Cerita Sex Kenikmatan Anak Tiri

Fitri adalah seorang gadis muda jelita, usianya baru 19 tahun, ia hidup bersama ibu dan ayah tirinya. Ayah kandungnya telah meninggal dunia 7 tahun yang lalu. Rupanya ayah tirinya yang baru berusia 35 tahun itu, telah lama menaruh rasa untuk menikmati dara Fitri yang masih segar itu. Ayah tiri Fitri meneguk air liur setiap menyaksikan pinggang, buah dada dan vagina Fitri yang indah dan seksi, apalagi saat Fitri sedang berbaring di atas lantai dengan pakaian seadanya. Halim memandang dengan penuh gairah. Timbullah hasratnya untuk menyaksikan tubuh anak tirinya yang cantik tanpa pakaian.
Halim mendapat akal, suatu hari ketika Fitri dan ibunya sedang keluar rumah, Halim bekerja keras membuat lubang di dinding kamar mandi yang hanya dibuat dari papan. Suatu hari ketika Fitri hendak pergi mandi Halim bersiap menunggu sambil mengintip dari lubang kamar mandi yang telah dibuatnya. Fitri memasuki kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk di tubuhnya. Setelah mengunci pintu kamar mandi, tanpa ragu Fitri melepaskan handuknya, Halim menelan liurnya menyaksikan pemandangan indah yang terpampang di depan matanya, pemandangan indah yang berasal dari tubuh indah anak tirinya, tubuh yang begitu sekal padat dan ramping itu membuat gairah Halim bergejolak, apalagi sepasang payudara yang begitu tegang dengan sepasang puting susu berwarna merah jambu menghias indah di puncak payudara yang tegang itu, mata Halim memandang ke arah celah kangkang Fitri, kelihatan bulu-bulu halus indah menghias di sekitar belahan bukit Fitri yang tembem.
Semua itu membuat dada Halim bergetar menahan nafsu, membuatnya semakin bernafsu ingin menikmati keindahan yang sedang terpampang di depan matanya. Halim tahu Fitri sering keluar dari kamarnya pada malam hari untuk mencuci muka sebelum tidur. Pada malam berikutnya, Halim dengan sabar menunggu. Saat Fitri masuk ke kamar mandi, Halim dengan senyap masuk ke kamar Fitri. Halim menunggu dengan jantung berdebar keras, Fitri masuk kembali ke dalam kamarnya dan mengunci pintu. Halim muncul dari belakang lemari, Fitri terkejut, mulutnya ternganga, dengan cepat Halim meletakkan jari telunjuk ke mulut Fitri, isyarat agar Fitri jangan berteriak. Fitri mundur beberapa langkah dengan perasaan takut. Halim bergerak ke arahnya dan tiba-tiba Fitri ingin menjerit, tetapi Halim dengan cepat menutup mulutnya.
“Jangan teriak!” Halim mengancam.
Fitri semakin ketakutan, badannya gemetar. Halim memeluk gadis yang masih polos itu, lalu menciumi bibirnya bertubi-tubi. Fitri terengah-engah.
“Jangan takut, nanti kuberikan duit” kata Halim dengan nafas menggebu-gebu.
Bibir Fitri terus diciumi, gadis itu memejamkan matanya, merasakan nikmat, dengan mulut terbuka. Tanpa sadar, rontaan Fitri mulai lemah, bahkan kedua lengannya memanggut bahu Halim. Sekilas terbayang adegan di buku porno yang pernah dilihatnya. Alangkah gembiranya Halim ketika Fitri mulai membalas ciuman-ciumanya.
“Pak, jangan Pak…!”
Walaupun mulutnya berkata jangan, tetapi Fitri tidak menentang saat bajunya dilepas. Dalam sekejap, Fitri hanya mengenakan BH dan celana dalam saja, itupun tidak bertahan lama. Halim membuka bajunya sendiri. Fitri lari ke tempat tidur dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Fitri menghadap dinding, menunggu dengan dada bergetar. Di hatinya terjadi pertentangan antara nafsu dan keinginan untuk mempertahankan kehormatannya, namun nafsulah yang menang. Selimut yang menutupi tubuh ditarik, Fitri dipeluk dari belakang dan dirasakannya hangat batang penis Halim menggesek-gesek di belahan vaginanya, Fitri menggigil. Dengan bernafsu Halim menciumi tengkuk Fitri, gadis itu menggelinjang-gelinjang, rasa nikmat menyelusup ke dalam dirinya.
Halim membalikkan tubuh Fitri hingga telentang, gadis itu meronta hendak melepaskan diri. Halim menindihnya, tangannya meraba-raba buah dada Fitri. Dada yang mengkal dan montok, yang selama beberapa hari ini mengisi khayalan Halim. Kembali rontaan-rontaan Fitri melemah, dirasakannya kenikmatan pada buah dadanya, yang diciumi Halim dengan berganti-ganti. Dada yang kenyal dan masih segar itu bergetar-getar, Halim membuka mulutnya dan menghisap putingnya yang merah jambu. Fitri menjerit lemah dan terus tenggelam dalam erangan kenikmatan.
“Pak, mmhhh.. aahhh… ja…ngan ssshh… mmphh… sshh…”
Akhirnya Fitri tidak lagi memberontak, dibiarkannya payudara kiri dan kanannya dijilati dan dihisap oleh Halim. Aroma harum yang terpancar dari tubuh gadis itu benar-benar menyegarkan, membuat rangsangan berahi Halim semakin naik. Kedua bukit indah Fitri semakin mengeras dan membesar, puting yang belum pernah dihisap oleh siapapun itu semakin indah menawan. Halim terus mengulum dan mengulumnya terus.
“Pak, Saya.. takut…” suara Fitri mendesah lembut.
“Jangan takut, gak apa-apa..” kata Halim dengan napas memburu.
“Ibu, pak. Nanti ibu bangun… sshh… aaahh…”
“aakhh… ibumu gak akan bangun sampai besok pagi, dia udah aku beri obat tidur”
Fitri mulai mendesah lebih bergairah ketika tangan Halim mulai bermain di liang kewanitaannya. Halim menekan-nekan bukit indah itu.
“Memek Fitri tembem banget” bisik Halim sambil berkali-kali meneguk air liurnya.
Tangan Halim menguak belahan vagina Fitri. Fitri yang pada mulanya mengatupkan pahanya rapat-rapat kini mulai mengendurkannya. Sentuhan-sentuhan tangan Halim yang romantis mendatangkan rasa nikmat bukan kepalang, apalagi batang penis lelaki yang tegak itu, menggesek-gesek hangat di paha Fitri dan berdenyut-denyut. Sebenarnya Fitri ingin sekali menggenggam batang penis yang besar itu. Sementara itu Halim menggosok-gosokkan tangannya ke vagina yang ditumbuhi rambut halus yang indah menghiasi bukit itu.
“Sssshhh… mmhhh… ssshh… aakhhh…”
Fitri mengeliat-ngeliat dan pahanya pun dibuka. Halim menggesek-gesekkan kepala penisnya di bibir vagina Fitri yang masih rapat walau sudah dikangkangkan. Secara naluriah Fitri menggenggam batang penis Halim, ia merasa malu, keduanya saling berpandangan. Fitri malu sekali dan akan menarik kembali tangannya tetapi dicegah oleh Halim. Sambil tersenyum, Ayah tiri yang telah dirasuki nafsu itu berkata,
“Gak apa-apa, Fitri! Genggamlah sayang, berbuatlah sesuka hatimu!”
Dan dengan dada berdegup Fitri tetap menggenggam batang penis yang keras itu. Halim memejamkan mata menikmati belaian dan remasan lembut pada batang penisnya. Sementara itu tangan Halim mulai menjelajahi bagian dalam vagina Fitri, gadis itu menjerit kecil berkali-kali. Bagian dalam vaginanya telah basah dan licin, ujung jari Halim menyentuh-nyentuh kelentit Fitri. Fitri menggelinjang-gelinjang.
“Bagaimana Fitri?” tanya Halim.
“Enak… Pak!” jawab Fitri.
Halim semakin liar memainkan biji kelentit Fitri dengan jari tangannya. Lalu Halim menundukkan kepalanya ke arah selangkangan Fitri. Dipandanginya belahan vagina yang begitu indahnya, menampakkan bagian dalamnya yang kemerahan dan licin. Halim menguakkan bibir-bibir vagina itu, maka terlihatlah kelentitnya dari balik bibir vagina Fitri. Halim tidak dapat menahan dirinya lagi, diciumnya kelentit Fitri dengan penuh nafsu. Fitri menjerit kecil.
“Kenapa Fitri? Sakit?” tanya Halim.
Fitri menggelengkan kepalanya sambil mengangkat kakinya. Dengan bernafsu Halim menjilati vagina Fitri dan lidahnya menerobos menjilat lubang vagina Fitri, memainkan dan menyapu kelentitnya. Fitri semakin tidak tahan menerima gempuran lidah Halim, tiba-tiba dirasakannya dinding vaginanya berdenyut-denyut serta seluruh tubuhnya terasa menegang dan bersamaan dengan itu ia merasakan sesuatu seperti akan menyembur dari bagian vaginanya yang paling dalam.
“Aaachh… uugghhh… Paakk…” Fitri mendesah seiring menyemburnya cairan dari vaginanya.
Sementara Halim tetap menjilati vagina Fitri bahkan Halim menghisap cairan yang licin dan kental yang menyembur dari vagina Fitri yang masih polos itu, dan menelannya.
“Sungguh nikmat air manimu Fitri” bisik Halim mesra di telinga Fitri.
Fitri memandang dengan nafsu ke arah Halim, dan Halim mengerti apa yang diinginkan gadis itu, karena dia pun sudah tidak tahan. Batang penis Halim sudah keras menegang. Besar dan sangat panjang. Sedangkan vagina Fitri sudah berdenyut-denyut meminta penis Halim yang besar menjelajahinya.
Maka Halim pun mengatur posisinya di atas tubuh Fitri. Mata Fitri terpejam, menantikan saat-saat mendebarkan itu. Batang penis Halim mulai menggesek dari sudut ke sudut, menyentuh kelentit Fitri. Fitri memeluk dan membalas mencium bibir ayah tirinya bertubi-tubi. Dan akhirnya senjata Halim mulai mencapai bibir lubang vagina Fitri yang masih liat dan sempit. Dan Halim pun menekan vaginanya. Fitri menjerit. Bagaikan kesetanan ia memeluk dengan kuat. Tubuhnya menggigil.
“Paak, ouchh… aachhh… oooughh… sakit Pak…” Fitri merintih-rintih, pecahlah sudah selaput daranya.
Sedangkan Halim tidak menghiraukanya, ia terus saja menyodokkan seluruh batang penisnya dengan perlahan dan menariknya dengan perlahan pula, ini dilakukannya berulang kali. Sementara Fitri mulai merasakan kenikmatan yang tiada duanya yang belum pernah dirasakannya.
“Goyangkan bokongmu ke kanan dan ke kiri sayang!” bisik Halim sambil tetap menurun-naikkan vaginanya.
“Eeeghh… yaa… aakhhh… ooughh…” jawab Fitri dengan mendesah.
Kini Fitri menggoyangkan pantatnya menuruti perintah ayahnya. Dirasakannya kenikmatan yang luar biasa pada dinding-dinding vaginanya ketika batang penis Halim mengaduk-aduk lubang vaginanya.
“Teee…russ… Paak… eemhh… nikmat… ooouchhh…” erang Fitri.
Halim semakin gencar menyodok-nyodok vagina Fitri, semakin cepat pula goyangan pantat Fitri mengimbanginya hingga,
“Ouuuughh… aakuuu… maauuu… keluar… Paaak…”
“Tahan… sebentar… sayang… ooouchh…”
Halim mulai mengejang, dia pun hampir mencapai klimaksmya.
“Aaaacchhh…” jerit Fitri sambil menekan pantat Halim dengan kedua kakinya ketika ia mencapai puncak kenikmatannya.
Bersamaan dengan tekanan kaki Fitri, Halim menyodokkan penisnya sedalam-dalamnya sambil menggeram kenikmatan,
“Eeegghhh… Ooouuchh…”
“Croooot… crooott… croooooott…” Mengalirlah air mani Halim membasahi lubang vagina Fitri yang sudah dibanjiri oleh air mani Fitri. Mereka pun mencapai puncak kenikmatannya. Keduanya terkulai lemas tak berdaya dalam kenikmatan yang luar biasa dengan posisi tubuh Halim masih menindih Fitri dan batang penisnya masih menancap didalam lubang vagina Fitri.

Related posts