Cerita Dewasa – Pacarku yang Manis

Cerita Dewasa, Cerita Sex Pacarku yang Manis _ Aku mempunyai pacar, sebut saja namanya Liza. Selama pacaran aku hanya pernah menciumnya sekali saja, yaitu pada saat kami jadian kurang lebih sebulan yang lalu. Setiap aku memboncengkannya dengan sepeda motor, punggungku sering menjadi sasaran payudaranya yang lumayan besar kurang lebih ukurannya 36 B pada saat aku mengerem mendadak. Aku jadi semakin terangsang melihat tubuhnya yang mulai mekar di usianya yang seminggu lagi genap 20 tahun. Aku sendiri sudah berumur 24 tahun. Aku sering memimpikan bisa tidur dengannya.

Suatu siang Liza datang ke rumahku, yang pada saat itu aku dan penghuni rumah lainnya belum pulang. Ketika tiba dirumah aku melihatnya tertidur di atas kursi teras rumah. Aku pun membangunkannya lalu mengajaknya masuk. Karena masih mengantuk ia tidak melihat kalau di depannya ada kursi kecil sehingga ia tersandung dan akan terjatuh, secara refleks aku menarik tubuhnya agar tidak jatuh hingga kami berpelukan. Namun karena tidak siap aku juga kehilangan keseimbangan dan ikut terjatuh menindih tubuhnya. Liza terjatuh terlentang dan kepalanya membentur lantai dengan cukup keras sampai ia pingsan.

Perlahan aku membangunkan Liza yang tidak bergerak, namun ia tidak segera sadar. Sejenak aku melihat bagian dada Liza naik-turun dengan tenang, seperti orang yang tidur lelap.
“Liz.. Liz.. Liza..” aku memanggil, tapi gadis itu tetap diam.
Aku ulangi lebih keras di dekat telinga, juga diam. Aku guncang-guncangkan pundak Liza, juga diam. Nekad, aku membuka kedua kelopak mata Liza untuk lebih meyakinkan. Tetap tak ada reaksi.
“Hi hi hi.. wah kesempatan nih aku bisa menikmati tubuhmu Liz.. payudaramu bakal kuremas dan kumakan,”
Bisikku sambil meremas-remas kedua payudara Liza yang masih tertutup berlapis kain.
“Vaginamu ini juga bakal aku kerjain,” lanjutku sambil meremas-remas pangkal paha Liza dari luar pakaiannya.
Kuperlakukan seperti itu, Liza tetap tak bereaksi. Lalu aku membopongnya ke dalam kamarku dan membaringkannya di atas tempat tidurku. Lalu aku menutup semua pintu rumahku, lalu kembali lagi ke kamarku. Aku menyeringai melihat gadis yang telah kupacari selama sebulan itu dalam keadaan tak berdaya.

Seperti singa kelaparan menerkam mangsanya, kedua tanganku langsung mencengkeram gundukan di dada Liza yang tertutup baju. Aku terus meremas dan menarik-narik gumpalan daging dalam genggamannya itu ke kanan, kiri dan atas. Akibatnya, baju Liza di bagian dada kusut.
“Hmm.. Vaginamu boleh juga, tebel kayak kue apem,” bisikku sambil kini meremas pangkal paha Liza.

Aku lalu melepas 3 kancing di bagian atas baju Liza. Lalu, bagian bawah bajunya kutarik hingga melewati kepalanya. Liza ternyata mengenakan kaus lengan pendek bodyshape yang membuat payudaranya tampak menonjol dan kemulusan lengannya terlihat bebas. Tak berlama-lama, aku melepas kaus itu. Perhatianku beralih ke bagian bawah tubuh Liza yang tertutup rok dalam transparan. Rok dalam itu pun segera lepas. Aku kini berlutut di sisi Liza yang tetap berbaring dalam damai. Lalu aku melepaskan kaitan BH Liza. Bola mataku seperti akan meloncat keluar melihat keindahan payudara Liza. Begitu segar, mulus dan putih. Saking putihnya, pembuluh darah kebiruan di balik kulit mulusnya terlihat jelas. Putingnya mungil tapi cukup menonjol, seperti karet penghapus di kepala pensil. Kedua tanganku tak henti-henti meremas sementara mulutku terus melahap, mengulum dan menggigit-gigit puting susu Liza. Aku berhenti sebentar, lalu memandangi “hasil karyaku”.

Sekujur permukaan buah dada Liza kini basah oleh liurku, terutama dibagian kedua pucuknya yang kini makin tegak kemudian masing-masing kujepit dengan ibu jari dan telunjuk. Kutarik ke atas sampai batas maksimal. Dalam keadaan sadar, Liza pasti sudah menjerit-jerit kesakitan. Aku lalu melepas jepitanku, hingga kini gumpalan daging itu terjatuh dan berguncang ke sisi kanan dan kiri tubuhnya. Perhatianku kini tertuju ke CD Liza yang tampak penuh. Kuremas dengan penuh nafsu, sambil jari tengahku mencari-cari jalan masuk. Tak sabar, kutarik CD Liza turun.
“Edan, Vagina yang indah,” kataku sambil merosot hingga wajahku tepat di muka pangkal paha Liza.
Kurenggangkan paha gadisku itu, lalu dengan rakus kujilati kemaluan Liza itu. Dengan jari-jari aku menguakkan liang kemaluan di depanku. Perlahan daging segar itu membuka, memperlihatkan bagian dalam yang kemerahan dan basah.
“Asyiikk.. cewekku ini masih perawan,” teriakku sambil membuka celananya.
Kini aku bersiap-siap menyetubuhi gadisku itu. Kepala penisku sudah terjepit bibir vagina Liza, sementara kedua tanganku berpegangan pada kedua payudara Liza yang tetap terpejam. Tiba-tiba pada saat itulah Liza tersadar dan membuka kedua matanya.
“Eh.. apa yang kamu lakukan Mas ”
Pekiknya karena mendapatkan dirinya dalam keadaan siap aku setubuhi. Liza lalu meronta dengan menendang perutku sampai aku terjatuh. Lalu ia mencari pakaiannya, dan dengan tergesa-gesa ia memakainya. Aku hanya bisa melihat gadisku itu memakai pakaiannya kembali. Ia lalu bergegas keluar kamar namun buru-buru aku cegah untuk menjelaskan semuanya kepadanya.

Setelah lama merayunya akhirnya ia mau mendengarkan penjelasanku, bahwa yang aku lakukan itu sebagai bukti cintaku dan itupun belum sampai merenggut kegadisannya. Akhirnya ia mau memaafkanku, dan aku pun segera merayunya lagi untuk menuntaskan nafsuku yang tadi soalnya sudah tanggung. Ia mengangguk tapi dengan syarat agar jangan sampai merusak keperawanannya.

Aku lalu memegang kedua tangannya, lalu secepat kilat mendaratkan ciuman di pipinya. Liza diam saja. Kesempatan itu tidak kusia-siakan, lalu mulutku kuarahkan ke bibirnya. Liza tetap diam saja. Tidak menolak, tapi tanpa reaksi. Perlahan bibirnya kulumat, dan respon yang terjadi adalah Liza membuka mulutnya, sementara tangannya mencengkeram tanganku.
“Liz, tolong mulutnya dibuka..!” bisikku di telinganya sambil kemudian kembali mengecup bibirnya.
Liza kemudian mulai membalas memagut bibirku.
“Nah, begitu.., dibalas aja..!” kataku.
“Rasakan aja, nggak sakit kok..,” lanjutku sambil tangan kananku mengusap pinggangnya.

Pagutannya semakin cepat dan terdengar dengus napas yang semakin keras dari mulut Liza sambil tanganku menyingkap dan membuka bajunya sampai rambutnya yang hitam panjang tergerai. Saatnya mungkin hampir tiba, dan tidak kusia-siakan, bibirku kemudian turun ke lehernya yang jenjang dan putih. Kecupan-kecupan hangat kudaratkan di sekujur lehernya, sementara tanganku tidak hentinya mengelus pinggangnya. Sementara tangan kiriku tengah berusaha menyusup ke belahan dada Liza, dan supaya tidak ada protes dari Liza, bibirnya segera kukulum, lidahnya serta langit-langit mulutnya kujelajahi dengan lidah.

Rupanya Liza mulai terbakar birahi, hingga dia tidak sadar ketika aku menyingkapkan bajunya lalu salah satu tanganku telah berada di antara gundukan daging di dadanya. Beberapa kancing baju yang terlepas pun tidak disadari Liza, yang sekarang sibuk membalas lumatan bibirku dan mengeluarkan erangan-erangan kecil. Aku kemudian menunduk, dan bibirku mencari di antara dadanya yang menonjol itu. Hingga akhirnya kutemukan puting payudaranya yang keras, namun terasa lembut. Liza terpekik sejenak, manakala dia tahu, bibirku telah menjepit salah satu puting payudaranya. Namun birahi telah membakarnya, hingga Liza lupa apa saja yang telah terjadi padanya.

Tanganku bekerja cepat. Hasilnya, nampak payudaranya yang putih mulus menonjol besar. Liza hanya bersandar ke dinding. Wajahnya kemerahan, seakan menahan sesuatu. Pada saat aku menyedot dan menghisap payudaranya, Liza hanya mampu menggigit-gigit bibirnya. Tangan kananku bekerja kembali, kali ini meremas pantat Liza yang kenyal dan cukup proporsional. Aku yakin, jika dalam keadaan normal, Liza akan marah besar jika pantatnya kuremas. Tapi pada saat ini, dia seakan pasrah pada apa yang akan kuperbuat. Aku dalam posisi sedang menetek sambil berdiri, sementara Liza hanya menyandarkan punggungnya ke tembok. Tangan kananku sambil meremas pantat, mencari restlueting, yang akhirnya kutemukan.

Tangan kiriku berada tepat di selangkang Liza, dan tidak tinggal diam, bekerja mengusap bagian bawah Liza. Kedua tanganku bekerja optimal. Hingga tanpa disadari lagi oleh Liza, rok panjang yang dikenakannya telah jatuh ke lantai. Secepat kilat, aku jongkok lalu menciumi kemaluan Liza yang saat itu masih dibalut celana katun coklat muda. Liza sudah tidak mampu lagi berkata-kata. Kurasakan gundukan daging di selangkangan Liza lembab dan mengeluarkan aroma, antara bau keringat dan bau lain, mungkin khas bau kemaluan wanita.

Tampak bulu-bulu halus dan panjang ada di jepitan celana dalam. Tidak tertutupi secara sempurna, hingga tampak menyembul di selangkangannya. Perlahan pinggir celana tersebut kutarik, lalu lidahku mulai mencari-cari. Asin dan lembab terasa di lidahku. Tanpa memperdulikan rasa seperti itu, lidahku terus mencari. Napas Liza semakin memburu, dan setiap kali lidahku menari di antara belantara rambut kemaluannya, Liza menggerakkan pinggulnya searah dengan gerakan lidahku.

Lalu Liza kubimbing ke kursi makan, dan segera aku melucuti celana dalamnya yang basah kuyup oleh cairan asin. Kakinya kubuka selebar mungkin. Nampak di sana, sejumput rambut hitam sangat lebat, menutupi gundukan belahan daging. Merah muda dan mengkilap karena basah oleh cairan. Bibir vagina Liza dan tersembunyi, sementara klitorisnya coklat tampak mengeras. Cairan terus saja mengalir dari lubang di bagian bawah.

Liza menutup matanya kembali saat aku jongkok di hadapannya. Lalu lidahku mulai menari, mengusap dan menjilati seluruh bagian vagina Liza. Tangannya diletakkan di bahuku, kadangkala rambutku ditariknya saat klitorisnya kuhisap. Sambil menjilati serta mengulum kemaluan Liza, tangan kananku meremas-remas payudaranya. Bergantian dari kiri dan kanan. Putingnya keras mengacung. Tiba-tiba tubuhnya mengejang, kedua kakinya mengatup, menjepit kepalaku serta tangannya menarik rambutku. Sakit.
“Ohh, Mas.. kenapa ini.. aduhh..!” katanya dengan suara lumayan keras.
Untung letak rumahku agak masuk dari jalan, jadi aku tidak perlu khawatir orang lain mendengar teriakan Liza orgasme. Hal ini berlangsung cukup lama, 5 menit mungkin. Liza orgasme, mungkin yang pertama kalinya dalam hidupnya. Aku biarkan saja, hingga tubuhnya kembali seperti semula.

Tetapi lidahku tidak berhenti mengusapi dan menjilati kemaluannya yang saat ini benar-benar sangat basah.
“Ohh.., aaghh.. aduh.. aduh.. jangan Mas..!” erang Liza saat lidahku bekerja secara cepat melumat lagi klitorisnya.
“Udah Mas. Aku udah nggak kuat..!” katanya kemudian.
Aku lalu berdiri, lalu mengeluarkan kemaluanku dari dalam celana.
“Ayo dong dipegang..” kataku sambil mengangsurkan penisku tersebut ke arahnya.
Liza menerima penisku itu dengan kedua tangannya. Terasa nikmat saat penisku berada dalam genggaman Liza.

Tangannya halus, terutama saat mengelus ujung penisku.

Lalu Liza memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Perlahan kutekan keluar masuk berkali-kali. Liza tidak sadar, dan akibat kocokan serta himpitan di bibirnya, aku merasa ada sesuatu yang mendesak dari dalam tubuhku.
“Liz, aku mau orgasme, tolong dikocok aja..” kataku.
Lalu keluarlah muntahan cairan hangat dari ujung kemaluanku. Sperma itu tumpah di dada Liza yang tidak tertutup sempurna, ada yang mendarat di pipi, juga di paha.
“Ogghh.., Liza.. ohh..!”
Liza tidak berhenti mengocok, meski cairan mani sudah selesai tumpah.
“Liz, udah.. sakit..!”
Liza berhenti lalu mencari roknya dan segera menghambur ke kamar mandi. Aku juga mencari kain lap, untuk membersihkan sisa-sisa air maniku yang tumpah di kursi serta lantai. Setelah sekian waktu, Liza keluar dari kamar mandi. Dia tampak segar karena baru saja membasuh wajahnya. Pakaiannya juga sudah rapi. Aku mendaratkan ciuman di pipinya sambil tersenyum. Aku mengantarkan Liza hingga keluar dari halaman rumahku.

Seminggu kemudian kami pergi berlibur ke daerah pegunungan, namun ketika akan pulang ban motorku bocor sehingga aku menuntunnya untuk mencari tempat tambal ban. Namun karena hari sudah menjelang malam, kami tidak menemukan tempat tambal ban. Akhirnya aku dan Liza berunding dan kami sepakat untuk mencari penginapan. Lama kami mencari penginapan karena rata-rata sudah penuh karena saat itu hari libur, akhirnya kami mendapatkan penginapan tersebut namun hanya tinggal satu kamar VIP. Setelah berembug sebentar memesan kamar tersebut, namun tidurnya tidak seranjang.

Begitu masuk kamar aku langsung rebahan di sofa karena capek menuntun sepeda motor tadi, sedangkan Liza langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur samping sofa. Karena kami tadi sepakat bahwa aku tidur di sofa dan ia tidur di kasur. Tak lama kemudian Liza pun segera tertidur. Aku yang sejak tadi menahan buang air kecil segera masuk ke kamar kecil, setelah selesai aku melihat Liza tidur terlentang. Payudaranya yang cukup besar itu turun naik seiring dengan hembusan nafasnya. Aku pun semakin lama semakin terangsang, lalu aku mendekati tempat tidurnya.

Aku memperhatikan bibirnya tanpa terasa wajah kami makin dekat dan bibirku menyentuh bibirnya. Aku lalu merebahkan tubuhku diatasnya sambil meneruskan ciumanku. Tidak kuduga Liza mengangkangkan kedua kakinya hingga penisku merapat diatas vaginanya. Aku nggak ngebayangin melakukan sejauh ini.

Kemudian aku melakukan petting menekan-nekankan penisku ke vaginanya. Dadaku menempel di payudaranya dan penisku terus menekan-nekan vaginanya. Kemudian tanganku aku geser ke payudaranya yang lumayan besar. Aku remas-remas payudaranya hingga Liza terbangun.
“Liz.., Mas sayang padamu.”
Bisikku tiba-tiba sambil menggenggam tangannya, ia tersenyum dan entah kenapa secara spontan kucium keningnya.
“Aku juga mas.” ucapnya.
Liza ternyata juga memendam perasaan kangen ingin disetubuhi, setelah apa yang telah kami lakukan seminggu yang lalu. Aku memeluk tubuhnya dan menatap matanya dalam-dalam.
“Kamu cantik sekali.” Ucapku lalu mengecup hidung mancungnya, ia diam saja dan menikmatinya.

Aku semakin berani, kuciuminya seluruh wajahnya hingga kurasakan hembusan napasnya yang hangat. Dia pasrah karena menyukainya, lagi pula ada aliran aneh pada tubuhku yang menuntut lebih banyak lagi. Lalu aku mendaratkan bibirku di bibirnya, kulumat dan dia balas dengan mengulum lidahku lembut. Kulumanku membuatnya mulai sulit bernapas. Sementara itu tanganku mulai menurunkan tali BH-nya hingga payudaranya terlihat setengahnya. Kutarik tubuhnya untuk berdiri dan ia menurutinya. Sambil terus melumat bibirnya, kedua tanganku menarik-narik BHnya hingga akhirnya Liza terjatuh di antara kakinya. Aku mengelus-elus punggungnya yang sudah telanjang dan mendorong tubuhnya agar duduk di sofa.

Aku mendekatinya, kemudian berjongkok di antara kakinya. Kuelus-elus vaginanya yang masih terbungkus celana dalam. Liza melenguh saat jari-jariku mengelus belahan vaginanya. Kemudian aku menarik CD-nya hingga terlepas. Lalu aku tersenyum karena melihat vaginanya merekah di depan mataku. Aku mencium bibirnya dan ia membalas, kurasakan payudaranya menggesek-gesek dadaku yang membuatku kegelian. Ciumanku makin liar karena telah beralih ke telinga dan lehernya. Liza mulai mendesah pelan, kuusap-usap rambutnya dengan lembut.
Aku meneruskan jilatanku pada puting payudara kanannya, kujilati berputar-putar dan berulang-ulang, membuatnya semakin mendesah. Payudara kirinya kuremas-remas dengan lembut. Napasnya mulai memburu karena perlakuanku pada kedua payudaranya. Selama beberapa saat Liza hanya mendesa-desah.
“Mas.., ohh.., ohh..!”
“Mas ingin menjadikanmu sebagai istriku, kamu mau Liz..?” tanyaku sambil menghentikan jilatanku di payudaranya.
Liza menatap mataku dan menganggukkan kepalanya karena ia tidak dapat berpikir apa-apa lagi, karena nafsunya masih tinggi.

Aku tersenyum dan melumat bibirnya sambil mengelus-elus payudaranya yang sudah basah oleh air liurku. Lalu Aku menyuruh Liza mengangkat kedua kakinya ke atas sofa dan merenggangkannya lebar-lebar. Kemudian aku mendekatkan kepala di vaginanya yang sudah basah, dan mulai menjilatinya. Liza mendesah saat ujung lidahku menyentuh vaginanya,
“Ohh..!”
Aku terus menjilatinya secara teratur dan berulang-ulang. Liza menggeleng-gelengkan kepalanya menahan kenikmatan. Aku terus menjilatinya dan mulai menyedot-nyedot klitorisnya. Liza merengek dan merintih sambil menjambaki rambutku.
“Ahh.. teruss.. teruss, enak mass..! Ohh..!”
Aku terus menyedot-nyedot dan Liza pun berteriak seiring dengan menjepit kepalaku kuat-kuat. Ia menyemburkan cairan kewanitaannya dan kujilati dan menghisapnya pelan sekali. Karena aku tahu kalau ia menahan ngilu pada vaginanya.

Aku lalu mencium payudara dan menghisapnya cukup lama hingga Liza terangsang kembali. Kemudian aku mendekatinya dan menindih tubuhnya, kucium bibirnya dengan hangat. Tanganku meremas-remas pantatnya, lalu bibirku turun di atas payudaranya dan kuciumi sambil kuhisap bergantian. Liza hanya mendesah keenakan ketika kubuka kedua kakinya dan berjongkok dan mulai menjilati vaginanya. Liza mendesah-desah tidak kuat, tapi aku terus menjilati dan menghisap-hisap vaginanya yang sudah basah lagi. Aku pun sepertinya sudah tidak tahan, sehingga kuarahkan penisku ke lubang vaginanya. Setelah semakin basah, aku menekan kepala penisku untuk masuk lebih dalam pada lubang vaginanya. Kemudian kugesek-gesekkan kepala penisku di belahan vaginanya berulang-ulang. Liza melenguh menahan sensasi nikmat di daerah vaginanya.

Aku mulai menekan dan Liza pun meringis .. aku tekan lagi.. akhirnya perlahan-lahan sedikit demi sedikit liang vaginanya itu membesar dan mulai menerima kehadiran kepala penisku. Liza menggigit bibir. Kulepaskan jemari tanganku dari bibir kemaluannya dan pleg ..bibir kemaluannya langsung menjepit nikmat kepala penisku.
” Tahan sayang..”, bisikku bernafsu.
Liza hanya mengangguk pelan, matanya lalu dipejamkan rapat-rapat dan kedua tangannya kembali memegangi kain sprei. Agak kubungkukkan badanku ke depan agar pantatku bisa lebih leluasa untuk menekan kebawah. Heekkgghh .. aku menahan napas sambil memajukan pinggulku dan akhirnya kepala penisku mulai tenggelam di dalam liang vaginanya. Woowww..nikmatnya saat liang vaginanya menjepit kepala rudalku, daging vaginanya terasa hangat dan agak licin, namun cengkeramannya begitu kuat seakan-akan kepala penisku seperti diremas-remas saja, kulihat urat-urat batang kemaluanku makin menonjol keluar saking banyaknya darah yang mengalir ke situ.

Aku kembali menekan dan Liza mulai menjerit kesakitan, aku tak peduli, batang penisku secara pasti terus melesak ke dalam liang vaginanya dan tiba-tiba setelah masuk sekitar 4 centi seperti ada selaput lunak yang menghalangi kepala penisku untuk terus masuk. Aku terus menekan dan tess .. aku merasa seperti ada yang robek, bersamaan dengan itu. Liza melengking keras sekali lalu menangis terisak-isak ..
“Wah selaput daranya robek nih”,
Pikirku, sebentar lagi pasti keluar darah, namun aku tak begitu peduli karena aku terus menekan batang penisku dengan ngotot terus memaksa memasuki liang vagina milik Liza yang luar biasa sempit itu. Kulihat bibir kemaluannya mekar semakin besar, kulihat betapa ketatnya liang kemaluannya itu menjepit batang penisku yang sudah masuk sekitar 6 centi.
“Aagghh..”
Aku menahan rasa nikmat jepitan vaginanya. Kupegang pinggul Liza yang seksi, dan kutarik kearahku, batang penisku masuk makin ke dalam, oouuhh nikmat sekali, Liza terus menangis terisak-isak kesakitan, sementara aku sendiri malah merem melek keenakkan.

Aku harus cepat kalau tidak Liza kekasihku terlalu lama menderita, kupegang pinggul Liza lebih erat lalu aku mengambil napas dan ancang-ancang, ini harus segera dibenamkan seluruhnya. Dan aku menghentak keras ke bawah. Dengan cepat batang penisku mendesak masuk liang vagina Liza,
“Aahhgghh ..” aku mengerang nikmat hampir saja air maniku muncrat saking kuatnya gesekan dan jepitan vagina milik Liza ini. Aku mengatur napas agar air maniku nggak keburu muncrat, kulihat tinggal sedikit yang belum masuk kuhentakkan lagi pantatku ke bawah dan akhirnya seluruh batang penisku secara sempurna telah tenggelam sampai kandas terjepit diantara bibir kemaluan dan liang vaginanya.
“Ooogghh..”, aku berteriak keras saking nikmatnya,
Mataku mendelik menahan jepitan ketat vagina Liza yang luar biasa. Sementara Liza hanya memekik kecil lalu memandangku sayu. Bibirnya tergetar namun ia mencoba untuk tersenyum kepadaku. Wajahnya yang manis menatap sayu kepadaku.

Kami sama-sama tersenyum. Kurebahkan badanku diatas tubuhnya yang telanjang, aku memeluknya penuh kasih sayang, payudaranya kembali menekan dadaku. Nikmat, tubuh kami telah menyatu, dalam suatu persetubuhan indah. Kurasakan vagina Liza menjepit dan meremas kuat batang penisku yang sudah amblas semuanya. Kami saling berpandangan mesra, kuusap mesra wajahnya yang masih menahan sakit menerima tusukan alat vitalku.
” Mas .. bagaimana rasanya ..”, bisik Liza mulai mesra kembali, walaupun sesekali kadang ia menggigit bibir menahan sakit.
“Enak sayang.. dan nikmaat, Mas nggak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata sayang selangit pokoknya”, bisikku. Ia tersenyum senang dan mencubit pipiku. Kukecup mesra hidungnya yang mancung.

Aku mencium bibirnya dengan bernafsu, dan iapun membalas dengan tak kalah bernafsu. Kami saling berpagutan lama sekali lalu sambil tetap begitu aku mulai menggoyang pinggul naik turun. Batang penisku mulai menggesek liang vaginanya dengan kasar. Pinggulku menghunjam-hunjam dengan cepat mengeluar masukkan batang penisku yang ngaceng. Liza memeluk punggungku dengan kuat, ujung jemari tangannya menekan punggungku dengan keras. Kukunya terasa menembus kulitku. Tapi aku tak peduli, aku sedang menyetubuhi dan menikmati tubuhnya. Batang penisku seakan dibetot dan disedot oleh liang vaginanya yang benar-benar super sempit itu. Liza merintih dan memekik kesakitan dalam cumbuanku.

Beberapa kali malah ia sempat menggigit bibirku, namun itupun aku tak peduli. Aku hanya merasakan betapa liang vaginanya yang hangat dan lembut itu menjepit sangat ketat batang penisku, seakan mengenyot nikmat, ketika kutarik keluar terasa daging vaginanya seolah mencengkeram kuat alat vitalku, sehingga betapa aku memaksa untuk keluar daging vaginanya terasa ikut keluar
“Agghh..” nikmatnya luar biasa sekali, aku sampai mendesis panjang saking nikmatnya.
Air maniku kurasakan sudah mendesak ingin muncrat keluar. Aku mendiamkan aktifitas tubuh sambil mengelus-elus tubuhnya. Tidak terasa air matanya menetes setelah beberapa saat aku menggerakkan pinggulku dan mulai mengeluar-masukkan penisku. Liza melenguh nikmat sekaligus perih. Aku menggenjotnya selama 10 menit. Vaginanya sudah semakin basah dan Liza menjerit karena mendapatkan orgasme lagi. Dirasakan vaginanya berdenyut-denyut. Aku mendiamkan batang kejantananku di dalam vaginanya sambil menyedot-nyedot payudaranya.

Kemudian aku mencabut penisku dan menyuruh Liza menungging. Ia rasakan vaginanya dimasuki kembali penisku, setelah itu mulai dikeluar-masukkan kembali ke vaginanya dengan pelan. Sementara itu tanganku masih meremas-remas dan menarik-narik puting payudaranya dengan kuat. Liza mulai mendesah menahan rasa nikmat.
“Mas.., ahh.. teruss.. sodokk.. sodokk.. enakk sekali..!” ia merengek.
Aku terus menekan dan menarik penisku semakin cepat, dan ia semakin merengek-rengek tidak karuan. Aku terus menyodok vaginanya dengan kuat, Liza pun memaju-mundurkan pantatnya sehingga persetubuhan kami sangat menggairahkan. Aku dan Liza mendesah-desah penuh kenikmatan.
“Ohh.. ahh.. akhh..!” Liza pun makin keras mendesah.
Aku semakin cepat mengeluar-masukkan batang kejantananku.
“Ahh.. aku mau keluarr.. Mas..!” teriaknya karena akan orgasme.
Aku semakin gencar menyodok-nyodok vaginanya sambil terus menarik-narik dan meremas-remas payudaranya.

Sodokan-sodokan pada vaginanya membuat ia menjerit karena merasa tidak tahan lagi.

Tubuhnya lemas sambil memelukku kuat-kuat. Namun aku terus mengeluar-masukkan penisku tanpa memperdulikan vaginanya yang kelihatannya masih ngilu.
“Ohh.. ahh.. aku engga kuatt.. aughh..!”
Teriakkannya malah makin membuatku semakin cepat menghujamkan penisku pada vaginanya.
“Mass.. hampirr.. Sayang.., tahan sebentar.. ohh..!” lenguhku.

Lalu kupeluk ia erat-erat seiring dengan tembakan spermaku, rasanya hangat dan nikmat. Tubuh Liza lunglai dan aku masih mendiamkan penisku berada dalam vaginanya. Kami berpelukan sambil mengatur napas. Setelah agak tenang, aku mencabut penisku. Kemudian kami berciuman dengan mesra, lidah kami saling berpaut diselingi hisapan-hisapanku di lidahnya. Tanganku tentu saja meremas-remas payudaranya.

Semakin lama kami semakin terangsang kembali. Aku memainkan puting payudaranya, kujilat-jilat dengan rakus dan terus kuhisap dengan penuh nafsu. Liza mulai mendesah merasakan vaginanya basah kembali. Aku meneruskan jilatanku ke perutnya, kemudian kusuruh ia mengangkat dan melipat kedua kakinya ke atas hingga berada di antara kepalanya. Dengan posisi ini sudah jelas vaginanya yang basah terbuka lebar di depan mataku. Aku menjilat-jilat vaginanya sambil menusuk-nusukkan lidahnya di antara belahan vaginanya. Mendapat rangsangan seperti itu Liza mendesah tidak terkendali lagi.
“Ohh.. Maass.. enak sekali.. teruss.. ohh.. hisapp teruss..! Hisapp.. Vaginaku .. ohh..!”
Aku semakin cepat menghisap-hisap vaginanya yang banjir oleh cairan kewanitaannya. Liza semakin merenggangkan kedua kakinya lebar-lebar agar aku lebih leluasa melakukan gerakanku.

Jilatan-jilatan di vaginanya yang enak itu membuatnya memohon-mohon.
“Ohh.. Maass.., masukkan..! Liza.. mohon..!” pintanya padaku.
Aku pun menggesek-gesekkan batang kejantananku di vaginanya yang becek. Liza melenguh nikmat, mulutnya mendesis-desis tidak tahan. Aku memasukkan penisku pada lubang vaginanya. Penetrasi itu membuatnya terus merengek nikmat,
“Oh enakk maass.. yeahh.. lebih cepat.. ohh.. enakk sekali.. sodok.. terus.. Vagina Liza Maass..! Akhh.. mmff.. ohh..!”
“Iya Sayangku. Mas.. suka Vagina kamu.. ohh..Lizz..!” jawabku penuh nafsu.
Genjotanku di vaginanya semakin cepat dan liar hingga terasa menyentuh rahimnya.
“Liza.. mau keluar Maass.. ohh..!” teriaknya.
“Maass.. juga Sayang.., ohh..!”
“Akhh..aakhh.. aakhh..!” Kami berdua menjerit, bersamaan itu kurasakan tembakan spermaku yang kuat. Aku mencium bibirnya. Karena kelelahan, kami pun tertidur lelap.

Kejadian itu terus berulang selama 6 bulan dan hubungan kami tumbuh menjadi hubungan yang serius dan semakin hangat. Sampai akhirnya aku lulus kuliah dan diterima bekerja di lain pulau. Liza menangis waktu aku pamit kepadanya, ia bersikukuh ingin ikut denganku, namun karena ia masih kuliah aku pun berkeberatan. Aku berjanji akan membawanya kalau ia sudah lulus.

Sehari sebelum aku berangkat, Liza mengajakku ke rumahnya yang kebetulan sedang kosong untuk mengadakan pesta perpisahan di kamarnya. Setelah makan malam, kami berdua masuk ke kamarnya. Kemudian aku memeluknya dan mencium bibirnya. Saat itu aku merasakan Liza menangis, tapi aku berusaha menenangkannya dan akhirnya Liza pun membalas pelukanku. Aku dapat mencium harum tubuh Liza yang semakin merangsangku. Aku pun dapat merasakan payudara Liza yang kenyal dan hangat menekan dadaku dan benar-benar terasa nikmat. Liza yang sudah terpengaruh nafsu bahkan diam saja ketika tangan kiriku meraba dan meremas pantatnya sementara tangan kananku menurunkan celana panjang yang dipakainya.

Sementara lidahku beraksi di dalam mulutnya. Aku melepaskan ciumanku, dan kemudian membuka bajunya. Seiring dengan itu, kedua payudaranya yang kencang dan memenuhi BH putihnya (bahkan sangat penuh) berguncang. Aku lalu meremas gumpalan daging miliknya yang kiri, yang masih tertutup BH. Selanjutnya aku membaringkannya dan membuka celananya, dan dia memakai celana dalam putih tipis. Dapat kulihat bayangan bulu kemaluannya. Aku sangat bernafsu, maka aku pun melepaskan celana dalamnya. Liza merapatkan kedua kakinya, untuk menutupi lubang rahasianya. Semakin penasaran akan keindahan tubuhnya, aku terakhir kali membuka BH-nya. Kedua daging kembar yang kenyal tersebut seperti melompat ketika BH-nya benar-benar terlepas. Besar dan indah sekali. Akan sangat nikmat bila tanganku meremas, mencengkram dan menggenggam gumpalan daging itu.

Sebelum aku beraksi lebih jauh, Liza memotong,
“Mas juga buka dong,! Masa aku saja nih..”
Aku turuti permintaannya. Dalam sekejap aku pun bertelanjang bulat di hadapannya. Batang penisku sudah menegang keras sejak tadi. Aku tak bertanya lebih lanjut. Langsung saja kuraih Liza dalam pelukanku, dan kuelus sebelah payudaranya dengan tangan kananku. Oh.. Nikmat sekali. Kenyal, padat dan aku bisa merasakan dagingnya yang begitu empuk! Sementara Liza mengeluarkan suara desahan pelan. Aku mengambil posisi duduk, sementara ku pangku Liza berhadapan denganku. Tangan kananku masih mengelus-elus sebelah payudaranya, sementara mulutku meraih puting yang menonjol dari payudara lainnya. Putingnya berwarna merah, sedikit tua. Kusedot dengan sangat kuat sehingga Liza terpekik kecil.
“Uhh.. Mas, kamu nyusunya ganas banget sihh..” komentar Liza sambil meringis.
Di bawah, penisku bersentuhan dengan bibir vaginanya. Hangat dan basah di sana. Aku bisa merasakan pula bulu kemaluannya pada penisku. Sedikit demi sedikit kugerakkan tubuhku agar alat sanggama kami saling bergesek.
“Ah.. enak sekali rasanya..”

Selang kemudian Liza lepas kontrol, sehingga dia berbisik di telingaku,
“Uh.. Mas, jangan dielus saja dong, remes payudaraku..Liza nggak tahan kalo cuma digituin saja!”
“Ah, hisap dulu penisku Liz. Mau kan?”
Liza mengangguk dan kepalanya menunduk di antara selangkanganku. Kemudian tak lama kurasakan hangat, basah dan geli luar biasa pada penisku. Liza telah mengulum penisku. Rasanya luar biasa. Aku hanya bisa memegang rambutnya dan merasakan sejuta nikmat pada penisku. Terkadang Liza menjilat atau menggigit dengan lembut batang penisku sehingga tubuhku bergetar keenakan. Sementara tangannya memijat halus kedua biji penisku. Tak hanya itu, bahkan Liza juga mengulum kedua biji penisku itu. Dia menyedot dan memainkan lidahnya, membuatku seperti terbang.

Akhirnya merasakan penisku berdenyut-denyut aku menghentikan Liza dan membaringkannya. Aku di atas dan dia dibawah. Tanganku memegang tangannya. Kugesek-gesekkan batang penisku dengan bibir vagina dan klirotisnya sehingga Liza mengerang merasakan nikmat. Kedua payudaranya berguncang-guncang pelan seirama dengan gerakanku. Gerakanku semakin cepat, dan kurasakan vagina Liza sangat basah serta mengeluarkan banyak cairan. Liza bahkan menjerit pelan.
“Liz, aku masukin ya?”
Liza diam saja. Maka aku pun siap tancap, aku mengambil posisi kesukaanku. Aku duduk di bawah sementara dia ku pangku, kubuka liang vaginanya dengan kedua jariku, dan kududukkan dia di atasku. Perlahan penisku masuk ke dalam vaginanya. Sebelum selesai, kupaksa dia turun sehingga Liza mengerang. Penisku seluruhnya berada dalam kehangatan genggaman vaginanya. Ohh.. enak luar biasa di dalamnya. Panas, sempit, dan berdenyut!

Liza mulai bergerak naik turun di hadapanku. Akh.. penisku geli luar biasa. Liza pun merintih-rintih sambil bergerak. Kedua tangannya bertopang pada bahuku, sementara kedua payudaranya tepat berada di depan wajahku. Bayangkan, kedua daging kenikmatan tersebut melonjak-lonjak di hadapanku. Aku tidak dapat menahan diri, kemudian tangan kananku meraup miliknya yang kiri, kucubit dan kupuntir puting susunya dengan telunjuk dan jempolku. Sementara lidahku menjilati puting susu dan permukaan payudaranya yang lain. Cairan dari vagina Liza menimbulkan bunyi berkecipak pada persenggamaan kami. Sekali lagi aku mengulum puting susunya dan menyedot sekuat yang kubisa. Kali ini membuat puting susu Liza tertarik kencang karena gerakan Liza yang naik turun sementara aku menarik puting susunya.

Saat itu terlintas di kepalaku untuk melakukan sesuatu yang luar biasa. Aku tiba-tiba saja mengambil kendali persenggamaan tersebut. Kugenggam, kuremas dan kutarik kedua payudara Liza ke arahku sehingga posisiku terlentang dan Liza menindihku! Sekali lagi Liza mengaduh-aduh dengan kekasaranku tadi. Selanjutnya, dengan masih menggunakan kedua payudaranya sebagai peganganku, aku mendorong Liza sehingga dia terlentang dengan keras. Kali ini aku yang menindihnya. Pinggangku kugerakkan naik turun dengan kasar dan keras sehingga seakan-akan penisku berusaha mendobrak jebol vaginanya. Kali ini Liza menjerit cukup keras! Tak sampai disitu, kuraih tubuh Liza dan kupeluk dengan tangan kiriku. Tangan kananku menggenggam dan memeras payudara kirinya dengan kuat, seperti memeras santan. Aku bisa merasakan isi dari payudaranya digenggamanku.

“Adduhh, Mas! kamu bisa hancurin payudaraku.. aduh..aduh.. lepasin dong!”
Aku tidak mempedulikannya. Yang ada dalam pikiranku bahwa kami tidak akan melakukan ini lagi dalam waktu dekat, sebab besok pagi aku sudah harus berangkat. Bahkan aku menggigit bagian bawah payudaranya yang sebelah lagi. Aku berusaha menggigit setiap inci dari payudara tersebut. Tangan kananku pun semakin buas. Bukan hanya memeras, tapi juga menarik dan seakan berusaha mencabut daging kenyal tersebut dari tubuh Liza. Aku semakin kasar sehingga Liza menjerit-jerit, dan akhirnya pingsan. Hanya beberapa saat setelah Liza pingsan, penisku berdenyut-denyut dan memuntahkan cairan nikmat ke dalam rahim Liza. Aku terkulai lemas dan menindih tubuh Liza yang telah pingsan. Pinggangku terasa amat pegal dan selangkanganku sedikit ngilu. Tapi aku merasa puas karena tanganku terasa enak. Tanganku telah beroperasi sebebasnya dan sepuasnya pada payudara Liza. Penisku masih berada di dalam rahimnya, terasa panas.

Kemudian kucabut penisku dan aku memakai bajuku. Kutinggalkan Liza yang pingsan dalam keadaan telanjang bulat. Sebelum pergi, aku menyentil puting susunya. Besok pagi aku akan berangkat ke lain pulau. Hanya saja aku akan terus mengingat kenikmatan yang kuperoleh saat itu.

Lama aku tidak bertemu dengan Liza, karena perusahaan tidak membolehkanku pulang selama masa training itu. Setahun kemudian aku pulang, tapi sengaja aku tidak memberitahunya supaya ada kejutan. Sampai di pelabuhan aku lalu melanjutkan perjalanan dengan kereta api, lalu aku masuk ke dalam kereta eksekutif jurusan kota kelahiranku lalu duduk di kursi yang berada dibelakang, aku melamunkan Liza sambil melihat keluar dari jendela kereta sehingga tanpa terasa ada seorang penumpang bertanya:
“Maaf Mas apa kursi ini kosong?” tanya suara itu.
Aku terkejut. Oh Tuhan rupanya aku melamun cukup lama tadi itu, gumamku dalam hati. Belum habis rasa terkejutku aku tersentak ketika aku memalingkan kepada seraut wajah itu.
“Ka.. kaa.. mu.. Liz!” teriakku demikian pula gadis itu.
“Maas..” sahut gadis itu yang ternyata adalah Liza dan ia tidak dapat membendung air matanya dan jatuhlah ia dalam pelukku.
“Aku kangen padamu Liz!” aku membuka perbincangan kami berdua.
“Aku juga kangen Mas!” bisiknya sambil merebahkan pundaknya di bahuku.

Rupanya Liza baru saja akan pulang dari tempat saudaranya yang sedang sakit di kota itu. Aku yang sudah terangsang sekali karena setahun tidak ketemu dia. Kulumat bibirnya yang paling kusukai itu dan desahannya semakin menjadi saat ujung lidahku memainkan belakang kupingnya. Aku mengambil kedua pahanya dan aku tumpukan pada pahaku sementara kepalanya bersandar pada bantal. Tepat disela-sela pantatnya batang kemaluanku yang sedari tadi bangkit dan menyembul mendorong celana jeans-ku.

Takut dengan penumpang lain, aku buru-buru menyumpali bibirnya dengan bibirku. Tanganku dibimbingnya menuju busungan dadanya. Tanpa diperintah aku menelusupkan tanganku ke kedua bukitnya yang kenyal itu.
“Mass! aku kangeen banget sama mas,” bisiknya saat aku mulai mengecup mesra putingnya.
Sementara aku mangambil bantal satu lagi dan kusandarkan di “legrest” dekat jendela. Dia menjambak rambutku amat kuat saat putingnya kugigit-gigit. Sementara puting satunya kupilin dengan telunjuk dan jempolku. Badanku mulai hangat, demikian pula tubuh Liza semakin menggelinjang tak karuan. Aku masih saja memberikan sensasi kenikmatan pada kedua putingnya yang masih kenyal dan ternyata itu merupakan titik didihnya.

Desahnya saat aku menyedot kencang payudaranya hingga tenggelam setengahnya di mulutku. Ia menggelinjang pelan dan ia menggosok-gosok kedua pahanya dan celana panjangnya mulai lembab oleh cairan vaginaya. Sesaat kemudian kupelorotkan celana panjangnya serta CD-nya dan Liza makin menggelepar hebat dan secepat kilat aku mencium rambut-rambut di bawah pusarnya, hhmm.. harum sekali. Tiba-tiba kepalaku ditekannya menuju lubang kewanitaannya dan aku bagai kerbau di congok menuruti saja apa yang ia inginkan. Sementara jari tengahku memainkan liang kemaluannya. Kutusuk pelan-pelan dan kukeluar-masukkan dengan lembut.

Liza semakin tak menguasai dirinya dan mengambil bantal untuk menutup mulutnya dan aku hanya mendengar suara desahan yang tak begitu jelas. Akan tetapi Liza bereaksi hebat dan tak lagi menguasai posisinya di pangkuanku. Batang kemaluanku yang sedari tadi tegang rasanya sia-sia kalau tidak aku sarangkan di lubang kemaluan wanita yang kukangeni itu. Aku mengangkat sedikit pinggulnya dan lalu kukeluarkan batang kemaluanku, sementara aku mulai mengatur posisi Liza untuk kumasuki.

“Slepph!” dengan mudah kepala batang kemaluanku masuk karena lubang kemaluannya sudah lembab dari tadi. Bersamaan itu Liza mengernyitkan dahinya dan mendesah. Liza menjerit lirih saat semua batang kemaluanku menjejali rongga rahimnya. Rasanya begitu hangat dan sensasional dan aku membisikkan padanya agar jangan menggoyangkan pantatnya. Kami rindu dan ingin berlama-lama menikmati moment kami kedua yang amat indah, syahdu dan nikmat ini. Aku melipat pahaku dan aku menyelusupkan dibalik punggungnya agar dia merasa nyaman dan memaksimalkan seluruh batang kemaluanku di rahimnya. Kurengkuh tengkuknya dan kulumat bibirnya dengan lembut bergantian ke belakang telinga dan lehernya yang jenjang. Tangan kiriku memberikan sentuhan di klitorisnya, kutekan dan kugoyang ujung jariku disana.

“Oookkh.. Mass .. aaku.. kaan.. ngen.. ”
katanya terbata saat aku menciumi belakang lehernya. Tubuhnya mulai menggigil dan Liza diam sesaat merasakan pejalnya batang kemaluanku mengisi rahimnya, wajahnya menahan sesuatu untuk diekspresikan. Aku merasakan bahwa ia sebentar lagi mendapatkan orgasmenya, lantas buru-buru kubisikkan ditelinganya.
“Tumpahkan semua rindumu Sayang.. aku akan menyambutmu..” bisikku mesra.
Aku membantunya mempercepat tempo permainan ujung jariku di klitorisnya, sementara itu ujung lidahku juga tidak ketinggalan memutar-mutar putingnya dan sesekali menyedotnya lembut.

“Aakhh.. aakkhh.. Mass..sshh..” hanya itu yang ia ucapkan.
Desahan-desahannya membuatku semakin bernafsu menjelajahi seluruh tubuhnya dengan ujung lidahku dan buru-buru Liza menarik kepalaku. Ia lantas melumat bibirku kesetanan bagai tiada hari esok dan lantas aku melumat bibirnya dan kulepas permainanku diklitorisnya. Tangan kiriku kutarik ke atas untuk menstimulasi puting kirinya dan ternyata usahaku tidak sia sia.
“Oookhh.. nikk.. matt..Saayy.. yang..” desah Liza dalam erat dekapanku.
Desahannya mengakhiri orgasmenya menandakan kepuasan dari cinta kami berdua. Aku mengambil jaketku dan menutupi bagian pribadi kami yang sempat morat-marit. Meskipun batang kemaluanku masih tertancap dalam-dalam! Akan tetapi aku tidak ingin mengakhirinya dengan ejakulasiku karena situasi saja yang tidak memungkinkan.
“Aaawww.. geli Mass..” desah Liza geli oleh denyutan batang kemaluanku.
“Baik Liza sayang.. aku akan mencabutnya..”
“Aaahh,” Liza menjerit lirih kegelian.
Kami pun tertidur bersama hingga sampailah kami di kota kami yang penuh kenangan bagi kami berdua.
“Eh Mas mau kemana sekarang?” selidik Liza.
“Mau pulang ikut yuk,” jawabku enteng.
Aku lantas merangkul dia ke dalam pelukanku. Angan laki-lakiku pun mulai berimprovisasi dan aku telah menemukan retorika tepat untuk dia.

“Liz aku khan belum puas melepas rindu sama kamu, kita lanjutin di rumahku yukk!” ajakku.
Singkatnya kami segera menuju rumahku. Kebetulan rumahku sedang sepi. Setelah mandi dan makan malam kami terlibat obrolan agak lama tentang kenangan kami. Lalu aku pangku Liza. Dalam keadaan berdekatan kayak gini, aku punya inisiatif untuk memeluk dan menciumnya. Dan Liza sudah berada dalam pelukanku, dan bibirnya sudah dalam lumatan bibirku. Dia diam saja dan mulai memejamkan matanya menikmati percumbuan ini. Tangannya perlahan berganti posisi menjadi memeluk leherku. Tanganku yang tadinya memegang pinggulnya, turun perlahan ke pangkal pahanya dan akhirnya..

Aku berhasil meraba merasakan betapa mulus dan lembutnya paha Liza. Kuraba naik turun sambil sedikit meremasnya. Sedang bibir kami masih saling berpagutan mesra dalam keadaan mata masih terpejam. Tanganku mulai naik lagi. Sekarang aku mengangkat bajunya, dan kelihatanlah buah dadanya yang masih terbungkus rapi oleh BHnya. Aku lumat lagi bibirnya sebentar sambil tanganku ke belakang tubuhnya. Memeluk,. dan akhirnya aku mencari kancing pengait BHnya untuk kulepas. Tidak lama terlepaslah BH pembungkus buah dadanya. Dan mulailah tersembul keindahan buah dadanya yang putih dengan puting kecoklatan diatasnya.

Benar-benar pemandangan yang menakjubkan buah dada Liza yang terawat rapi selama setahun ini belum pernah kulihat lagi. Akhirnya aku mulai meraba dan meremas-remas salah satu buah dadanya dan kembali kulumat bibir mungilnya. Terdengar nafas Liza mulai tidak teratur. Kadang Liza menghembuskan nafas dari hidungnya cepat hingga terdengar seperti orang sedang mendesah. Liza makin membiarkan aku menikmati tubuhnya. Birahinya sudah hampir tidak tertahankan. Saat kurebahkan tubuhnya di sofa dan mulutku siap melumat puting susunya, Liza menolak sambil mengatakan,
“Mas, jangan disini,.dikamar Mas aja!” ajaknya dan segera aku bopong tubuhnya menuju ke kamarku.
Begitu pintu ditutup dan dikunci, langsung kupeluk Liza yang sudah telanjang itu dan kembali melumat bibir mungilnya dan melanjutkan meraba-raba tubuhnya sambil bersandar di tembok kamarnya. Lama-lama cumbuanku mulai beralih ke lehernya yang jenjang dan menggelitik belakang telinganya. Liza mulai mendesah pertanda birahinya semakin menjadi-jadi. Saking gemesnya sama tubuh Liza, nggak lama tanganku turun dan mulai meraba dan meremas bongkahan pantatnya yang begitu montoknya.

Liza mulai mengerang geli, terlebih ketika aku lebih menurunkan cumbuan gue ke daerah dadanya, dan menuju puncak bukit kembar yang menggelantung di dada Liza. Dalam posisi agak jongkok dan tanganku memegang pinggulnya, aku mulai menggerogoti puting susu Liza satu persatu yang membuat Liza kadang menggelinjang geli, dan sesekali melenguh geli. Kujilati, kugigiti, kuemut dan kuhisap puting susu Liza, hingga Liza mulai lemas. Tangannya yang bertumpu pada dinding kamar mulai mengendor.

Perlahan tanganku meraba kedua pahanya lagi dan rabaan mulai naik menuju pangkal pahanya.. Dan aku mengaitkan beberapa jari di celana dalamnya dan “srreet!!” Lepas sudah celana dalam Liza. Kuraba pantatnya, begitu mulus dan kenyal, sekenyal buah dadanya. Dan saat rabaanku yang berikutnya hampir mencapai daerah selangkangannya..tiba-tiba,
“Mas, di tempat tidur aja yuk..! Liza capek berdiri nih.”
Sebelum membalikkan badannya, Liza memelorotkan celana panjangnya di hadapanku dan tersenyum manis memandang ke arahku. Ala mak, senyum manisnya itu..Bikin aku kepingin cepat-cepat menggumulinya. Apalagi Liza tersenyum dalam keadaan bugil alias tanpa busana. Liza mendekati aku dan tangannya dengan lincah melepas celana panjang dan celana dalamku hingga kini bukan hanya dia saja yang bugil di kamarnya. Batang kemaluanku yang tegang mengeras menandakan bahwa aku sudah siap tempur kapan saja.

Lalu Liza mengambil tanganku, menggandeng dan menarikku ke ranjang. Sesampainya di pinggir ranjang, Liza berbalik dan mengisyaratkan agar aku tetap berdiri dan kemudian Liza duduk di sisi ranjangnya. Liza mengulum batang kemaluanku dengan rakusnya. Lalu dia dengan ganasnya pula menggigit halus, menjilat dan mengisap batang kemaluanku tanpa ada jeda sedikitpun. Kepalanya maju mundur mengisapi kemaluanku hingga terlihat jelas betapa kempot pipinya. Aku berusaha mati-matian menahan ejakulasi agar aku bisa mengimbangi permainannya. Ada mungkin 15 menit Liza mengisapi batang kemaluanku, lalu dia melepas mulutnya dari batang kemaluanku dan merebahkan tubuhnya telentang diatas ranjang.

Aku mengerti sekali maksud gadisku ini. Dia minta gantian aku yang aktif. Segera kutindih tubuhnya dan mulai berciuman lagi untuk beberapa lamanya, dan aku mulai mengalihkan cumbuan ke buah dadanya lagi, kemudian turun lagi mencari sesuatu yang baru di daerah selangkangannya. Liza mengerti maksudku. Dia segera membuka, mengangkangkan kedua pahanya lebar-lebar membiarkanku membenamkan muka di sekitar bibir vaginanya. Kedua tangan aku lingkarkan di kedua pahanya dan membuka bibir vaginanya yang sudah memerah dan basah itu. Aku julurkan untuk menjilati bibir vaginanya dan buah kelentit yang tegang menonjol.

Liza menggelinjang hebat. Tubuhnya bergetar hebat. Desahannya mulai seru. Matanya terpejam merasakan geli dan nikmatnya tarian lidahku di liang sanggamanya. Kadang pula Liza melenguh, merintih, bahkan berteriak kecil menikmati gelitik lidahku. Terlebih ketika kujulurkan lidahku lebih dalam masuk ke liang vaginanya sambil menggeser-geser klitorisnya. Dan bibirku melumat bibir vaginanya seperti orang sedang berciuman. Vaginanya mulai berdenyut hebat, hidungnya mulai kembang kempis, dan akhirnya..
“Mas.ohh..mas.udahh..cepetan masukin punya masshh.. oh..!!”
Liza memohon kepadaku untuk segera menyetubuhinya. Aku bangun dari daerah selangkangannya dan mulai mengatur posisi diatas tubuhnya dan menindihnya sambil memasukkan batang kemaluanku ke dalam lorong vaginanya perlahan. Dan akhirnya aku genjot vagina Liza secara perlahan dan jantan. Masih terasa sempit karena sudah setahun tidak dipakai, dan remasan liangnya membuatku tambah penasaran dan ketagihan. Akhirnya aku sampai pada posisi paling dalam, lalu perlahan kutarik lagi. Pelan, dan lama kelamaan aku percepat gerakan tersebut. Kemudian posisi demi posisi kucoba dengan Liza.

Aku sudah nggak sadar berada dimana. Yang aku tahu semuanya sangat indah. Rasanya aku seperti melayang terbang tinggi bersama Liza. Yang kutahu, terakhir kali tubuhku dan tubuh Liza mengejang hebat. Keringat membasahi tubuhku dan tubuhnya. Nafas kami sudah saling memburu. Aku merasa ada sesuatu yang memuncrat banyak banget dari batang kemaluanku sewaktu barangku masih di dalam kehangatan liang sanggama Liza. Habis itu aku nggak tahu apa lagi. Sebelum tertidur aku sempat melihat jam. Alamak..! dua setengah jam.

Waktu aku sadar besoknya, Liza masih tertidur pulas disampingku, masih tanpa busana dengan tubuh masih seindah dulu. Sambil memandanginya, dalam hati aku berkata,
“Akhirnya aku bisa ngelampiasin nafsu yang aku pendam selama setahun ini”.

Setahun kemudian Liza lulus kuliah dan aku segera melamarnya. Dan jadilah Liza istriku yang sangat kusayangi hingga saat ini.,

Related posts