Cerita Sex Ngentot Cewek Blasteran Haus Seks

 

Cerita Sex Ngentot Cewek Blasteran Haus Seks | Siang itu aku yang baru pulang kuliah menghentikan langkahku dan mampir ke salah satu warkop yang ada didekat kosan. Waktu baru menunjukan pukul 2 siang, dan aku malas sekali bila sudah dikosan karena memang tidak ada kegiatan yang bisa aku lakukan. Jadi aku memilih beristirahat sejenak sambil menikmati segelas kopi hitam.

Cerita Dewasa – Warkop ini menyediakan meja kecil di depannya, aku pun memilih duduk disitu sehingga aku bisa melihat langsung ke jalan. Aku pun mulai menghabiskan waktu sambil sesekali membaca buku kuliah yang aku bawa.

Ketika sedang asik membaca, aku perhatikan ada seorang wanita mondar-mandir tidak jauh dari warkop tempatku berada. Ku perhatikan seksama, tubuhnya sangat sintal, dengan rambut ikal panjang berwarna kecoklatan, wajahnya yang cantik terlihat seperti wanita keturunan. Memang tidak terlihat seperti bule, tapi mungkin ada darah eropa di tubuhnya sehingga cantiknya tidak seperti wanita Indonesia kebanyakan.

Cukup lama ku perhatikan wanita tersebut mondar-mandir tanpa tujuan, mungkin ia sedang menunggu temannya karena memang ia mondar-mandir di depan kosan wanita yang letaknya hanya 200 meter dari kosanku.

Tidak lama kemudian ada seorang wanita lagi yang datang dan mendekatinya. Mereka bicara dengan suara keras dan nada tinggi seperti sedang memperdebatkan sesuatu. Cukup kaget juga melihatnya, tapi aku tidak mau ikut campur dengan pembicaraan mereka. Toh aku juga tidak tahu ujung pangkalnya dan nanti malah membela yang salah. Aku hanya memerhatikan dari jauh saja.

Setelah dilerai oleh Satpam, wanita yang datangnya belakangan akhirnya pergi dengan masih tetap memaki-maki wanita pertama. Aku makin tertarik dan memperhatikan mereka. Wanita pertama tadi hanya diam saja, meskipun raut mukanya menunjukkan kekesalan.

Ia hanya diam mematung ditempatnya berdiri, mulai terlihat kesedihan di wajahnya dan seperti akan menangis. Ia lalu berjalan pelan ke arah warkop tempat ku berada.

Aku pun memberanikan diri untuk mendekatinya dan bertanya.

“Kenapa, Mbak? Maaf kelihatannya lagi berantem. Apa sih masalahnya?” Tanyaku penasaran. Aku pun tidak masalah sebetulnya kalau ia tidak mau menjawab dan menghiraukan aku. Aku hanya berniat baik untuk membantu.
“Enggak apa apa kok. Cewek tadi menuduhku ada hubungan dengan pacarnya. Padahal aku berhubungan dengan pacarnya hanya sebatas teman kuliah…” katanya pelan.
“Oh gitu, ya biasalah ya perempuan suka posesif…” Timpalku sok tahu. “Ya sudah, mbak kelihatannya masih kesal.

Minum es dulu yuk biar tenang,” kuajak dia untuk duduk di warkop tempatku beristirahat dari tadi.
Tanpa ku duga, ia menganggukan kepala menyetujui tawaranku. Seperti kerbau yang dicocokan hidungnya, ia mengikutiku ke warkop.

Aku pun memesankannya es teh manis. Kutawarkan untuk makan tapi dia menolaknya.

“Terima kasih, Mas. Aku sudah nggak ada nafsu makan dan masih kenyang,” katanya halus.

Akupun maklum saja. Mungkin setelah bertengkar tadi meskipun perut lapar jadi tidak ada selera makan. Setelah es teh manisnya datang, ia mengaduk gelasnya perlahan-lahan dengan sendoknya.

“Sudah tenang sekarang. Kalau boleh tahu, apa sih masalah sebenarnya?” tanyaku.
“Aku memang belakangan ini sering berdua dengan pacarnya, itu juga karena kami satu kepanitiaan di kampus. Eh dianya cemburu” jawabnya.
“Kan bisa dijelasin sama pacarnya?”
“Sudah, tapi dia nggak terima. Dibilang aku gatel, wanita murahan dan lain-lainnya. Daripada aku ladenin, nanti jadi makin rame, aku tinggal pulang aja ke kosan. Eh dia belum puas dan telpon aku. Katanya tungguin nanti di sini agar bisa selesai. Sampai di sinipun aku masih dimaki-maki. Untung dilerai sama Satpam”.

Cerita Sex Ngentot Cewek Blasteran Haus Seks | Akhirnya aku tahu dia bernama Gaby dan kuliah di kampus yang sama dengan ku tapi berbeda fakultas. filmbokepjepang.net Rumahnya disekitar Bintaro, namun ngekos agar lebih dekat ke kampus. Ia sendiri memang keturunan, ayahnya Jerman, sedangkan Ibunya Menado. Pantas saja wajahnya terlihat seperti bule, namun ada kecantikan lokal yang menarik hati. Eksotis.
Kami pun ngobrol semakin akrab. Ia bercerita banyak tentang kuliahnya yang ternyata tidak jauh berbeda, sudah mendekati semester akhir dan masih bingung akan kemana setelah lulus nanti.

Tidak terasa waktu sudah makin sore, mataharipun sudah semakin hilang, langit mulai gelap.

“Aku mau pulang, tapi pikiranku suntuk. Dibawa tidurpun pasti nggak mau,” katanya lagi.
“Yasudah, aku temani saja dulu disini kalau kamu mau sampe kamu gak suntuk lagi, Gab.” ajakku.
“Iya, tapi aku kepingin pipis nih. Disini ada kamar mandi gak ya?” Tanyanya.
“Hmm, ga tau sih, aku tanya sebentar ya.”

Aku pun ke dalam warkop dan bertanya ke mas penjaganya. Sayang sekali kamar mandi yang ada di warkop sedang diperbaiki karena WC-nya mampet sejak pagi tadi.

“Yah gimana dong yah? Deket deket sini ada mesjid atau pom bensin gitu gak?” Tanya Gaby sedikit pucat.
“Nggak ada sih Gab, duh gimana ya…” Aku pun ikut bingung melihat Gaby yang sepertinya sudah kebelet sekali.
“Numpang pipis ke kosan aku aja mau?” Tawarku. “Deket kok, nanti abis itu kita kesini lagi…”
“Oh, boleh deh boleh, gapapa nih?”
“Gak apa kok, santai aja..”

Aku pun segera membayar minuman, dan langsung naik ke atas motorku. Kapan lagi motor jelekku ini bisa membonceng wanita secantik Gaby, pikirku dalam hati.
Sesampai di kosan, kami langsung bergegas menuju kamarku. Begitu pintu ku buka, Gaby langsung masuk dan menuju kamar mandi.

Aku pun menaruh tas dan berganti pakaian karena kaos yang ku pakai sudah cukup bau keringat karena panasnya udara tadi siang.

Tidak berapa lama, Gaby pun keluar dari kamar mandi. Aku yang hanya berganti baju, masih tetap mengenakan sepatu dan duduk di dekat pintu kamarku.

“Lah, kok masih disitu?” tanya Gaby.
“Iya kan mau balik lagi ke warkop kan?” Tanya ku balik.
“Iya sih, tapi gak mau istirahat dulu?” Gaby pun menghampiriku. “Eh, cewek gak boleh masuk ya disini?”
“Hahaha boleh kok, kosan ini gak ada yang jaga, sepi juga. Kamar di kanan dan kiri ini juga kosong, baru seminggu yang lalu pindah…”
“Oh gitu ya. Aku boleh dong numpang istirahat dulu, capek…” Pinta Gaby memelas. Aku mengiyakan sambil membuka sepatu dan masuk ke dalam kamar.

Pintu kamar sengaja tidak aku tutup, lalu aku menyalakan kipas angin. Aku tidak berniat buruk sama sekali dengan Gaby yang baru saja tertimpa masalah itu, aku hanya sebatas ingin membantu.

Gaby pun duduk di sofa kecil yang ku letakan di samping tempat tidurku. Ia menerawang melihat lihat kamar kosan ku yang lumayan berantakan.

“Biasa ya kamar cowok, pasti berantakan…” Sindir Gaby sambil tertawa.
“Biasanya rapih kok…” Bela diriku. “Cuma kan tadi belum sempet pulang buat ngerapihin, jadi ya masih sama kayak tadi waktu ditinggal dari pagi. Emangnya hotel ada yang ngerapihin?” Timpalku lagi diiringi tawa Gaby.

Kami pun melanjutkan obrolan kami yang terpotong di warkop tadi karena Gaby yang ingin buang air kecil. Kali ini Gaby terlihat lebih santai, mungkin ia sudah mulai melupakan masalahnya dengan wanita yang mendampratnya tadi siang.
Obrolan mengalir semakin malam, waktu sudah menunjukan pukul 9 malam. Memang belum sampai tengah malam, tapi karena memang kosanku sepi, jadi terlihat seperti sudah tengah malam. Gaby sendiri tidak terlihat ingin pulang, ia seperti kerasan di kosanku yang ia bilang berantakan. Aku hanya sedikit berharap, siapa tahu Gaby mau menginap dan menemaniku di kosan malam ini hehe.

“Kamu sudah punya pacar belum sih?” Tanya Gaby memecah keheningan.

Aku menggelengkan kepala. “Kamu sendiri?”

“Belum lah, kalau sudah, gak mungkin cewek tadi marah-marah sama aku. Haahaha.”

Aku tertawa mendengar jawaban Gaby yang cukup polos. “Kamu pasti pemilih ya kalo soal pacar?” tanyaku lagi.

“Enggak ah, emang gak ada yang cocok aja. Kenapa gitu emangnya?”
“Menurut aku sih, kamu cantik banget, kayaknya cewek cantik kayak kamu gini bakal gampang buat dapet pacar. Tinggal tunjuk!” Ujarku.

Gaby terlihat memerah wajahnya dan tertawa mendengar perkataanku.

“Baru kamu loh yang bilang aku cantik.”
“Masa?!” Balasku tak percaya.

Gaby mengangguk pelan. Aku hanya tertawa kecil.

“Banyak nyamuk, Gab. Pintunya boleh ku tutup gak?”
“Boleh, tutup aja…” Kata Gaby.

Aku pun menutup pintu dan ke kamar kecil untuk mencuci muka. Begitu selesai, saat hendak mengambil handuk, ku lihat Gaby sedang berbaring di tempat tidurku.

Gaby terlihat lemas dan capek sekali, mungkin kejadian hari ini cukup menguras tenaga dan pikirannya sampai sampai ia mau berlama-lama dikosan pria yang baru saja ia kenal tadi siang di warung kopi.

Aku pun duduk di tepi tempat tidur dengan memunggungi Gaby. Aku membuka hapeku dan iseng bermain game karena ku pikir Gaby akan tertidur.

“Mas…” Panggil Gaby pelan, tangannya diletakan dipunggungku.

Aku menoleh, dan entah setan apa yang merasukiku, wajah Gaby terlihat sangat menggoda saat itu dan aku langsung kehilangan kesadaran dengan langsung melumat bibirnya.

“Hmmm, hmmm…” Hanya itu yang keluar dari mulut Gaby saat bibir ku berpagutan dengan bibirnya dan lidah kami saling serang satu sama lain penuh gairah.
“Mas, aku merasa kesepian dan kedinginan. Kamu mau berikan kehangatan?”

Rasanya terbalik pertanyaan itu. Mestinya aku yang tanya apakah dia mau bercinta denganku.

“Pasti. Kita akan sama-sama puas malam ini”.
“Terima kasih, Mas.” Desah Gaby pelan.
“Ayo puaskan aku sayang.. Ah. Ah.” suaranya hanya mendesis ketika ciumanku berpindah turun ke leher dan daun telinganya.

Tangan kiriku mulai menjalar di pahanya. Kusingkapkan celananya, benar-benar mulus sekali pahanya. Kuremas-remas sampai ke pangkal pahanya. Ketika sampai di celana dalamnya, kutekankan jari tengahku ke belahan di tengah selangkangannya dan ku gesek-gesekkan.

“Ah sayang. Kamu nakal sekali”.

Aku tidak menghiraukannya. Sementara itu tangan kananku meremas halus buah dadanya dari luar. Tangannya pun tak mau ketinggalan memegang bahkan mencengkeram keras kejantananku dari luar. Terasa sakit tapi aku dapat menikmatinya.
Dengan ganasnya aku menciuminya, seperti seekor kucing yang sedang melahap dendeng. Tangannya bergerak ke bawah dan terus ke bawah. Ia membuka kancing bajuku dan melepasnya. Kini setiap jengkal tubuhku bagian atas tak luput dari ciumannya. Kemudian ia membuka resleting celanaku dan langsung mencengkeram penisku.

“Punya kamu boleh juga. Tidak besar tapi keras sekali. Apa ada wanita lain yang pernah merasakannya?”
“Ada, aku bukan perjaka lagi,” jawabku tenang, yang penting adalah apa yang terjadi sekarang ini. Dan lagi kelihatannya ia hanya sekedar bertanya tanpa mempedulikan jawabanku.

Belum selesai kata-kataku, ia telah mengocok dan kadang meremas kejantananku. Pintar sekali ia memainkan adik kecilku. Beberapa menit kemudian tegangan pada kejantananku sudah maksimal. Tiang bendera sudah tegak berdiri, siap untuk melaksanakan apel malam. Akupun langsung menerkam tubuhnya.

“Sabar sayang, buka bajunya dulu donk.”

Kamipun membuka pakaian kami masing-masing. Setelah telanjang bulat, langsung kubaringkan ia. Kuciumi senti demi senti tubuh mulusnya. Dari atas ke bawah sampai kepada paha dalamnya. Kurenggangkan kedua pahanya. Tercium aroma khas yang dipunyai seorang wanita. Kurenggangkan labia mayora dan labia minoranya dengan jempol dan telunjukku.

“Ayo sayang.. Puaskan.. Aku.. Ya.. Ohh. Oohh.” Kata-katanya terus meracau, apalagi ketika aku melahap habis biji kacangnya dengan mulutku, kadang kusedot, kuhisap, dan kugigit dengan lembut.
“Ah.. Ennak ssayang.. Kamu ppinnttarr. Ohh.. Oohh”

Aku sudah tidak mempedulikan kata-katanya. Aku makin asyik dengan mainanku. Kulepaskan mulutku dan kutindih dia. Kumasukkan jari tengah kiriku ke dalam lubang perlahan lahan. Tubuhnya meronta-ronta seperti orang kesetanan, kedua payudaranya bergoyang kencang. Aku pun meraih payudaranya itu. Dengan tangan kananku, kupelintir puting susunya yang sebelah kiri dan mulutku kini menggigit halus puting kanannya. Sementara jari kiriku tetap mengocok lubang vaginanya. Semakin cepat kocokanku, semakin cepat pula ia meronta.

Kuhentikan permainan tanganku dan kuarahkan kejantananku untuk memasuki liang kenikmatannya.
Gaby langsung mendorong tubuhku saat aku ingin menerobos vaginanya.

“Maaf ya mas, tapi aku gak mau kalau gak pake kondom. Takut…” Ujar Gaby pelan.

Aku mengerti dan langsung bangkit dari tempat tidur, seingatku masih ada beberapa kondom yang pernah aku beli waktu aku masih bersama pacarku satu bulan yang lalu.

Ah, ternyata masih ada. Dua bungkus kondom merah yang tipis ini selalu menjadi andalan untuk urusan nikmat di ranjang. Tanpa menunggu lama, segera ku buka dan ku pasangkan kondom ke penisku. Tidak lupa ku matikan lampu kamar, dan kunyalakan lampu meja agar suasana menjadi remang namun tetap menggairahkan.

Ku tindih tubuh Gaby yang seksi tersebut, aku sudah tidak sabar menikmati tubuh wanita cantik seperti ini. Pikiranku sudah sangat dipenuhi nafsu dan gairah tak tertahankan.

“Ciumi leher dan pundakku! Aku sangat terangsang kalau dicium di situ,” rintihnya.

Kuikuti kemauannya dan sampai akhirnya ia menggelinjang hebat, kedua tangannya mencengkeram keras kepalaku. Pinggulnya naik menjemput kejantananku. Kutekankan kejantananku dalam-dalam dan akhirnya ia mencapai orgasmenya. Ia terkulai lemas. Ditekan-tekannya pantatku ke bawah dengan tangannya.

Kemudian aku turun dari tubuhnya dan membiarkannya beristirahat sebentar. Setelah napasnya pulih ia naik ke atas tubuhku dan mulai mencium bibir, leher dan telingaku. Mulutku menghisap kedua payudaranya. Terkadang kugigit putingnya bergantian. Ia hanya mengeluh merasakan nikmatnya. Beberapa menit kemudian ia sudah terangsang lagi.

“Ayo sayang. Aku sudah siap memuaskanmu di babak kedua..”
“Kita lakukan dengan berdiri,” kataku berbisik di telinganya. Ia hanya tersenyum dan mengangguk.

Kuangkat tubuhnya berdiri di samping ranjang. Kami masih saling berciuman dengan ganas. Ia kemudian mengangkat kaki kirinya ke atas ranjang, kudorong sedikit sampai ia mepet ke dinding kamar. Tangannya membimbing meriamku memasuki guanya. Pantatnya sedikit disorongkan ke depan dan perlahan lahan meriamku masuk, sampai..
Blesshh..

Semuanya sudah terbenam di dalam guanya. Oh hangatnya.

“Ayo sayang, goyang.. Sayang ohh.. Nikmat sekali penis kamu sayang!!”

Kedua tangannya memegang pantatku dan membantu gerakan pinggulku maju mundur. Rasanya nikmat sekali bercinta sambil berdiri. Badannya ia lengkungkan ke belakang sehingga meriamku dengan leluasa menobrak-abrik guanya. Pinggangnya juga bergerak-gerak mengimbangi gerakanku. Mulutku tetap melakukan aktivitas di bagian atas tubuhnya. Kadang berciuman, kadang menyedot dan mengulum putingnya. Cukup lama aku mengocoknya, akhirnya kupercepat kocokanku ketika kurasakan lahar panas akan keluar.

“Gab, oh.. Aku mau keluar…Oohh. Oohh”
“Tunggu sebentar. Aku juga mau keluar, ohh. Ooohh sama-sama ya sayang.. Ohh.. Ohh barengan yah.”

Akhirnya kutumpahkan spermaku. Aku mencapai klimaks berbarengan dengan Gaby.Penisku pun sudah berangsur-angsur melemas dan akhirnya terlepas sendiri dari dalam guanya.

Kami rebah berdampingan di ranjang. Ia memelukku dan menciumku. Kuakui wanita satu ini memang luar biasa.
Gaby pun merebahkan dirinya disampingku sambil memeluk dadaku. Nafasnya terdengar berat, tubuhnya pun basah oleh keringat. Tapi licinnya tubuh Gaby karena keringat yang membuatku justru bersemangat untuk menggenjotnya lagi.

“Mumpung kondom masih ada satu, kenapa gak diabisin aja sekalian daripada sayang sayang disimpen di lemari.” Pikirku dalam hati.

Aku pun memeluk Gaby sambil meremas remas pantatnya yang kencang. Sesekali ku cium keningnya, dan ku elus payudaranya dengan dadaku.

Gaby sepertinya mengerti kemauanku. Tanganya meraih penisku dan mengelusnya perlahan sampai penisku kembali menegang.

“Mau lagi ya?” Tanya Gaby manja.
“Iya nih, kamu mau gak?” Tanyaku sambil meremas payudara Gaby semakin kencang.

Gaby melenguh. “Iya… sayang… Kondomnya masih ada? Enak deh…”

Aku menganggukan kepala, jangan kan Gaby, pacarku dulu saja paling suka kalau aku meladeni nafsunya. Apalagi kondomnya tipis, jadi tetep kerasa nikmat lah.

Permainan kami lanjutkan lagi, kali ini Gaby menunggangiku di atas bak koboi yang sedang menjinakan kuda liarnya. Penisku yang menancap di dalam vagina Gaby terasa seperti magnet yang tidak akan melepaskan diri bila tidak ditarik dengan keras. Goyangan Gaby yang liar menambah kenikmatan ku.

Aku meremas-remas payudara Gaby sambil melenguh menahan nikmat. Wajah Gaby kini terlihat begitu binal dan liar. Wajah eksotis blasteran yang sangat membangkitkan gairah laki-laki kini sedang mencari kenikmatan dari penis di atas tubuhku.

“Aaaahh ahhhhh ahhh, nikmat sayangggg. Aahhhh ahhhh…” Racau Gaby sambil memainkan rambutnya yang panjang.

Aku terus menikmati wanita cantik ini tanpa memerdulikan kata-katanya.
Kenikmatan terus menghujam penisku. Vagina Gaby terasa makin nikmat karena kontraksi yang menandakan ia akan mencapai klimaksnya lagi.

“Sayang.. Aku mau keluar aaahhhh..Arrggghhh…” Teriak Gaby sambil mencakar dada sampai perutku. Sakit yang kurasakan justru menambah kenikmatan permainan kami berdua.

Aku pun menahan pinggang Gaby dan menaik turunkan penisku dengan cepat.

Ku genjot penisku dan Gaby menundukan badannya agar bisa menciumi bibirku. Sungguh posisi yang amat ku suka dan membuatku semakin bergairah.

Aku pun memfokuskan diri pada genjotanku dan berusaha semakin cepat karena sedikit merasa kasihan melihat Gaby yang sangat letih diatasku.

“Aku keluar sebentar lagi sayang, uhhh ahhhh…”

Gaby hanya membuka mulutnya lebar sementara matanya tertutup rapat. Menikmati genjotan penisku yang memenuhi tubuh dan vaginanya.

“Uhhh arggghh sayang, nikmat sekali vaginamu sayangg…”
“Kontol kamu juga nikmat sayangggg.. Genjot sayang, genjottt terusss….”
“Arrrggh, aku mau keluar sayangggg…”
“Tahan sayangggg…”

Tanpa ku duga, Gaby bangkit dari duduknya, melepaskan penisku dari vaginanya dan mencopot kondom yang terpasang.

Dengan cepat Gaby langsung melumat habis penisku, aku pun tahu apa yang Gaby inginkan.

Tidak ku tahan tahan lagi, segera ku semprotkan spermaku ke dalam mulut Gaby.

“Arrrgggggggg…”

Beberapa semprotan sisa sperma dari permainan pertama memenuhi mulut Gaby. Ia langsung menelannya habis lalu menjilati dan membersihkan penisku dengan mulut dan lidahnya. Ah, nikmat yang tiada duanya.

Setelah itu Gaby bergegas ke kamar mandi dan mencuci mulutnya dengan cairan pencuci mulut yang ada di kamar mandi. Begitu selesai, Gaby langsung merebahkan tubuhnya disampingku lagi.

“Ternyata kamu hebat juga yah…” Puji Gaby.
“Oh memang, kamu aja baru kenal, jadi baru tau…” Balasku sombong.

Gaby tertawa kecil sambil mencubit perutku.

Kami berbaring dengan membawa kepuasan dan rasa lelah yang luar biasa. Kami pun tertidur sampai pagi menjelang. Gaby kini resmi menjadi kekasihku. Wanita yang berselisih dengannya tadi siang tidak bisa lagi cemburu karena Gaby sekarang selalu bersamaku kemanapun ia pergi. Bahkan Gaby lebih sering menginap di kamarku ketimbang dikosannya sendiri.

Related posts