Cerita Sex Tetanggaku Yang Terkapar Di Rumah
Cerita Sex Tetanggaku Yang Terkapar Di Rumah – Aku memiliki suami yang bernama Prasojo, usia 44 tahun, seorang pegawai di pemerintahan di Bantul. Aku bahagia dengan suami dan kedua anakku. Suamiku seorang laki-laki yang gagah dan bertubuh besar, biasalah dulu dia seorang tentara. Penampilanku walaupun telah terbilang berumur tapi paling terawat, sebab aku rajin ke salon dan fitnes dan yoga. Kata orang, aku serupa seperti Sandy Harun.
Tubuhku masih dapat dikatakan langsing, walaupun payudaraku tergolong besar, sebab sudah punya anak dua. Anakku yang kesatu mempunyai nama Rika, seorang gadis remaja yang beranjak dewasa. Dia telah mau lulus SMA, yang kedua Sangga,masih sekolah SMA ruang belajar 1. Rika walaupun bermukim serumah dengan kami pun lebih sering menguras waktunya di lokasi kosnya di area Gejayan.
Kalau si Sangga, sebab cowok remaja, lebih tidak jarang berkumpul dengan teman-temannya ataupun sibuk berkegiatan di sekolahnya. Semenjak bukan lagi sibuk mengurusi anak-anak, kehidupan seksku semakin tua malah semakin menjadi-jadi. Apalagi suamiku di samping bertubuh kekar, pun orang yang paling terbuka soal hal seks. Akhir-akhir ini, sesudah anak-anak besar, kami berlangganan internet.
Aku dan suamiku tidak jarang browsing masalah-masalah seks, baik video, cerita, ataupun foto-foto. Segala macam gaya bersangkutan badan kami lakukan. Kami bercinta paling sering, paling tidak seminggu tiga kali. Entah mengapa, sejak kami tidak jarang berseluncur di internet, gairah seksku semakin menggebu. Sebagai tentara, suami tidak jarang tidak terdapat di rumah, tapi bila pas di rumah, kami langsung main kuda-kudaan, hehehe. Sudah lama kami menyimpulkan untuk tidak punya anak lagi. Tapi aku paling takut guna pasang spiral. Dulu aku pernah mengupayakan suntik dan pil KB.
Tapi kini kami lebih tidak jarang pakai kondom, atau lebih seringnya suamiku ‘keluar’ di luar. Biasanya di mukaku, di payudara, atau bahkan di dalam mulutku. Pokoknya kami paling hati-hati supaya Sangga tidak punya adik lagi. Dan tenang saja, suamiku paling jago mengendalikan muncratannya, jadi aku tidak cemas muncrat di dalam rahimku.
Walaupun telah dua kali mencetuskan tubuhku tergolong sintal dan seksi. Payudaraku masih lumayan kencang sebab terawat. Tapi yang jelas, bodiku masih semlohai, sebab aku masih punya pinggang. Aku sadar, bila tubuhku masih tetap menciptakan para lelaki menelan air liurnya. Apalagi aku tergolong ibu-ibu yang suka gunakan baju yang agak ketat. Sudah kelaziman sih dari remaja.
Suamiku tergolong seorang pejabat yang baik. Dia ramah pada masing-masing orang. Di dusun dia tergolong aparat yang digemari oleh semua tetangga. Apalagi suamiku juga tidak sedikit bergaul dengan anak-anak muda kampung. Kalau pas di rumah, suamiku sering menyuruh anak-anak muda guna bermain dan berdialog di teras rumah. Semenjak satu tahun yang lalu, di halaman depan lokasi tinggal kami di bangun semacam gazebo guna nongkrong semua tetangga.
Setelah melakukan pembelian televisi baru, televisi lama kami, diletakkan di gazebo itu, sehingga semua tetangga kerasan nongkrong di situ. Yang jelas, tidak sedikit bapak-bapak yang curi-curi pandang ke tubuhku bila pas aku bersih-bersih halaman atau ikutan nimbrung sebentar di lokasi itu. Maklumlah, bila istilah kerennya, aku ini tergolong MILF, hehehe. Di samping bapak-bapak, ada pun pemuda dan remaja yang tidak jarang bermain di rumah. Salah satunya sebab gazebo tersebut juga dipergunakan sebagai perpustakaan guna warga.
Salah satu anak dusun yang sangat sering main ke rumah ialah Indun, yang masih SMP ruang belajar 2. Dia anak tetangga kami yang berjarak 3 lokasi tinggal dari lokasi kami. Anaknya baik dan enteng tangan. Sama suamiku dia paling akrab, bahkan sering menolong suamiku bila lagi bersih-bersih rumah, atau membelikan kami sesuatu di warung. Sejak masih anak-anak, Indun dekat dengan anak-anak kami, mereka tidak jarang main karambol bersama di gazebo kami.
Bahkan kadang-kadang Indun menginap di situ, karena bila malam, gazebo tersebut diberi penutup oleh suamiku, sampai-sampai tidak terasa dingin. Pada sebuah malam, aku dan suamiku sedang bermesraan di kamar kami. Semenjak sering menyaksikan adegan blow job di internet, aku jadi kejangkitan mengulum penis suamiku. Apalagi penis suamiku ialah penis yang sangat gagah sejagat bagiku. Tidak kalah dengan penis-penis yang biasa kulihat di BF.
Padahal dulu masa-masa masih pengantin muda aku selalu menampik kalau disuruh blowjob. Entah mengapa sekarang di umur yang telah pertengahan kepala tiga ini aku malah tergila-gila mengulum batang suamiku. Bahkan aku dapat orgasme melulu dengan mengulum batang besar itu. Tiap nonton film blue juga mulutku serasa gatal. Kalau pas tidak terdapat suamiku, aku selalu membawa pisang bila nonton film-film gituan.
Biasalah, seraya nonton, sambil santap pisang, hehehe. Malam tersebut pun aku dengan rakus menjilati penis suamiku. Untuk mas Prasojo, mulutku ialah vagina keduanya. Dengan berseloroh, dia pernah bilang bila sebenarnya dia sama saja telah poligami, sebab dia punya dua lubang yang sama-sama hotnya guna dimasuki. Ucapan tersebut ada benarnya, sebab mulutku sudah nyaris menyerupai vagina, baik dalam mengulum maupun dalam menyedot.
Karena kami menghindari kehamilan, bahkan mayoritas sperma suamiku masuk ke dalam mulutku. Malam tersebut kami lupa bila Indun istirahat di gazebo kami. Seperti biasa, aku teriak-teriak pada masa-masa penis suamiku mengaduk-aduk vaginaku. Suamiku paling kuat. Malam tersebut aku telah berkali-kali orgasme, sedangkan suamiku masih segar bugar dan menggenjotku terus menerus.
Tiba-tiba kami tersentak, saat kami mendengar suara berisik di jendela. Segera suami menarik keluar batangnya dan membuka jendela. Di luar nampak Indun dengan wajah kaget dan gemetaran ketahuan mengintip kami. Suamiku nampak marah dan melongokkan badannya terbit jendela. Indun yang kaget dan ketakutan meloncat ke belakang. Saking kagetnya, kakinya terantuk got kecil di teras rumah. Indun terjerembab dan terjungkal ke belakang. Suamiku tak jadi marah, namun dia kesal juga.
“Walah, Ndun! Kamu tersebut ngapain?” bentaknya.
Indun ketakutan separuh mati. Dia sangat memuliakan kami. Suamiku yang awalnya kesal juga tak jadi memarahinya. Indun gelagepan. Wajahnya meringis menyangga sakit, kelihatannya pantatnya terantuk sesuatu di halaman. Aku tadinya pun sangat malu diintip anak ingusan itu. Tapi aku pun menyayangi Indun, bahkan laksana anakku sendiri. Aku pun sadar, sebetulnya kami yang salah sebab bercinta dengan suara segaduh itu. Aku segera meraih dasterku dan ikut mendekat Indun.
“Aduh, mas. Kasian dia, gak usah dimarahin. Kamu sakit Ndun?” Aku mendekati Indun dan memegang tangannya.
Wajah Indun paling memelas, antara takut, sakit, dan malu.
“Sudah gak papa. Kamu sakit, Ndun?” tanyaku. “Sini coba anda berdiri, dapat gak?”
Karena gemeteran, Indun gagal mengupayakan berdiri, dia justeru terjerembab lagi. Secara reflek, aku memegang punggungnya, sampai-sampai kami berdua menjadi berpelukan. Dadaku menyentuh lengannya, pasti saja dia dapat menikmati lembutnya gundukan besar dadaku, sebab aku melulu memakai daster tipis yang sambungan, sedangkan di dalamnya aku tidak menggunakan apa-apa.
“Aduh sorri, Ndun” pekikku.
Tiba-tiba suamiku tertawa. Agak kesal aku melirik suamiku, mengapa dia menertawai kami.
“Aduh Mas ini. Ada anak jatuh kok justeru ketawa”
“Hahaha.. lihat itu, Dik. Si Indun ternyata udah gede, hahaha…” kata suamiku seraya menunjuk selangkangan Indun. Weitss… ternyata barangkali tadi Indun mengintip kami seraya mengocok, sebab di atas celananya yang agak melorot, batang kecilnya mencuat ke atas. Penis kecil tersebut terlihat paling tegang dan berwarna kemerahan. Malu pun aku menyaksikan adegan itu, lagipula si Indun. Dia tambah gelagepan.
“Hussh Mas. Kasihan dia, udah malu tuh”, kataku yang malah menambah malu si Indun.
“Kamu suka yang lihat barusan, Ndun? Wah, hayooo… anda nafsu ya lihat istriku?” goda suamiku.
Suamiku justeru ketawa-ketawa seraya berdiri di belakangku. Tentu saja wajah Indun tambah memerah, walaupun tetap saja penis kecilnya tegak berdiri. Kesal pun aku sama suamiku. Udah gak menolonng justeru mentertawakan anak ingusan itu.
“Huh, Mas mbok tidak boleh godain dia, mbok tolongin nih, angkat dia”
“Lha dia khan telah berdiri, ya tho Ndun? Wakakak” kata suamiku.
Aku sungguh tidak tega lihat muka anak itu. Merah padam sebab malu. Aku kemudian berdiri mengangkang di depan anak itu, dan memegang dua tangannya guna menariknya berdiri. Berat pun badannya. Kutarik kuat-kuat, kesudahannya dia terangkat. Tapi baru separuh jalan, mungkin sebab dia masih gemetar dan aku pun kurang kuat, tiba-tiba malah aku yang jatuh menimpanya. Ohhh… aku berjuang untuk menyangga badanku supaya tidak menindih anak itu, namun tanganku justeru menekan dada Indun dan membuatnya jatuh terlentang sekali lagi. Bahkan kali ini, aku ikut jatuh terduduk di pangkuannya. Dan…. ohhhh. Sleppp…. terasa sesuatu menggesek bibir vaginaku.
“Waa…!” aku tersentak dan sesaat bingung apa yang terjadi, begitu pun dengan Indun, wajahnya nampak paling ketakutan. “Aduuuhhh!” teriakku. Sementara suamiku malah tertawa menyaksikan kami jatuh lagi. Tiba-tiba aku sadar benda apa yang bergesekan dengan vaginaku, penis kecil si Indun! Penis tersebut menggesek distrik sensitifku disamping sebab vaginaku masih basah oleh persetubuhanku dengan suamiku, pun karena aku tidak mengenakan apa-apa di balik daster pendekku.
“Ohhhhh…. apa yang terjadi?” Pikirku.
Mungkin pun karena penis Indun yang masih imut dan lobang vaginaku yang biasa digagahi penis besar suami, jadinya sangat gampang diselipin batang kecil itu.
“Ohhh.. Masss???” desisku pada suamiku. Kali ini suamiku berhenti tertawa dan agak kaget.
“Napa, say?” tanyanya heran.
Kami bertiga sama-sama kaget, suamiku nampaknya pun menyadari apa yang terjadi. Dia mendekati kami, dan menyaksikan bahwa kelamin kami saling bersentuhan. photomemek.com Beberapa ketika kami bertiga terdiam bingung dengan apa yang terjadi. Aku menikmati penis Indun berdenyut-denyut. Lobangku pun segera meresponnya, menilik rasa tanggung sesudah persetubuhanku dengan suamiku yang tertunda. Aku mengupayakan bangkit, namun entah kenapa, kakiku jadi gemetar dan pulang selangkanganku mengurangi tubuh si Indun. Tentu saja penisnya melesak ke lobangku. Ohhh… aku menikmati sensasi yang biasa kutemui kala sedang bersetubuh.
“Ohhh…” desisku. Indun terpekik tertahan. Wajahnya memerah. Tapi aku menikmati pantatnya sedikit ditingkatkan merespon selangkanganku. Slepppp… pulang penis tersebut menusuk dalam lobangku.
Yang mencengangkan suamiku diam saja, entah sebab dia kaget atau apa. Hanya aku lihat wajahnya ikut memerah dan tidak banyak membuka mulutnya, barangkali bingung pun untuk bereaksi dengan situasi mengherankan ini.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,