada suatu perasaan aneh yang tiba-tiba saja menyelinap di dalam hatiku.
Sesuatu yang sama sekali aku tidak tahu apa namanya, Bahkan seumur hidup, belum pernah merasakannya. Debaran di dalam dadaku semakin keras dan menggemuruh saat Asni memeluk dan menciumi wajah serta leherku. Kehangatan tubuhnya begitu terasa sekali. Dan aku menurut saja saat dimintanya berbaring. Asni ikut berbaring di sampingku. Jari-jari tangannya menjalar menjelajahi sekujur tubuhku. Dan dia tidak berhenti menciumi bibir, wajah, leher serta dadaku yang bidang dan sedikit berbulu.
Tergesa-gesa Asni melepaskan penutup terakhir yang melekat di tubuhnya. sehingga tidak ada selembar benangpun yang masih melekat di sana. Saat itu pandangan mataku jadi nanar dan berkunang-kunang.
Bahkan kepalaku terasa pening dan berdenyut menatap tubuh yang polos dan indah itu. Begitu rapat sekali tubuhnya ke tubuhku, sehingga aku bisa merasakan kehangatan dan kehalusan kulitnya. Tapi aku masih tetap diam, tidak tahu apa yang harus kulakukan. Asni mengambil tanganku dan menaruh di dadanya yang membusung padat dan kenyal.
baca juga:Cerita Sex dihujam Sperma Oleh Sopirku
Dia membisikkan sesuatu, tapi aku tidak mengerti dengan permintaannya. Sabar sekali dia menuntun jari-jari tanganku untuk meremas dan memainkan bagian atas dadanya yang berwarna coklat kemerahan. Tiba-tiba saja Asni. menjambak rambutku, dan membenamkan Wajahku ke dadanya.
Tentu saja aku jadi gelagapan karena tidak bisa bernapas. Aku ingin mengangkatnya, tapi Asni malah menekan dan terus membenamkan wajahku ke tengah dadanya. Saat itu aku merasakan sebelah tangan Asni menjalar ke bagian bawah perutku.
“Okh..?!”.
Aku tersentak kaget setengah mati, ketika tiba-tiba merasakan jari-jari tangan Limda menyusup masuk ke balik celana dalamku yang tipis, dan..
“Asni, apa yang kau lakukan..?” tanyaku tidak mengerti, sambil mengangkat wajahku dari dadanya.
Asni tidak menjawab. Dia malah tersenyum. Sementara perasaan hatiku semakin tidak menentu. Dan aku merasakan kalau bagian tubuhku yang vital menjadi tegang, keras dan berdenyut serasa hendak meledak.
Sedangkan Asni malah menggenggam dan meremas-remas, membuatku mendesis dan merintih dengan berbagai macam perasaan berkecamuk menjadi satu. Tapi aku hanya diam saja, tidak tahu apa yang harus kulakukan. Asni kembali menghujani wajah, leher dan dadaku yang sedikit berbulu dengan ciuman-ciumannya yang hangat dan penuh gairah membara.
Memang Asni begitu aktif sekali, berusaha membangkitkan gairahku dengan berbagai macam cara. Berulang kali dia menuntun tanganku ke dadanya yang kini sudan polos.
“Ayo dong, jangan diam saja..”, bisik Asni disela-sela tarikan napasnya yang memburu.
“Aku.., Apa yang harus kulakukan?” tanyaku tidak mengerti.
“Cium dan peluk aku..”, bisik Asni.
Aku berusaha untuk menuruti semua keinginannya. Tapi nampaknya Asni masih belum puas. Dan dia semakin aktif merangsang gairahku. Sementara bagian bawah tubuhku semakin menegang serta berdenyut.
Entah berapa kali dia membisikkan kata di telingaku dengan suara tertahan akibat hembusan napasnya yang memburu seperti lokomotif tua. Tapi aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang d ibisikkannya. Waktu itu aku benar-benar bodoh dan tidak tahu apa-apa. Walau sudah berusaha melakukan apa saja yaang dimintanya.
Sementara itu Asni sudah menjepit pinggangku dengan sepasang pahanya yang putih mulus. Asni berada tepat di atas tubuhku, sehingga aku bisa melihat seluruh lekuk tubuhnya dengan jelas sekali.
Entah kenapa tiba-tiba sekujur tubuhku menggelelar ketika penisku tiba-tiba menyentuh sesuatu yang lembab, hangat, dan agak basah. Namun tiba-tiba saja Asni memekik, dan menatap bagian penisku. Seakan-akan dia tidak percaya dengan apa yang ada di depan matanya. Sedangkan aku sama sekali tidak mengerti. PadahaI waktu itu Asni sudah dipengaruhi gejolak membara dengan tubuh polos tanpa sehelai benangpun menempel di tubuhnya.
“Kau..”, desis Asni terputus suaranya.
“Ada apa, Lin?” tanyaku polos.
“Ohh..”, Asni mengeluhh panjang sambil menggelimpangkan tubuhnya ke samping. Bahkan dia langsung turun dari pembaringan, dan menyambar pakaiannya yang berserakan di lantai. Sambil memandangiku yang masih terbaring dalam keaadaan polos, Asni mengenakan lagi pakaiannya. Waktu itu aku melihat ada kekecewaan tersirat di dalam sorot matanya. Tapi aku tidak tahu apa yang membuatnya kecewa.
“Ada apa, Lin?”, tanyaku tidak mengerti perubahan sikapnya yang begitu tiba-tiba.
“Tidak.., tidak ada apa-apa, sahut Asni sambil merapihkan pakaiannya.
Aku bangkit dan duduk di sisi pembaringan. Memandangi Asni yang sudah rapi berpakaian. Aku memang tidak mengerti dengan kekecewannya. Asni memang pantas kecewa, karena alat kejantananku mendadak saja layu. Padahal tadi Asni sudah hampir membawaku mendaki ke puncak kenikmatan jangan tidur!” bentak Aldan sambil menampar pipi Kristy.
“Lo tau nggak, daerah sini nggak aman jadi perlu ada alarm.”
Kristy meronta ketakutan melihat Aldan memegang dua buah jepitan buaya. Jepitan itu bergigi tajam dan jepitannya keras sekali. Aldan mendekatkan satu jepitan ke puting susu kanan Kristy, menekannya hingga terbuka dan melepaskannya hingga menutup kembali menjepit puting susu Kristy. Kristy menjerit dan melolong kesakitan, gigi jepitan tadi menancap ke puting susunya. Kemudian Aldan juga menjepit puting susu yang ada di sebelah kiri. Air mata Kristy bercucuran di pipi.
Kemudian Aldan mengikatkan kawat halus di kedua jepitan tadi, mengulurnya dan kemudian mengikatnya ke pegangan pintu masuk. Ketika pintu itu didorong Aldan hingga membuka keluar, Kristy merasa jepitan tadi tertarik oleh kawat, dan membuat buah dadanya tertarik dan ia menjerit kesakitan.
“Nah, udah jadi. Lo tau kan pintu depan ini bisa buka ke dalem ama keluar, tapi bisa juga disetel cuma bisa dibuka dengan cara ditarik bukan didorong. Jadi gue sekarang pergi dulu, terus nanti gue pasang biar pintu itu cuma bisa dibuka kalo ditarik. Nanti kalo ada orang dateng, pas dia dorong pintu kan nggak bisa, pasti dia coba buat narik tuh pintu, nah, pas narik itu alarmnya akan bunyi!”
“Jangan! saya mohoon! mohon! jangan! jangan! ampun!”
Aldan tidak peduli, ia keluar dan tidak lupa memasang kunci pada pintu itu hingga sekarang pintu tadi hanya bisa dibuka dengan ditarik. Kristy menangis ketakutan, puting susunya sudah hampir rata, dijepit. Ia meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan.
Tubuh Kristy berkeringat setelah berusaha melepaskan diri tanpa hasil. Lama kemudian terlihat sebuah bayangan di depan pintu, Kristy melihat ternyata bayangan itu milik gelandangan yang sering lewat dan meminta-minta. Gelandangan itu melihat tubuh Kristy, telanjang dengan buah dada mengacung.
Gelandang itu mendorong pintu masuk. Pintu itu tidak terbuka. Kemudian ia meraih pegangan pintu dan mulai menariknya. Kristy berusaha menjerit “Jangan! jangan! jangan buka! jangaann!”, tapi gelandangan tadi tetap menarik pintu, yang kemudian menarik kawat dan menarik jepitan yang ada di puting susunya. Gigi-gigi yang sudah menancap di daging puting susunya tertarik, merobek puting susunya. Kristy menjerit keras sekali sebelum jatuh di atas meja. Pingsan.
Kristy tersadar dan menjerit. Sekarang ia berdiri di depan meja kasir. Tangannya terikat ke atas di rangka besi meja kasir. Sedangkan kakinya juga terikat terbuka lebar pada kaki-kaki meja kasir. Ia merasa kesakitan. Puting susunya sekarang berwarna ungu, dan menjadi sangat sensitif. Udara dingin saja membuat puting susunya mengacung tegang.
Memar-memar menghiasi seluruh tubuhnya, mulai pinggang, dada dan pinggulnya. Kristy merasakan sepasang tangan berusaha membuka belahan pantatnya dari belakang. Sesuatu yang dingin dan keras berusaha masuk ke liang anusnya. Kristy menoleh ke belakang, dan ia melihat gelandangan tadi berlutut di belakangnya sedang memegang sebuah botol bir. “Jangan, ampun! Lepaskan saya pak! Saya sudah diperkosa dan dipukuli! Saya tidak tahan lagi.”
“Tapi Mbak, pantat Mbak kan belon.” gelandangan itu berkata tidak jelas.
“Jangan!” Kristy meronta, ketika penis gelandangan tadi mulai berusaha masuk ke anusnya. Setelah beberapa kali usaha, gelandangan tadi menyadari penisnya tidak bisa masuk ke dalam anus Kristy. Lalu ia berlutut lagi, mengambil sebuah botol bir dari rak dan mulai mendorong dan memutar-mutarnya masuk ke liang anus Kristy.
Kristy menjerit-jerit dan meronta-ronta ketika leher botol bir tadi mulai masuk dengan keadaan masih mempunyai tutup botol yang berpinggiran tajam. Liang anus Kristy tersayat-sayat ketika gelandangan tadi memutar-mutar botol dengan harapan liang anus Kristy bisa membesar.
Setelah beberapa saat, gelandangan tadi mencabut botol tadi. Tutup botol bir itu sudah dilapisi darah dari dalam anus Kristy, tapi ia tidak peduli. Gelandang itu kembali berusaha memasukan penisnya ke dalam anus Kristy yang sekarang sudah membesar karena dimasuki botol bir.
Gelandang tadi mulai bergerak kesenangan, sudah lama sekali ia tidak meniduri perempuan, ia bergerak cepat dan keras sehingga Kristy merasa dirinya akan terlepar ke depan setiap gelandangan tadi bergerak maju.
Kristy terus menangis melihat dirinya disodomi oleh gelandangan yang mungkin membawa penyakit kelamin, tapi gelandangan tadi terus bergerak makin makin cepat, tangannya meremas buah dada Kristy, membuat Kristy menjerit karena puting susunya yang terluka ikut diremas dan dipilih-pilin.
Akhirnya dengan satu erangan, gelandang tadi orgasme, dan Kristy merakan cairan hangat mengalir dalam anusnya, sampai gelandangan tadi jatuh terduduk lemas di belakang Kristy.
“Makasih ya Mbak! Saya puas sekali! Makasih.” gelandangan tadi melepaskan ikatan Kristy. Kemudian ia mendorong Kristy duduk dan kembali mengikat tangan Kristy ke belakang, kemudian mengikat kaki Kristy erat-erat. Kemudian tubuh Kristy didorongnya ke bawah meja kasir hingga tidak terlihat dari luar.
Sambi terus mengumam terima kasih gelandangan tadi berjalan sempoyongan sambil membawa beberapa botol bir keluar dari toko. Kristy terus menangis, merintih merasakan sperma gelandangan tadi mengalir keluar dari anusnya. Lama kemudian Kristy jatuh pingsan kelelahan dan shock. Ia baru tersadar ketika ditemukan oleh rekan kerjanya yang masuk pukul 6 pagi.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts