A N D I DAN A N T O

A N D I DAN A N T O
CERITA SEX GAY,,,,,,
Namaku Andi. Aku mengenal dunia ini tahun 1999, usiaku saat itu 19 tahun. Saat itu aku bekerja di salah satu perusahaan armada taksi yang berlambang burung. Aku bekerja di sana sebagai tenaga lepas di salah satu sekolah luar negeri di bilangan Bintaro, dimana perusahaan bekerjasama dengan sekolah tersebut. Aku bekerja sebagai Chaperone. Aku tidak menyangka bahwa di pool taksi yang berada di daerah

pemakaman Bung Hatta ternyata ada staff yang mempunyai kelainan seksual juga. Karena pada saat itu aku baru mengenal dunia semu ini. Siang itu, tanggal 30 November 1999, aku baru selesai mengerjakan tugas (sebagai tenaga lepas aku bekerjahanya part time). Aku masuk ke dalam ruangan untuk menemui omku yang sedang ada di pool. Walaupun Omku sebenarnya mempunyai kantor di sekolah luar negeri.

Setelah selesai bertemu, aku kemudian keluar melalui pintu samping dan aku bertemu dengan seorang staff yang ingin masuk. Aku tersenyum kepadanya karena aku pikir untuk menghormatinya. Lalu dia membalas senyumanku disertai pandangan matanya yang memancarkan sinar yang aneh. Aku menundukkan kepala karena aku tidak kuat untuk menatapnya. Dia terus memandangku, padahal aku sudah berlawanan arah. Dari balik pintu kaca, dia terus memandangiku dan aku pun juga begitu. Lalu aku duduk di dekat pos satpam sambil menunggu temanku yang akan pulang bersama. Tempat aku duduk berhadapan dengan ruang kerja staff gudang tempat dia bekerja. Dia kembali dari ruang utama menuju ruang kerjanya. Sambil lewat dia memandangiku dengan berusaha mengedipkan matanya dan tangannya menunjukkan jam. Aku tersenyum dan mengerti akan sign-nya, bahwa aku harus menunggu dia pulang kerja sekitar jam 16:00, padahal saat itu waktu baru menunjukkan jam 14:00. Akhirnya aku menunggu dia selama 2 jam.

Saat dia pulang, dia terus melihatku dan memberi tanda untuk mengikutinya. Aku mengerti dan mengikutinya naik mobil jurusan blok M. Dia naik mobil itu bersama temannya di pintu depan, sedangkan aku di pintu belakang. Aku melihatnya mengobrol dengan temannya, tetapi matanya terus memandangku. Dia turun di tikungan yang akan ke arah Mayestik dari Singgalang sambil matanya mengajakku untuk turun. Kami duduk dan mengobrol di halte bus dekat pom bensin. Kami berkenalan. Dia mengaku bernama Anto. Sambil bicara, tangannya mulai menyentuh dan mengelus paha bawahku. Aku diam saja walau aku mulai merasa celana dalamku sesak. Dia berusia sekitar 30 tahun dengan wajahnya ditumbuhi kumis serta jenggot yang baru tumbuh seusai dicukur. Tangan kirinya terus mengelus paha bawahku, sedangkan tangan kananya menghisap rokok Malboro.

Hari mulai senja dan akhirnya kami naik Patas jurusan Senen. Di dalam bis yang kebetulan sepi, dia memegang tanganku dan meremas senjataku. Aku pun juga meremas senjatanya yang sudah menegang keras dan panjang. Kami turun di pintu I Senayan, menuju ke Stadion Senayan. Kami berjalan berkeliling memutari Stadion. Kemudian aku merasa ingin pipis, mungkin karena perlakuan dia kepadaku di bis tadi. Lalu dia mengajakku keluar melalui pintu V yang remang-remang dan menyuruhku pipis di situ. Aku tidak bisa pipis karena dia berada di bawahku sambil duduk.

“Aku ngga bisa pipis.” kataku.

Lalu dia tersenyum dan mendekatiku yang sedang berdiri sambil memegang senjataku. Dia duduk tepat di depan senjataku yang telah menegang, lalu dia mulai menjilati senjataku dengan lidahnya.

“Akh…” aku merasa sesuatu yang aneh yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Dia mulai menghisap serta menggerakkan mulutnya maju mundur, aku merasakan desakan yang sangat hebat sambil membelai kepalanya aku melihat sekelilingku takut ada orang yang lewat.

“Gila…” pikirku.

Dia begitu hebat dan mahir, mungkin karena dia sudah berpengalaman. Dia terus mengocokkan senjataku ke dalam mulutnya dan matanya terus memandangiku.

“Ah… oh… uh… akhhh…” aku menjerit hebat ketika aku merasakan sesuatu akan meledak di dalam mulutnya.

Tubuhku bergetar dan tanganku meremas pelan rambutnya. Dia menelan semua spermaku.

Lalu dia mengajakku duduk di sampingnya seraya berkata, “Ndi, rahasiakan yach kejadian ini, jangan sampai terdengar di pool.”

Aku tersenyum dan mengiyakan.

“Kamu ngga dikeluarin?” tanyaku.

“Ngga usah, biar kamu aja.” jawabnya.

“Kok ditelan?”

“Iya, itu artinya saya sayang kamu.”

Kemudian dia menciumi leherku dan aku meraba bagian depan celananya. Ternyata dia sudah tegang, lalu kukeluarkan senjatanya dari celananya. Penisnya cukup besar dan panjang, aku mulai mengocoknya dengan tanganku, sedangkan dia terus menciumi leherku. Tidak berapa lama kemudian, dia mengeluarkan laharnya sampai muncrat ke jalanan. Dia tersenyum bahagia, aku pun demikian. Dia memberiku nomer telpon kantor. Sejak itu aku mulai menelpon dia dan kami selalu melakukannya baik itu di senayan maupun di kamar bilas keluarga Gelanggang Renang yang ada di Jakarta Utara.

Pada saat bulan puasa, tepatnya malam tahun baru 2000, aku jebol satu kali dengan dia. Sehari setelah lebaran pertama, kira-kira jam 15:00, aku menelpon Anto dan mengajaknya bertemu. Padahal belum ada seminggu kami bertemu, tetapi aku merasakan rindu.

Dia bilang, “Kenapa, kangen yach? Kangen sama apanya? Gimana kalau nanti sore kita ke tempat biasa. Kamu tunggu di Halte bis pelayaran, soalnya aku ngga bawa celana renang.”

“Memangnya kita mau berenang?” tanyaku.

Dia tertawa, tawanya yang sangat aku suka.

“Ya, engga sich. Nanti kamu ngga usah ke pool, langsung aja ke sana.”

“Aku ngga tahu tempatnya, gimana kalau besok aja sepulang kerja?” usulku.

“Oke dech!”

Hari Selasa, tanggal 11 Januari 2000, kami pergi naik taksi tempat dia bekerja dari Singgalang. Sepanjang jalan dia melirikku tanpa bisa berbuat apa-apa karena takut ketahuan sama sopir taksi. Lalu tanganku menyusup ke belakang badannya dan dia memegang tanganku dari samping. Sesampainya disana, dia memesan kamar bilas keluarga VIP II. Kemudian kami naik ke lantai dua. Kamarnya terletak di sudut yang sepi. Kami masuk ke kamar itu dan dia langsung membuka bajunya.

“Saya mandi dulu.” katanya.

Dengan tubuh telanjang, dia masuk ke kamar mandi, lalu mandi di shower tanpa menutup pintu. Aku yang telah telanjang, melihat dia mandi sambil duduk. Dia tersenyum dan menarikku kepelukannya. Sambil berdiri dan disertai guyuran air hangat, dia menciumku. Lidahnya terus bermain dirongga mulutku. Aku memegang lehernya sambil membelai rambutnya. Aku berjongkok dan mulai menghisap senjatanya yang menurutku besar dan panjang serta berbentuk bagus.

“Ahh… ooohh… Ndi trus yang kuaaat,” desahannya semakin keras.

Aku mengulum dan menggerakkannya keluar-masuk. Lalu dia mulai menghisap penisku dan meyuruhku untuk berbalik membelakanginya. Aku tahu apa yang dia inginkan, karena kami pernah melakukannya. Dia merupakan orang yang pertama memasuki tubuhku. Tangannya mulai membelai pantatku dan menyibakkannya. Tidak lama, dia mulai menjilati anusku.

“Oh… ahh… ssst… To… enak…” desahku keenakan.

“Masukin yach Ndi?”

Aku menganggukkan kepala. Dia mulai memasukkan penisnya ke dalam anusku.

“Akh… To… pelan-pelan, sakiiit…”

“Iya… nanti juga enak.” katanya menenangkanku.

Kami melakukanya sambil berdiri. Lalu dia membimbingku keluar dari kamar mandi sambil menciumi leher dan telingaku, sementara penisnya masih tetap menancap di anusku. Dia duduk sambil bersandar di dinding dan penisnya yang besar mengacung ke atas. Aku disuruh menungging, sementara dia menjilati anusku.

“Oh… ya… enak To, terusin To…” desahku ketika lidahnya masuk ke anusku.

Lalu dia memegang pinggangku dan mendudukkan pantatku di atas penisnya.

“Oh… akh… ssshh… To sakiiiit… enaaaak… ahhh…” desahku ketika kepala penisnya mulai masuk perlahan-lahan.

“Sabar yach sayaang… ohhh… saya pelan-pelan… mmmh… yach…” sambil terus menciumi punggungku.

“Ahhh… pantatmu enak banget sayaaang… sempiiit… trus Ndi, yang kuaaat… oooh… ya.”

Mendengar desahannya yang kuat, aku semakin cepat menaik-turunkan pantatku, walaupun terasa sakit tapi enak. Lalu aku membalikkan badan dan kini kami berhadapan, sambil duduk kami terus bergoyang.

Dia mencium bibirku serta mempermainkan lidahnya di dalam mulutku. Semua lubang yang ada di diriku disumpal miliknya.

“Aaakkh… mmhhh…” desahku ketika dia mulai menghisap puting dadaku.

Aku mulai membelai rambutnya, sementara mataku terpejam karena sensasi yang luar biasa yang diberikan Anto kepadaku.

Aku bertanya kepadanya, “To, kamu sayangkan sama saya?” dia menganggukan kepala.

Setelah puas dengan gaya itu, dia menidurkanku, lalu kakiku diangkat kebahunya dan dia mulai memasukkan penisnya.

“Oh… yeaaahh… mmhhh… enak Ndi?”

“Mmhh… yach.” kataku.

Beberapa menit kemudian, goyangan kami semakin cepat.

“Ndiii… saya kelluarin di pantat kamu ya?”

“Aaahhh… ya, ya.” jawabku.

“Ooohhh… yaaa… Ndiii… enaaak…” gerakannya semakin cepat dan aku mulai mengocok penisku agar kami keluar bersamaan.

“Aku mau keluaaar… aaahhh…” teriaknya diiringi kemudian dengan, “Croott… creet… croot.”

Spermanya keluar di dalam pantatku. Dia tersenyum.

“Kamu mau keluar Ndi?” tanyanya kemudian.

“Tooo… aku juga mau keluar akhhh… ohhh… aku mengocokkan penisku dengan cepat.

Dia mengocok penisku dengan tangannya.

“Aaahh… ooohhh… Toooo… creeet… crooot…” aku keluarkan seluruh spermaku hingga muncrat kewajahku.

Kami berciuman lagi sebagai rasa terima kasih.

Ketika melihat jam tangannya, Anto mengatakan, “Ndi, kita main 1 jam loch.”

Kami masuk jam 18:00, dan kini sudah jam 19:00. Aku tersenyum manis.

“Kamu mau berenang?” tanyanya.

Aku menggelengkan kepala. Dia duduk bersandar dan aku tiduran di pangkuannya. Aku mengelus jenggotnya yang sangat aku suka dan Anto membelai celana dalam yang kupakai. Aku melihat kemaluannya sudah berdiri lagi. Dia menundukkan wajahnya ke selangkanganku dan menghisap penisku. Aku pun tidak tinggal diam dan mulai menghisap penisnya, kami melakukannya dalam posisi 69, dia di atas dan aku di bawah. Kami melakukan hubungan sex lagi untuk kedua kalinya di kamar mandi di bawah guyuran air hangat dari shower.

Pukul 20:00, kami pulang dan dia mengantarku sampai ke depan Atrium Senen. Padahal rumahnya di jalan yang namanya seperti nama burung besar yang letaknya dekat sebuah Hotel sebelum pelayaran Senen. Hubungan kami tetap berlanjut hingga dia menghindar dariku yang tidak kuketahui apa sebabnya. Kami melakukannya terakhir kali tanggal 11 Februari 2000 di gelanggang renang. Mungkin karena dia tahu bahwa aku keponakan temannya atau ada hal lain yang aku tidak ketahui. Tetapi sekitar bulan September, kami bertemu di kantornya dan aku sengaja menghindarinya, lalu aku telpon dia.

Dia bilang, “Kamu sombong, kok menghindar begitu?”

“Kamunya yang begitu, kenapa kamu menghindar dari saya?” tanyaku.

“Aku kan lagi sibuk, banyak kerjaan.” katanya.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

The End ==== LIKE AND SHARE YA BRO’ ====

Related posts