Bimbingan Skripsi Membawa Nikmat

Prakata

Setelah sekian lama ane jadi silent reader, untuk kali pertama ane memberanikan diri buat nulis cerita panas. Cerita ini hanya akan terdiri dari tiga part dan merupakan karya fiksi belaka. Jika ada nama dan tempat yang tersebut dalam cerita ini, itu hanya kebetulan saja. Ditunggu saran dan kritik yang membangun dari para suhu sekalian. Semoga cerita ini bisa menghibur para pembaca.

_______________________________________________________________

INDEX

Part I – Puspa : Ini Baru Permulaan
Part II
Part III

________________________________________________________________

Part I – Puspa : Ini Baru Permulaan

Menyandang gelar sebagai mahasiswa abadi itu berat. Pertanyaan kapan lulus ? dari keluarga, teman, dosen, bahkan adik tingkat selalu terngiang di kepalaku. Bukan cuma hal itu yang kurisaukan, lebih dari 75% teman-temanku seangkatan yang sudah lulus. Kini tiap pergi ke kampus banyak wajah-wajah asing yang kutemui, kadang aku merasa terasing dan tidak punya semangat untuk ke kampus. Tahun ajaran 2018/2019 menjadi tahun ke-7 bagiku sebagai mahasiswa fakultas hukum di salah satu universitas di Bandung, ya aku angkatan 2012. Perkenalkan namaku Mufti, usiaku menginjak 25 tahun. Soal penampilan fisikku sebetulnya biasa-biasa saja, nggak ganteng juga nggak jelek. Aku baru saja mendapat surat cinta dari kampus berupa peringatan bahwa masa studiku akan habis pada Agustus 2019. Jika aku tidak berhasil lulus sebelum waktu tersebut, otomatis statusku berganti menjadi mahasiswa DO. Perkuliahanku pada awalnya berjalan lancar-lancar saja, hingga menjelang semester 8 musibah menimpaku (dan keluargaku tentunya). Bapakku sebagai tulang punggung keluarga meninggal dunia secara mendadak. Sebagai satu-satunya laki-laki dalam keluarga, aku mengambil alih peran yang ditinggalkan bapakku untuk menghidupi ibu dan kedua adikku yang masih duduk di bangku sekolah.

Tentu saja proposal skripsi yang telah kusiapkan waktu itu hanya menjadi tumpukan kertas belaka. Aku memilih untuk membuka coffee shop kecil di kampung halamanku, singkat cerita sahabat karib almarhum bapakku menanamkan modal yang cukup besar. Pelan-pelan usahaku berkembang dan aku bisa memfokuskan diri pada pengerjaan skripsi yang terbengkalai kurang lebih selama 2 tahun. Sayang saja membuang waktu 7 tahun kuliah tanpa merasakan suasana wisuda.

Hari pertama di tahun ajaran baru dan terakhir buatku, kugunakan untuk menemui bapak kepala departemen jurusanku. Di kampusku setiap judul skripsi wajib disetujui terlebih dahulu oleh kepala departemen masing-masing jurusan. Proposal penelitian yang kuajukan langsung diterima oleh kepala departemen, mengingat aku berstatus sebagai mahasiswa tahun terakhir. Jangan salah, para dosen sebetulnya ditekan oleh pihak rektorat untuk tidak mempersulit mahasiswa-mahasiswa semacam aku ini, katanya jika ada mahasiswa di-DO akan mempengaruhi akreditasi universitas. Untung saja pak kepala departemen menjadi dosen pembimbing I, dimana semua berkas yang diajukan auto diparaf dan ditulis acc meskipun banyak kesalahan, begitu kata teman-temanku yang pernah di bawah bimbingannya. Tapi tiba-tiba pak kepala departemen menulis nama Puspa Amanda Putri, SH,LLM,PhD sebagai dosen pembibing II. Jancok umpatku dalam hati.

Bagi yang nggak kenal Bu Puspa, dalam arti cuma lihat face, body, atau background pendidikan, semuanya bakal bikin terkagum-kagum. Wajahnya cantik ala mojang priangan, badan yang masih kencang buat orang berumur 36 tahun. Apalagi gelar akademiknya, S2 (LLM) dia dapat di Belanda pada umur 23 tahun sementara S3 (PhD) di Amerika pada umur 34 tahun. Tapi lain cerita bagi mahasiswa yang pernah diajar atau dibimbing Bu Puspa, ada yang bilang dia terlalu galak, terlalu disiplin, atau terlalu perfectionist dalam mengajar di kelas maupun membimbing mahasiswa dalam penulisan skripsi. Bahkan pada tahun ajaran lalu dia tidak memberi kemudahan bagi mahasiswa tahun terakhir, ada dua kakak tingkatku yang menjadi korbannya. Tentu itu bukan kabar baik untuk mahasiswa di ujung tanduk sepertiku. Gimanapun sulitnya aku harus melewati ini, demi gelar sarjana yang dipasang di belakang namaku nanti. Boleh dibilang aku mahasiswa yang belum pernah berinteraksi sama dia, soalnya nggak pernah dapat kelas yang diajarnya. Sebagai mahasiswa yang dibimbing Bu Puspa tentu akan lebih pantas kalau aku menghubungi dia dan memperkenalkan diri via WA.

[09.15] Mufti : Selamat pagi Bu Puspa, perkenalkan nama saya Mufti mahasiswa bimbingan ibu untuk penulisan skripsi. Adapun proposal penelitian saya yang berjudul Model dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Undang-Undang baru saja diterima oleh pak kepala departemen. Saya mohon bimbingan ibu dalam pengerjaan skripsi nanti, terima kasih.

[11.00] Bu Puspa : Ok, u bawa proposalnya besok.

Singkat, padat, jelas sekali balesannya. Hmm….. semoga besok nggak apes, gumamku.

Besoknya, aku datang pagi-pagi dan duduk di depan ruangannya untuk menyerahkan proposal penelitianku. Setelah menunggu hampir 2 jam, Bu Puspa mempersilahkan aku masuk dan memeriksa proposal yang kuserahkan. Seperti yang diceritakan teman-temanku, coretan-coretan Bu Puspa memenuhi lembaran-lembaran proposal penelitianku. photomemek.com Belum ditambah omelan-omelannya yang kadang mak jleb di hati. Banyak sekali perbaikan yang harus kukerjakan nantinya. Pun Bu Puspa termasuk dosen yang disiplin soal deadline revisi, jadi sebisa mungkin aku kerjakan sebaik-baiknya dan sesegera mungkin. Sehingga hampir setiap hari aku mengerjakan skripsi di perpustakaan kampus sampai sore hari menjelang tutup, alasannya agar lebih fokus dan mendapatkan akses internet gratis juga hehehe.

Suatu sore hujan deras mengguyur Bandung tanpa henti, aku yang baru keluar dari perpustakaan melihat Bu Puspa sedang berteduh di selasar perpustakaan sambil mengutak-atik HP yang ia pegang.

Selamat sore Bu Puspa, lagi nunggu hujannya reda ya ? sapaku seramah mungkin.

Ya… sore balasnya singkat.

Sepertinya redanya masih lama bu, soalnya tiga hari ini cuacanya begini terus. Ibu pulang naik apa kalau boleh tahu ?

Kalau hujan gini naik taksi online sih, tapi daritadi belum ada yang take my order.

Maaf bu, kalau nggak keberatan saya bisa antar ibu pakai mobil saya. Kebetulan kosan saya searah sama rumah ibu tawarku kepadanya.
Pikirku kapan lagi bisa nganter pulang dosen pembimbing yang cakep, siapa tau dapat kemudahan hehe.

Hmmm… ya udah deh. Makasih sebelumnya jawab Bu Puspa menerima.

Baik bu, saya ambil mobil dulu. Ibu tunggu saja disini kemudian aku lari menerobos hujan menuju parkiran mobil.

Tak lama kemudian mobil Innova yang kukemudikan tiba di depan selasar tempat Bu Puspa berdiri. Sebagaimana gentlemen aku turun dari mobil membawa jaketku untuk memayungi Bu Puspa masuk ke dalam mobilku. Kebetulan rumah Bu Puspa berada di daerah Dago Atas, tidak terlalu jauh jaraknya dari kosanku yang ada di Tubagus Ismail. Sesampai di depan rumahnya, kuberhentikan mobilku di pinggir jalan.

Tunggu sebentar bu, ibu jangan turun dulu sembari menyiapkan jaketku sebagai payung Bu Puspa.

Okay jawabnya.

Saat aku keluar untuk memayungi Bu Puspa, tiba-tiba ada mobil yang melaju cukup kencang. Sialnya aku kecipratan genangan air akibat laju mobil yang baru saja lewat. Kemeja dan celana jeans yang kupakai basah kuyup akibat hujan dan cipratan air tadi.

Aduh, basah kuyup begini kamu. Sini mampir dulu ke rumah kata Bu Puspa sambil membawaku masuk ke dalam rumahnya yang minimalis.

Eh bu, emang gak apa-apa sama orang rumah ? tanyaku setengah khawatir.

Ah elah, gue tinggal sendiri keles jawab Bu Puspa agak jutek.

Kemudian dia membawakan handuk dan menyerahkan baju serta celana training sebagai ganti,

Nih kamu mandi dulu sana. Baju sama celanamu yang basah kamu taruh aja di ember, biar gue cuciin.

Loh bu, kenapa ibu cuciin ? Jangan repot-repot dong bu pintaku.

Hih, bawel amat sih. Sok mandi sana perintahnya.

Daripada terjadi hal yang nggak diinginkan, aku segera menuruti perintahnya masuk kamar mandi. Sembari guyuran di bawah shower yang hangat aku memikirkan kejadian tadi. Aku berpikiran ternyata Bu Puspa nggak kayak yang diomongin anak-anak kok. Lagian mana ada dosen yang berbaik hati ke mahasiswa bimbingannya kayak Bu Puspa. Tak lama kemudian aku keluar dari kamar mandi, lagi-lagi aku dibuat terkagum-kagum dengan body Bu Puspa yang menurutku sangat sexy. Dengan mengenakan tanktop berwarna hitam serta legging berwarna gelap, ia keluar dari kamarnya. Aku mengira-ngira mungkin size Bu Puspa 36B, ah tapi entahlah.

Mufti, kamu mau kubuatin teh nggak ? tanya Bu Puspa.

Aku yang terpana kemudian baru sadar beberapa detik kemudian,

Eh… ya bu. Saya mau, terima kasih ya bu jawabku, kemudian aku duduk di ruang tamu menunggu Bu Puspa.

Teh buatan Bu Puspa kemudian dihidangkan di depanku. Demi menghormati tuan rumah, kuminum teh sembari aku ajak dia berdiskusi ngobrol ngalor ngidul, mulai topik yang berat hingga kehidupan pribadi masing-masing yang ringan-ringan. Dari sini aku baru mengetahui kalau Bu Puspa masih single di usianya yang sudah 36 tahun.

Wah, kok bisa ya ada cowok yang nggak mau sama ibu. Ibu tuh udah cantik pinter lagi cerocosku tanpa sadar.

Justru itu yang bikin banyak cowok yang nggak mau. Persepsi orang Indonesia kan agak gimana gitu kalau gelar akademik istri lebih tinggi dari suami. Banyak laki-laki yang minder kalau pasangannya begitu jelas dia.

Hmm…. aku nggak akan minder kok bu. Sampai kiamat pun ibu tujuanku gombalku pada Bu Puspa.

Eleuh-eleuh, skripsinya selesaiin dulu kasep. Kuliah udah diujung tanduk juga hahaha balas Bu Puspa.
Baru kali ini aku melihat Bu Puspa tertawa tanpa jaim.

Justru itu Bu Puspa. Ibu tuh ditakdirkan Tuhan buat menolongku, nanti kalau udah selesai skripsinya saya tetep bimbingan sama ibu kok. Bimbingan pra- nikah di KUA tapi bu…. hehehe kali ini kukeluarkan gombalan mautku.

Bu Puspa hanya tertawa sambil melemparkan bantal-bantal yang ada di sofa padaku. Tak terasa hari sudah gelap, waktu menunjukkan jam 7 kurang. Aku ditawari untuk makan malam bersama Bu Puspa di rumahnya, tentu saja aku tidak berani menolak dan langsung menerima tanpa pikir panjang. Singkat cerita kita selesai makan malam, dan kembali duduk di ruang tamu.

Muf, aku mau kasih kamu hadiah tiba-tiba Bu Puspa berkata padaku.

Ha ? Hadiah apa bu ? jawabku agak kaget.

Karena kamu udah bikin aku seneng hari ini. Tapi kamu harus berdiri terus ditutup matanya kemudian Bu Puspa mengikatkan kain untuk menutupi mataku. Aku berdiri membelakangi dia.

Just enjoy it baby bisiknya lirih di telingaku.

Aku merasakan kedua tangannya menyusup masuk ke kaos yang kukenakan, ia memegangi otot perutku yang lumayan terbentuk lalu punggungku dan kemudian dadaku yang bidang. Tiba-tiba celana training beserta celana dalam yang kukenakan turunkan hingga mata kaki oleh Bu Puspa.

Ahhh…. desahku merasakan tangannya menyentuh penisku dan mengocoknya perlahan. Semakin lama kocokan Bu Puspa semakin kencang dan aku hanya bisa mengerang keenakan tanpa bisa melihat aksinya. Sekitar 10 menit aku menikmati tangan yang pro dalam mengocok penisku, dan rasa itu belum pernah kurasakan sebelumnya.

Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang hangat tapi agak basah di penisku. Ternyata Bu Puspa kini mengulum penisku maju mundur. Aku hanya mendesah merasakan kenikmatan ini. Mungkin ini yang dinamakan bimbingan kenikmatan hehe. Tak lama kemudian aku merasa penisku akan memuntahkan isinya.

Bu…. aku mau keluar….

Ahhhh……. penisku keluar di dalam mulut dosen pembimbingku tercinta dan ia menelan benih yang kukeluarkan barusan.

Next time we will have fun again goda Bu Puspa.

Boleh aku minta lebih ? tanyaku

Sure. Ini baru permulaan sayang” jawabnya
“Ngomong-ngomong jangan panggil aku bu kalau nggak lagi di kampus kata Puspa dengan serius.

Okay, aku pulang dulu ya. Thank you buat hari ini kemudian kukecup bibirnya. Kemudian bersiap untuk pulang ke kosanku.

Tentu aku menantikan waktu-waktu bimbingan bersamanya.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts