Cerita Dewasa Body Lilis Anak Tukang Bakso

Cerita Dewasa Body Lilis Tukang Anak Bakso – Halo semua salam ngentot untuk kalian semua, bagi kalian semua saya mengucapkan terima kasih sudah mampir ke tempat kami dan suka dengan cerita – cerita kami. Lanjut ke cerita, gua adalah orang yang suka bergaul dan gemar mengikuti sebuah komunitas-komunitas yang positif, ada juga sih yang agak negatif,hehe.

Gua ini orangnya supel. Suka pempuan~

Tapi, seperti kebanyakan masyarakat perkotaan, masyarakat kelas menengah ngehek, bahkan luput menjalin hubungan dengan tetangga sekitar.

Gua gak tau siapa-siapa tetangga yang tinggal disebelah rumah gua itu sendiri. Tapi sebenarnya, selain karena memang gua yang kurang peduli juga karena sebelah rumah gua itu kontrakan rumah toko (ruko) yang penghuninya sering berganti seiring musim yang sedang terjadi.

Kalo musim hujan, ruko biasanya diisi sama tukang bakso. Kalo musim kemarau, diisi sama tukang cendol. Gua gak tau bakal diisi sama tukang apa kalo di Indonesia ada musim salju. Besar kemungkinan diisi sama tukang jamu.

Suatu hari, dirumah gua menggelar sebuah pertemuan yang dihadiri ratusan orang. Karena rumah gua tidak cukup untuk menampung ratusan orang (rumah gua hanya cukup menampung 99 orang. Hehe) maka harus menggelar tiker sampai keluar rumah, yaitu jalanan komplek yang sekaligus menjadi jalanan umum masyarakat sekitar jalan utama.

Gua baru sampai rumah jam 8 malam dan cukup kaget melihat rumah gua bak studio JKT48. Gua pikir omongan nyokap dipagi hari, “Nanti malem ada acara dirumah..” cuma acara rutin macem pengajian atau arisan warga, ternyata lebih dari itu.

Karena enggan, “permisi-permisi..” untuk masuk ke dalem rumah, gua pun akhirnya menunggu acara selesai disebelah rumah. Diruko tukang jamu, eh, ruko tukang bakso.

Satu jam berlalu sambil ngobrol ngalor-ngidul sama kang bakso yang tau muka tapi tidak tau nama gua, begitu pun dengan gua sendiri. Akhirnya kami pun berkenalan. Dan akhirnya kang bakso yang bernama Mas Mujiono ini gua pake. Yakali!

Mas Muji, begitu biasa dia disapa, usianya hampir 50 tahun. Dia baru punya satu anak perempuan, namanya Ria. Usianya tak lebih dari 10 tahun. Sedang lucu-lucunya. Waktu gua ngobrol sama Mas Muji, Ria beberapa kali keluar masuk menelusuri menelusuri gua yang sebelumnya, saat pertama melihat dia, gua menggodanya. Anak kecil tau sendiri kalo digodain, maunya terus dan terus.

Karena tak kuat menahan kencing, gua pun meminta izin Mas Muji untuk pakai kamar mandinya. Mas Muji kemudian mempersilahkan gua setelah sebelumnya masuk ke dalam. Besar kemungkinan dia sedang membersihkan kamar mandinya agar “layak dipinjam”.

Ruko Mas Muji ini memiliki tiga ruangan/petak. Petak pertama tidak menjual, petak kedua kamar tidur, dan petak dapur terakhir serta kamar mandi. Lebarnya 4 meter dan panjang 10 meter. Yang berminat ngontrak silahkan pm. Lah!

Saat masuk ke dalam, menuju kamar mandi, ada istri Mas Muji, sedang menonton tv. karena gua diantar Mas Muji, gua pun hanya sepintas lalu melihat istrinya yang sedang ‘diusel-usel’ sama Ria.

Setelah selesai buang hajat, (yap, abis kencing, mengikat gua mau boker) gua pun keluar kamar mandi. Saat baru keluar dari area dapur memasuki area kamar tidur, Ria (kembali) ngajak bercanda. Dia berdiri di belakang tembok, kemudian seperti seolah-olah mengagetkan gua sambil memeluk sekitaran kaki dan paha sambil tertawa cekakakan.

Mas Muji yang sedang menyambut buah hati itu untuk tidak mengganggu. Tapi apakah gua merasa terganggu? tidak tentu. Kejadian itu gua manfaatkan untuk melihat dengan seksama sosok istri Mas Muji.

“Wow..” Gerak mulut gua saat melihatnya. Istri Mas Muji kemudian meminta Ria untuk kembali anteng atau duduk dikasur. Gua sempat tersenyum dan menganggukkan kepala saat saling membocorkan dengan istri Mas Muji. Dia pun balas tersenyum dan mengangguk.

Mas Muji ini sepertinya punya aji-ajian dari mbah dukun. Karena dicari alasan logistik perempuan muda, cantik, dan bahenol macam istrinya ini mau ‘diajak’ susah menjalani hidup sama dia, gua gak nemuin.

Istrinya Mas Muji ini cuantik, rek!

Untuk bersanding sama lelaki umur 50 tahun yang berprofesi sebagai kang bakso, istrinya malah bisa dibilang cantik banget.

Bukan menempatkan tukang bakso, tapi wajarnya perempuan cantik yang umurnya terpaut 20 tahun dengan seorang lelaki, cuma akan menikah sama kang korupsi, kang tender, atau kang-kang lainnya yang melimpah. Lah Mas Muji?

Nama istri Mas Muji ini tak lain dan tak bukan adalah Teh Lilis. Dia dipanggil “Teh” karena lahir dan besar di … Ambon. Apa? Hehe.

Teh Lilis ini aseli Ciamis. Dia berkenalan dengan Mas Muji diarea wisata pantai daerahnya. Selang sebulan perkelanannya, Teh Lilis dilamar dan kemudian dinikahi lalu dibojong Mas Muji ke Jakarta.

Ini yang tadi gua bilang kalo Mas Muji punya aji-ajian. Saat berkenalan dan ingin mempersunting Teh Lilis, usaha bakso Mas Muji hanyalah sekala gerobak dorong yang tidak memiliki pelanggan tetap. Mas Muji memperoleh keuntungannya berdagang selama lebih dari 10 tahun untuk menikah dan memperoleh keuntungan lebih besar dengan mengontrak toko, bahasa kita, mangkal. Agar punya pelanggan tetap dan usaha berkembang.

Laba selama 10 tahun itulah modal Mas Muji menemui orang tua Teh Lilis dan memboyongnya ke ibu. Kalo Mas Muji gak punya aji-ajian, rasanya orang tua Teh Lilis memberikan buah hati yang cantik nan montok itu.

Sejarah singkat diatas, langsung oleh Mas Muji sendiri (selain dugaan punya aji-ajian, tentu saja). Keabsahan dan keakuratannya jelas terverifikasi serta dapat di permasalahkan. Ngok!

Tidak ada hal istimewa yang terjadi setelah perkenalan dengan tetangga rumah gua ini. Semua kembali normal seperti biasanya, seiring selesainya acara yang berlangsung di rumah gua. Janganlah kalian berharap gua langsung doggiestlye sama Teh Lilis disaat Mas Muji menggodok gilingan baksonya, jangan! Semua berjalan seperti hari-hari sebelumnya.

Awal mula perkenalan langsung gua sama Teh Lilis adalah saat gua hendak keluar rumah. Waktu itu gua memarkirkan kendaraan disebelah rumah atau lebih tepatnya didepan ruko Mas Muji karena lupa membawa pulpen. Ou, ouw. Jangan sepelekan pulpen. Googling, ‘lost your pen’ untuk keterangan lebih lanjut.

Karena masih pagi, warung Mas Muji masih tutup. Itu kenapa gua santai aja parkir didepan rukonya. Sekembalinya mengambil pulpen, gua ketemu Ria sama ibunya yang mau berangkat ke sekolah. Gua pun dengan ikhlas tanpa niat kotor mengajak mereka bersama.

Sebenarnya jarak antara sekolahan sama rumah gua jarak jauh-jauh amat. bahkan tidak lebih dari 2 km. Tapi atas dasar perputaran ekonomi, masyarakat rumah gua lebih memilih naik ojek sekitar jalan kaki. “Bagi-bagi rejeki..” begitu alasan dari keengganan berjalan kaki masyarakat urban saat ini.

Teh Lilis karena awalnya menolak mungkin malu atau segan. Tapi karena Ria langsung setuju dan naik ke dalam kendaraan, Teh Lilis tak bisa berbuat apa-apa.

Teh Lilis tampak malu dan kaku, dia membatasi gerak Ria di dalam mobil. Gua mnggoda Ria dan meng-gpp-kan usaha Teh Lilis memandangi anaknya. “Gpp, Mba.. Ih, si Mba, kaya gak pernah kecil aja..”

“Bapaknya mana? Masih tidur ya?” Kata gua, bertanya pada Ria yang tampak antusias (mau gua sebut ‘norak’ ga tega) mencet-mencet dan melihat monitor didepannya. Ria hanya menjawab sepintas lalu tanpa melihat ke arah gua, “Iya..” katanya.

Teh Lilis yang menyadari tingkah lakunya mencoba kepala dan tersenyum malu. Karena anaknya tak menggubris, gua pun lalu mengajak berbicara ibunya. Eaaa. Kalo kata pepatah, “Habis jatuh tertiban janda”

Kalo kata orang jawa malahane.

“Mba, siapa namanya?”
“Lilis..”
“Aslinya juga satu daerah sama Mas Muji?”
“Oh, ngga. Saya mah dari Ciamis..”
“Ooh, urang sunda. Teteh, dong ya, manggilnya..”
“Hehe, iya..”

Lagi-lagi kalian jangan berharap gua langsung akan meng-wot-kan Teh Lilis didalam mobil. Karena tak lama dari obrolan perkenalan diatas, kami tiba diarea sekolahan. masih ada anak dibawah umur.

Setelah kami berpisah semuanya kembali normal seperti biasanya lagi. Tak ada niat kotor, tak ada pikiran mesum, meski bertemu dan bertukar senyum dengan Teh Lilis di hari-hari berikutnya.

Sampai akhirnya, awal mula kemesuman yang kalian tunggu-tunggu hadir juga.

Gua kedatangan tamu dari jauh, seorang teman lama. Kolega gua dalam usaha membawa cewe-cewe mabuk ke dalam gubuk.

Namanya Udjo. Saat ini dia sudah tinggal di luar kota bersama istri, anak, dan ibu mertuanya. Sepaket.

Gua mengajak Udjo makan bakso ditempat Mas Muji karena enggan menambah kemacetan ibu kota diakhir pekan. Entah karena akhir pekan atau habis hujan, ruko Mas Muji kebanjiran pembeli.

“Alhamdulillah, ya Mas kebanjiran pembeli, bukan banjiran air got!” Kata gua, coba mencairkan raut sibuk Mas Muji sehingga membuatnya tertawa. Karena ramai, tentu saja Teh Lilis membantu suaminya melayani pembeli.

Saat itulah, Udjo memberi kode dengan menyolek-nyolek paha gua. Berbagai macam yang berbunyi, “Kak, Anjirr. Bininya cakep bener nih tukang bakso!”
Gua hanya tersenyum dan menyanyikan colekan Udjo. “Lu kata gua sabun!” kata gua juga dalam bahasa inggris. Isyarat Laraswati~

Gua sama Udjo terlibat dalam obrolan tanpa suara saat menunggu baksonya datang. Kalian tau macam mana obrolan tanpa suara, kan? Taulah, pasti. Ha ha.

Gua menyikut Udjo saat dia mulai memandang Teh Lilis yang entah sedang mengambil alih atau mencuci mangkok. “Lah, elu mah enak, mau ngeliatin dia pake muka mesum macam apa juga gak masalah. Gua, yang gak enak!” Kata gua saat berbicara dirumah.

“Tapi asli, bang. Itu tadi mbanya boleh tuh, asli. Lah, lakinya aja udah aut, bro!”
“Aut?” Tanya gua, gak ngerti.
“Iya, aut. Tua, ayo!” Jawabnya menjelaskan sambil tertawa.

Cerpen Dewasa Terbaru | Gua pun tertawa dan mencoba topik pembicaraan. Tapi Udjo seperti sudah dirasuki iblis mesum piaraan gua sendiri. Dia berkata dengan begitu yakin, “Kalo gua jadi lu, bro. Gua sikat tuh bininya kang bakso! Asli!”
“Sikat, ndasmu sempal!” Balas gua menyudahi kemesuman yang ada.

***

Udjo benar-benar menginspirasi gua untuk menggagahi Teh Lilis. Dia seolah memberikan keyakinan kalo Teh Lilis pasti mau diajak selingkuh. “Asli, pasti mau!” begitu kata Udjo, dengan keyakinan tingkat wali.

Dan, iblis pun menyusun situasi mesum untuk gua.

Malam itu gua sampe rumah sudah sangat larut, sekitar jam 1an. Gua ngeliat Teh Lilis sedang belanja diwarung klontong milik orang Madura, yang pernah gua tanya, “Buka 24 jam ya pak?” Dijawab, “Ngga, cuma sampe pagi kok..” Okee.. Makasih pak.. ~

Setelah markir kendaraan, gua penyimpanan ke warung klontong itu jaraknya tak jauh dari rumah gua.

“Eh, Teh Lilis.. Belum tidur, Teh?”
“Oh, iyaa..” Jawabnya malas. Duh, gak ada peluang nih, batin gua.

“Beli apaan, Teh..” Tanya gua lagi.
“Hah? Ituh, tau nih, bapaknya Ria. Minta makan mie..” Jawabnya setengah terkejut. Teh Lilis tampak murung dan melamun. Gua mengamatinya dengan seksama. Baru ngeliatin dia aja, dada gua berdebar. Kaki gua permata. Dan, ya! Iblis berbisik, “tuh bos, dia nyebut Mas Muji “Bapaknya Ria” bos, bukan “Suamiku”. Itu artinya bisa digoyang imannya, bos! Lanjut, bos!”

“Beli apa mas?” Tanya Teh Lilis? Bukan! Tanya orang Madura. Membuyarkan lamunan gua membocorkan Teh Lilis.

“Oh. Rokok pak.. Lupa saya. Sama kopi juga deh..”
“Seduh sekalian kopinya?”
“Gak usah, pak. Eh, tapi kalo airnya baru mendidih, boleh deh..”

Tak disangka, Teh Lilis ikut bicara.

“Jam segini malah mau ngopi, mas. Gak tidur emangnya?”
“Hehe, iya Teh. Masih ada kerjaan..”
“Emang, Mas kerjanya dimana?” Tanyanya lagi. Sambil bayar gua ngomong, “Kenapa? Teteh mau ikut? Hehe.” dengan pandangan menggoda. Teh Lilis sewaktu-waktu, lalu tertawa.

“Duluan, Teh..” Kata gua, kemudian cabut dari warung. Teh Lilis masih menunggu belanjaannya. Dan tak lama, dia pun pulang.

Teh Lilis cuma 3 langkah di belakang gua. Gua sengaja memperlambat jalan gua. Teh Lilis dilema, antara mau duluin gua atau ikutan jalan lambat. Dia milih opsi pertama, mungkin sudah ditungguin suaminya.

“Ayo mas..” Katanya saat berada disebelah gua sewaktu-waktu berkunjung.

“Oh, iya Teh..” Balas gua, sok cuek dengan akting mainan gejet. Dalam hati bergejolak, “minta-ngga-minta-ngga..” Akhirnya gua memilih, Ngga! Haha, cupu banget gua. Minta nomornya aja takut! Yaiyalah, takut. Bini orang, hiks!

Tapi iblis punya rencana lain. Saat berada di depan ruko/rumah Teh Lilis, dia kembali bersuara sebelum masuk. Seolah memberikan kode, kalo dia mau kok diajak selingkuh.~

“Awas, Mas, kesandung! Hehe” godanya, yang melihat gua jalan sambil membocorkan layar gejet. Gua sok cool, menengok ke arahnya dan hanya tersenyum. Ingin rasanya ngomong, “Teh, minta nomor teleponnya, Teh..” Tapi namanya main kotor. Berkat didenger Mas Muji besar, jadi gua urung berhasil.

Sampai kamar, gua menyusun rencana dan tidur. Kopi yang gua beli dan udah diseduh, yang hanya menjadi kamuflase itu pun tak mengambil pilihan. “Biarlah jadi rejeki semut..” Batin gua, lalu tidur.

***

Pagi-pagi sekali siap bersiap untuk beraksi. Hemm, seperti apa aksi gua? Stay tune ya gaes!

Cerpen Dewasa – Bu Lilis Part II
Pagi-pagi sekali gua sudah berada di area sekolahan tempat Ria sekolah.

Iblis benar-benar sudah menguasai diri gua. Entah dimana keberadaan para malaikat.

Rencananya, gua akan mulai mendekat sama Teh Lilis saat dia menunggu Ria. Dan, melihat umur Teh Lilis yang gak tua-tua amat, dugaan gua dia pasti gak akan ikut nunggu Ria sambil ngerumpi sama ibu-ibu lain yang juga mengantar anaknya.

Cerpen Dewasa 2017 | Tapi dugaan dugaan. Teh Lilis ikut membaur dengan ibu-ibu. Iblis memberi celah dengan tidak adanya ibu-ibu yang berada di sekitar Teh Lilis yang gua kenal. Jadi, besar kemungkinan juga gak ada yang mengenal gua. tinggal gua mencari celah untuk “dilihat” Teh Lilis.

Mulai dari bersiul ke arah Teh Lilis, sampai melambai-lambaikan tangan, dia tetap tak sadar keberadaan gua. Tiba-tiba saja ide muncul saat melihat bocah sd keluar dari salah satu kelas (bukan kelasnya Ria), gua langsung mengiming-imingin jajanan dan mengantarnya kembali ke kelas seolah-olah gua adalah sodaranya.

Teh Lilis agak kaget melihat keberadaan gua. Gua mengangguk dan tersenyum kearahnya. Setelah si bocah masuk kelas, gua menghampiri Teh Lilis.

“Nganter? siapa?” Katanya, membuka pembicaraan.
“Oh, iya. Keponakan Teh..”
“Oohh..” Responnya sambil beranjak dari tempat duduk hendak membeli jajanan.

Gua sih yakin kalo dia cuma ngasih peluang ke gua, semacem kode minta ditelanjangin. Atau minimal settingan iblis.

“Nungguin sampe pulang, Teh?” Tanya gua. Dia gak gak jawab, hanya mengangguk. Raut tampak tampak risih. babagai gua bagai tersambar petir. “Anjir, gua cuma kegeeran nih..” Batin gua.

“Teh..” Sapa gua lagi. Pentang menyerah.
“Iya..” Jawabnya, masih dengan raut wajah risih dan cenderung was-was. Gua langsung menyodorkan hp dan minta nomor teleponnya. Sial! Hp gua gak direspon.

Tapi malah dia bilang, “Nomor Mas aja berapa?” sambil mengeluarkan hpnya dan gua pun pamit duluan setelah memberikan nomor hp.

Gua sih ga yakin dia bakal ngentek gua, tapi berpikir positif di atas dasar untuk kelakuan negatif, gua menunggu kontak Teh Lilis. Tak sampai satu jam, ada pesan masuk ke hp gua.

“Ada apa ya, Mas? Maaf, saya risih ngobrol ditempat umum. Takut dikira macem-macem. Lilis.”

Hhhuuaaa.. Teh Lilis. Layanan Pesan Singkat Macam orang dulu aja ngirim. Hehe

“Hehe, kalo gitu saya Teh yang maaf minta. Ga ada apa-apa Teh, mau kenal aja. Mau ngobrol-ngobrol. Kalo smsan gini masih risih ga, Teh? Hehe”

“Ya kalo sms gini ga risih. Kan gak ada yang liat. Mau kenal? Kan udah kenal. Ngobrol kok sama ibu-ibu sih Mas, sama yang masih gadis aja atuh.”

“Duh, Teh. Kalo sama gadis mah ribet Teh, ambekan. Dikit2 ngambek. Hehe. Teh Lilis tiap hari nungguin Ria?”

“Yah Mas, ibu-ibu juga sering ngambek kok. Namanya juga perempuan. Heee. Iya, tiap hari nungguin. Mas tadi anter anaknyaponakan? Kok baru liat.”

“Hehe, ngga Teh. Rasa cuma alesan buat ketemu Teteh aja ”

“Hmm. Mas, tolong jangan nelepon saya yah klo saya lagi dirumah. Takut bapaknya Ria tau nanti malah nyangka macet-macet.”

Pesan terakhir Teh Lilis gak gua bales, tapi gua berinisiatif langsung meneleponnya. Teh Lilis terasa begitu segan dan risih saat menerima telepon gua. Tapi meski begitu, dia juga tak tertarik untuk digoda. Gua sebagai lelaki normal yang tidak normal tentu saja tak menyia-nyiakan peluang begitu saja.

Gua mencoba membuatnya nyaman berbicara sama gua. Pelan-pelan Teh Lilis mulai ‘biasa’ dan enjoy dalam berbicara. dia bercerita juga bertanya. Nah, kedua hal tersebut adalah koentji sebuah pedekate berhasil atau tidak.

Akhirnya Teh Lilis menyudahi obrolan lewat telepon itu karena jam pulang Ria tiba. Gua longok jam tangan, ‘pukul 09:50 WIB’.

Diakhir obrolan gua sempet ngomong, “Kalo lagi suntuk sms saya aja, Teh. Siapa tau malah tambah suntuk..” seraya tertawa. Teh Lilis juga tertawa lepas saat menutup teleponnya.

***

Gua pulang kerumah waktu banci pun belum dandan. Pikiran gua dipenuhi strategi-strategi menelanjangi Teh Lilis.

Dan sepertinya, Teh Lilis ini memang ditelanjangi. Dia sms gua gak lama setelah gua sampai rumah.

“Tumben Mas jam segini udah pulang? Gak jalan-jalan dulu sama pacarnya? Lagi marahan ya.. Hehehe”

Gua sempat kaget melihat sms Teh Lilis, karena pas gua liat sebelum masuk rumah, Teh Lilis lagi momong Ria di dekat Mas Muji. Mas Muji sendiri sedang melayani pembeli yang gak banyak-banyak amat dan gak sedikit juga.

“Hehe, bisa aja Teteh. Lagi nonton tv apa masih di depan Teh? Tadi saya lihat kan Teteh di depan.”

“Iya, lagi nonton tv. Udah ga di depan, banyak pembeli. Lagi sekalian nidurin Ria.”

“Niduri Ria? Mau juga dong Teh, ditidurin. Ahahaha. Becanda, Teh. Loh, banyak pembeli kok gak bantuin Mas Muji?”

“Hmm. Untung cuma becanda. Bantuin kok, tapi sambil nonton tv. Hee.”

“Aduh..”

Biajingan, gua keabisan ide sampe cuma begitu doang bal smsnya. ‘Owgitu..’ Sms macam apa itu? Macem lagi wasapan atau bbman aja. Padahal di sms tersedia 140 karakter. Eh, bener apa ngga ya? Bodoh, ah. Ha ha.

Tapi ditengah keputusasaan balesan sms gua, Teh Lilis memainkan peran.

“Besok nganter lagi Mas?”

“Nganter, bareng aja Teh.”

“Gak ah. Ngrepotin.”

“Yah, Teh. Timbang gitu aja ngerepotin.”

“Hehehe. Boleh deh kalo gak ngerepotin.”

“Eh, sebenernya emang ngerepotin sih Teh. televisi kalo abis nganter trus Teteh nungguin Ria-nya diluar sama saya, baru gak ngerepotin.”

“Hmm. Keluar kemana Mas?”

“Gak usah jauh-jauh Teh. Biar jam setengah sepuluh udah sampe sekolahan lagi. Kemana aja, yang penting bisa ngobrol-ngobrol.”

“Gak ah. Takut ada yang liat Mas.”

“Ya kalo gitu, kita pergi ketempat yang gak ada orang liat. Hehe.”

“Mas bisa aja. Udahan dulu ya, Mas. Jangan sms lagi.”

Hu hu. Ya!

07:00 WIB

Besoknya, seperti yang sudah dismskan semalem, gua nganter Ria dan Teh Lilis dengan bergaya seolah-olah gak janjian.

Teh Lilis sempat bertanya, “Keponakannya mana Mas?” waktu perjalanan ke sekolah. Tapi gak gua jawab, karena pun dia nanya dengan raut wajah menggoda. Jiguri.

Setelah sampai sekolahan, Teh Lilis mengantar Ria ke kelas. Gua kemudian meneleponnya, memberitau kalo gua nunggu diseberang jalan utama sekolahan. Teh Lilis hanya membalas dengan suara, “Hmm.. He’em.. Iya. Iya. Dia..”

07:30 WIB

Tak sampai 20 menit, Teh Lilis sudah masuk ke dalam mobil yang gua parkir di minimarket. Gua sedang berada di dalam membeli ‘perlengkapan perang’.

Mobil sengaja menyala dan gak gua kunci, Teh Lilis menjalankan semua perintah gua. Bagus.

“Kemana Mas?” Tanya Teh Lilis waktu gua baru masuk mobil.

“Kemana ya?” Kata gua sambil memandanginya dari atas sampai bawah, tanpa ada gangguan itu. Muka Teh Lilis seketika memerah. Kemudian pandangannya.

Teh Lilis hanya memakai celana piama. Celana tidur dipadu dengan daster sedengkul dan jaket. Badannya yang bahenol terlihat dari balik pakaian yang berbahan lembap itu. Meski jaket blazernya untuk coba.

Gua mulai nakal dengan menyentuh bagian rusuknya. Teh Lilis reflek bergoyang. Sekali, dua kali, sampai akhirnya Teh Lilis menghadap gua, lalu meraup wajah gua. Seperti sedang, tapi tanpa tenaga.

“Bajingan, berani nyentuh gua nih ibu-ibu..” Batin gua. Gua pun langsung memanfaatkan dengan memegangnya. Teh Lilis membeku. Gua berdebar tak karuan.

“Yang penting, cabut dulu aja Teh dari sini..” Kata gua kemudian keluar parkiran dan gas pol entah kemana.

Dijalan, gua menimang-nimang tempat tujuan. Teh Lilis gak banyak bicara, cenderung sedikit grogi. Raut wajahnya juga tampak khawatir. Entah khawatir gua apa-apaan atau khawatir perbuatan nekatnya ini ketahuan Mas Muji.

07:50 WIB

Di depan gerbang hotel, gua berhenti dan memandang Teh Lilis. Satu, dua, tiga detik, Teh Lilis tak memandang balik. Gua menggoyangkan jari di lingkaran aduk.

Teh Lilis memandang balik. Raut wajahnya bukan sekedar bertanya “Ngapain berhenti didepan hotel?” tapi juga, “..Kalo mau masuk, ya masuk.”

Gua senyum lebar. Teh Lilis menghembuskan nafas panjang. Iblis berdendang dijok belakang. Malaikat terbelenggu didalem bagasi.

***

08:00 WIB

“Mas ngapain kita kesini?” Tanya Teh Lilis saat sudah duduk dibibir kasur hotel.

“Ngapain ya Teh enaknya? Hehe. Ngobrol aja Teh..” Jawab gua sambil merebahkan badan dikasur. Teh Lilis membelakangi gua.

“Kan, kalo ngobrol disini gak bakal ada yang liat Teh..”

Teh Lilis menengok ke belakang, melihat posisi pewe gua. “Sini, Teh, nontonnya sambil rebahan. Kaya waktu saya pertama ngeliat Teteh, kan lagi nonton tv sambil tiduran gini..” Goda gua.

Teh Lilis kembali menengok dan tertawa malu. “Saya duduk, sih waktu itu. Gak tiduran. Dibilangin bapaknya Ria, mau ada yang numpang kamar mandi.”

Didalam kamar, hampir setengah jam, hanya habiskan gua dengan ngobrol gak jelas. Sama-sama malu. Sama-sama grogi. Tapi lambat laun, Teh Lilis mulai santai dan berkeliling kamar hotel.

Duduk dimeja rias. Ke kamar mandi. Buka-buka kulkas dan baca majalah. mendekat ke arah gua untuk bertanya sesuatu yang ada di kamar hotel. Gua pun justru larut dengan menyia-nyiakan waktu yang ada sambil glesoran dikasur.

Madep kanan, madep kiri, tungkerep, telentang. Glesoran gak karuan.

Sampai akhirnya gua bertanya sesuatu, “Eh, Teh. Kok umurnya bisa beda jauh sih sama Mas Muji?”

Teh Lilis yang sedang duduk didepan meja sambil baca majalah kemudian berdiri. Mukanya kesal. “Saya mau balik ke sekolahan, Mas..” Katanya.

Duh, ngambek!

Teh Lilis lalu berjalan menuju pintu, gua langsung beranjak dari kasur dan menahannya.

Kemudian gua minta maaf kalo ada sesuatu yang mengkhawatirkan. Teh Lilis tak bergeming. Gua sedikit menarik perhatian. Yang kemudian terjadi diluar perkiraan.

Gua hanya menarik perhatian pelan untuk mendapat perhatiannya yang sebelumnya memandang gua. Tapi reaksi Teh Lilis seperti baru saja di uppercut Muhammad Ali.

Dia merobohkan tubuh yang secara otomatis menimpa badan gua yang lalu terjatuh dikasur.

Sesaat kami saling pandang. Kedua tangan Teh Lilis berada didada gua, sedikit menopang.

Gua lalukan tangan gua dibadannya. Teh Lilis tak bereaksi. Masih memandangi gua. tingkah gua salah. Muka Teh Lilis sedikit berubah menjadi sangat serius. dia memejam.

Kemudian gua meraih kedua tangannya. Badan Teh Lilis sepenuhnya menindih badan gua. Payudaranya yang montok mendarat tepat didada gua. Muka Teh Lilis semakin berubah saat gua menggoyangkan tubuhnya. Bibirnya bergerak-gerak seperti ingin melumat atau berkata sesuatu.

Gua melepaskan jaket blazernya. Ariel sudah tegangan tinggi. Kaki Teh Lilis lurus di atas gua.

Gua lalu meremas bokongnya agar kakinya terbuka. Dan, yap, Teh Lilis mengangkang diatas gua dengan wajah horny.

Ariel yang sudah tegangan tinggi terasa bersentuh dengan bagian vagina Teh Lilis. Gua menggoyangkan pinggul naik-turun sambil meremas bokongnya. Sebentar saja, Teh Lilis sudah mengikuti irama goyangan.

“Ssssttt..” Desisnya sambil memejamkan mata. Giginya seperti sedang menggigit sesuatu. Gua makin kencang meremas bokongnya.

Tiap gua remas dan bergoyang, Teh Lilis berdesis sambil mengatur nafas. “Ssssttt..”

Tangan gua masuk ke dalam celana piamanya. Mudah saja buat gua karena hanya berbahan kolor. Setelah celana dalam, tangan gua gak meremas bokongnya, tapi langsung menyentuh vaginanya dari atas.

Teh Lilis langsung mencengkram wajah dan melumat bibir gua. “Eemmm…” Desah gua.

Sambil berciuman, saling melahap satu sama lain, gua menarik-narik kancut Teh Lilis. Teh Lilis bergeliat sambil menggoyangkan sendiri pinggulnya. “Ssssttt…hhuuu..” Desahnya kali ini.

Gua lalu mulai meremas payudaranya. Teh Lilis memberi ruang sedikit mengangkat tubuhnya yang berada di atas gua. Sebentar saja, gua langsung buka tali branya dan angkat daster serta branya.

Payudara montok Teh Lilis menggantungkan diatas wajah gua. Dia menahan tubuhnya dengan kedua tangan dikasur. Setelah menikmati aroma tubuhnya, gua mulai mengulum puting payudara Teh Lilis.

Dari payudara yang satu, ke yang lain. Secara adil gua kulum dan remas payudaranya. Teh Lilis menggoyangkan tubuh saat gua sedang melahap salah satu payudaranya.

08:40 WIB

Sambil menjilati putingnya, gua kembali meremas bokongnya.

Teh Lilis semakin menikmati kebejatannya. Dia membuka celananya pake satu tangan dengan gerakan yang dinamis, tanpa mengganggu gua yang sedang melahap payudaranya. “Ssssttt.. Aahh..” Desahnya.

Gua lalu badan. Teh Lilis telentang sambil bergeliat saat gua melepas celana. “Dasternya, buka Teh..” Kata gua saat hendak menjilati vaginanya yang masih tertutup. Teh Lilis membuka dasternya dan tapi kemudian menarik wajah gua dan memberikan ciuman dahsyat. Dia mencium sambil menyedot.

Gua masukkan tangan ke dalam kancutnya dan menyentuh vaginanya. Teh Lilis makin melumat bibir gua. Lalu gua memaikan jari dimulut vaginanya. Basah!

Vagina Teh Lilis sudah basah saat gua melepaskan kancutnya, dan saat hendak menjilati, lagi-lagi dia menarik kepala gua. Gua pun akhirnya hanya mengocok vaginanya dengan jari sambil menjilati payudaranya. “Aaaahhhh.. Sssttt.. Aaaauuggghh..” Desahnya.

Kemudian gua masukkan satu lagi jari ke dalam vaginanya. Teh Lilis mengerang sambil mencengkram leher gua. Gua melepaskan cengkramannya sambil mendorong gerakan jari mengocok vaginanya.

Untuk mendapatkan hasil maksimal, gua yakin dudukan badan. Yang tadinya sedikit tegas mengulum payudara, menjadi duduk di samping badan Teh Lilis yang bergeliat keenakan.

Pemandangan dari sini adalah yang terbaik saat sesi porplei, gan.. Haha. Anda, tahu lha.

Teh Lilis tak dapat menyembunyikan raut wajah malu bercampur nafsu saat gua sengaja mengocok vagina sambil memperhatikannya. “Enak, Teh..” Kata gua.

Entah bodoh macam apa itu. Sialnya, itu pertanyaan yang sering diajukan lelaki itu saat memberikan nikmat kepada wanita yang dieksekusi.

Teh Lilis menutupi wajahnya dengan bantal saat tak kuasa mendesah. Dia mendesah dibalik bantal. Gua langsung bantal bantal. Wajah Teh Lilis tampak sudah tak peduli. Dia benar-benar menikmati gerakan jari-jari gua.

BACA JUGA : Cerita Dewasa Gejolak Birahi Mamang si Tukang Sayur

“Aaahhh, aaakkhhh, hhhaaaahhh..” Desahnya sambil meremas salah satu payudaranya. Payudara yang lain, gua bantu meremas.

Sesaat gua bertanya-tanya. “Ini orang udah punya anak kok pentilnya masih bagus?” Sambil memilin dan meremas buah di sekitarnya.

Cerpen Dewasa | tempat gua kembali melumat pentil dan payudaranya. “Aaaakkkkhhh…” Desahnya, panjang. Kemudian gua makin cepat mengocok vaginanya. Teh Lilis coba merangkul leher gua, tapi tak bisa karena gua menghindar. Ia lalu mencengkram sprei kasur dengan kedua tangan yang berada diatas kepalanya. Melihat pemandangan seperti itu, gua makin semangat mengocok.

Akhirnya Teh Lilis memuncratkan cairan dari vaginanya. Badannya bergeliat tak karuan. Ia menahan gerakannya sambil mengatur nafas.

09:05 WIB

Teh Lilis terkujur lemas dengan badan sedikit miring. Kedua menutup vaginanya.

Gua lalu mengeluarkan Ariel dan mendekatkan ke wajahnya. Gua ‘memukul-mukul’ wajah Teh Lilis dengan penungan hansip itu. Lalu mulai menggerayangi mulutnya. Teh Lilis urung membuka mulut, dia tampak sedang mengumpulkan tenaga.

Gua terus berusaha sambil kembali meremas payudaranya. Lalu membukakan yang menutupi vagina. Teh Lilis Kembali Terlentang dengan Posisi Sedikit Mengangkang. Gua memberikan sentuhan-sentuhan ringan ke sekujur tubuh.

Kemudian setelah menjilati payudaranya, gua menciumi bagian pahanya. Posisi gua masih dengan Ariel yang berada di wajah Teh Lilis. Gua lalu merebahkan badan disamping dengan posisi terbalik. 69!

Dengan posisi menyamping, gua mulai melumat vagina Teh Lilis. Dia langsung meremas Ariel. Lalu gua mengangkat tubuh menindih badan gua dalam posisi sempurna 69.

Gua menjilati vagina Teh Lilis yang terasa asin. Teh Lilis urung melahap Ariel sampai gua memasukkan satu jari ke dalam vaginanya. “Oouugghh..” Desahnya, lalu melahap Ariel.

Ariel terasa hangat dan basah.

Bokong Teh Lilis bergerak-gerak di atas wajah gua. Vaginanya tepat berada dimulut gua. Sementara Ariel keluar mulut.

Teh Lilis semakin menikmati. ingin dia menyedot Ariel dalam-dalam, lalu menjilati dan mengulum bola dragonbol. “Ahhh, enak teh..” Kata gua. Kali ini bukan pertanyaan, pernyataan ini.

Teh Lilis tiba-tiba masuk ke dalamnya.

Sambil mengocok Ariel, dia naik dan mengurung Ariel ke dalam vaginanya. Jleb!

“Aahh, Fak!” Respon gua, tak menyangka dia langsung ke topik utama.

Teh Lilis membelakangi gua dengan kedua tangan memegang sandaran punggung kasur. Ariel terlihat tenggelam dari bokong Teh Lilis yang gua liat dari belakang.

Gua pegang bokong Teh Lilis, membantunya bergerak naik-turun, maju-mundur. “Sssssstttt, mmaaasss… Aaahhhh” Desah desis Teh Lilis yang makin cepat menggenjot.

Lalu gua bangun dari tidur dan memeluk Teh Lilis dari belakang. Sambil meremas payudaranya, gua menciumi punggungnya.

Teh Lilis makin beringas, dia merangkul gua dengan posisi membelakangi. Nikmat sekali. Lalu Teh Lilis meminta berciuman, dengan senang hati gua melayaninya. Kedua tangan Teh Lilis yang setengah merangkul gua, membuat ketiaknya tampak menggairahkan. tujuan gua memberikan kecupan ke ketiaknya.

Meski tidak harum, tapi juga tidak bau. Yang penting, tidak ada bulunya!

09:18 WIB

Badan Teh Lilis yang bahenol tak dapat gua tahan lebih lama berada di atas paha gua.

Gua lalu* memintanya berdiri, dan mengambil posisi doggy tanpa melepas Ariel yang betah didalam vagina Teh Lilis.

Teh Lilis berdiri dengan lututnya, masih dengan posisi membelakangi gua.

Gua hanya sedikitkan punggungnya, sambilmas payudara. Teh Lilis bergeliat saat lehernya gua kecup-kecup.

“Keluarin didalem, Teh?” Tanya gua saat bergerak lambat menikmati ciuman.

“Jangan dikeluarin dulu..” Bisiknya, manja.

Gua kemudian menghadap ke arah dinding sambil melumat pemandangan.

Dia yang paham maksud gua lalu mendorong bokong gua agar masuk lebih dalam. Gua lalu berakselerasi tinggi.

“Plak! Plak! Plak!” Suara yang keluar, diikuti desahan Teh Lilis, “Aaakkhhh, aaaaakkhh, Maasss.. Sssttt..”

Tak butuh lama dari serangan terakhir, Ariel memuntahkan ludah naga didalam vagina Teh Lilis.

“Oouugghhh…” Desah gua, panjang.

Teh Lilis langsung membenamkan wajahnya dikasur dengan posisi nungguing. Tampak sperma gua secara perlahan keluar dari dalam vagina Teh Lilis. “Sssstttt.. Hhhaaaahhh..” Desisnya.

Setelah sepertinya sperma sudah banyak yang, Teh Lilis merobohkan tubuh, tidur tungkerep.

Lalu bersuara pelan, “Ria udah aku titipin sama temen. Nanti langsung aku jemput dirumahnya..”

Cie “Aku”~~,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts