Dendam Pegawai Senior Chapter 2 End
Dendam Pegawai Senior Chapter 2 End
Sudah sebulan lebih ini Eva tunduk kepada Pak Reman. Setiap dikantor memang mereka terlihat wajar-wajar saja, Eva atasan dan Pak Reman bawahan, tapi jika sudah diluar kantor sudah beda lagi ceritanya. Eva sudah memeriksakan dirinya dan dia positif hamil. Beruntung seminggu setelah diperkosa Pak Reman suaminya datang dan dia berhasil mengajak suaminya bercinta tanpa menggunakan KB seperti biasanya.
Wahyu senang sekali mendengar kabar kalau Eva hamil, begitu juga keluarga mereka. Tapi mereka benar-benar tak tahu siapa yang sebenarnya menghamili Eva. Pak Reman juga sudah diberitahu oleh Eva, tapi reaksinya biasa-biasa saja, bahkan bukan menyesal, malah terlihat senang karena berhasil menghamili wanita muda atasannya itu. Shintapun sama saja, dia juga positif hamil. Dia sempat bingung karena suaminya belum datang juga waktu Shinta tahu kalau dia hamil, tapi akhirnya 2 minggu setelah diperkosa itu suaminya datang juga. Sama seperti Eva, dia berhasil mengajak suaminya bercinta tanpa menggunakan pil KB.
Kini kedua wanita yang tinggal serumah itu keduanya hamil oleh lelaki yang bukan suami mereka, tapi hanya mereka saja yang tahu. Mereka tak bisa membayangkan apa kata orang jika tahu mereka tidak hamil oleh suami mereka sendiri, terlebih dengan keseharian mereka yang selalu santun dan berpakaian tertutup, membuat siapa saja segan.
Semenjak berhasil memperkosa dan menjadikan Eva budak seksnya, Pak Reman memang banyak sekali mengajari Eva tentang berbagai variasi bercinta. Diapun semakin pandai mengoral penis Pak Reman, padahal sebelumnya belum pernah sama sekali dia melakukan itu. Kadang kalau pulang kantorpun Pak Reman menyempatkan minta jatah kepada Eva, entah itu cuma sekedar blowjob ataupun quickie. Sesekali saja Pak Reman datang ke rumah Eva tapi untuk menemui dan minta jatah kepada Shinta.
Tapi kini Pak Reman sudah punya target mangsa baru, yang tak lain adalah teman Eva dan Shinta. dia sempat ikut mereka berdua datang ke pernikahan wanita itu dan sempat berkenalan disana. Wanita itu bernama Rafika Anggraeni, atau lebih akrab dipanggil Fika, seorang PNS di kota ini. Suaminya ternyata adalah anak dari seorang pejabat pemda kota ini, sehingga banyak sekali tamu yang datang pada waktu pernikahan mereka.
Fika adalah teman Eva dan Shinta saat kuliah, karena itulah banyak dari tamu itu yang seumuran mereka. Mata Pak Reman jelalatan melihat begitu banyak perempuan muda yang cantik. photomemek.com Tapi tetap target utamanya saat ini adalah Fika. Pak Reman sudah banyak bertanya kepada Shinta dan Eva tentang Fika. Bahkan seminggu ini dia sampai ijin tidak masuk kerja untuk mengikuti Fika yang baru saja pulang dari bulan madunya.
Selain itu Pak Reman juga mencari tahu tentang suami Fika yang bekerja di sebuah perusahaan kontraktor. Kebetulan sekali dia memiliki kenalan di perusahaan itu, dan setelah mencari info dia tahu kalau suami Fika akan pergi keluar pulau selama 2 minggu karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan disana, tapi waktunya saja yang belum tahu. Pak Remanpun mulai menyusun rencana untuk bisa menikmati tubuh Fika.
Selama menunggu suami Fika pergi itu Pak Reman mulai mendekati Fika. Suatu hari setelah pulang kerja, Pak Reman sengaja melewati daerah rumah Fika. Dia sengaja menunggu sampai suami Fika pulang, dan setelah melihat mobilnya Pak Remanpun mendekat kearah rumah Fika. Pada saat itulah dia berpura-pura terjatuh. Melihat seseorang yang yang terjatuh membuat suami Fika menghentikan mobilnya, lalu mendekat untuk melihat kondisi orang itu.
“Pak, bapak nggak papa?”
“Aduuh, nggak mas nggak papa”
“Wah kok bisa jatuh gini pak?”
“Iya salah saya mas, tadinya mau bales sms malah jatuh gini” jawab Pak Reman sambil menunjuk HPnya yang terjatuh tak jauh dari situ.
“Eh, mas ini, mas Agung kan?” tanya Pak Reman.
“Iya pak, kok bapak tahu?”
“Saya Reman mas, kemarin dateng ke nikahannya mas Agung”
“Ooh iya saya ingat, saudaranya Eva kan kalo nggak salah?”
“Iya mas, hehe”
Waktu datang ke pernikahan Fika dan Agung memang Pak Reman mengaku sebagai saudara Eva yang diminta menemani datang ke acara itu karena suami Eva yang sedang ada di luar kota.
“Yaudah pak ke rumah saya dulu aja, itu lukanya diobatin dulu”
“Aduh nggak usah mas, malah ngerepotin saya nanti”
“Halah nggak papa pak, rumah saya didepan itu lho, deket”
“Hmm, terus motor saya gimana mas?”
“Udah gampang nanti biar saya ambil”
Akhirnya Pak Remanpun menyetujui ajakan Agung, karena memang dia sudah merencanakan semua itu. Agung memapah Pak Reman ke dalam mobilnya, lalu membawa menuju rumahnya. Rumah ini lumayan besar dan hanya dihuni oleh 3 orang saja yaitu Agung, Fika dan pembantu mereka. Sesampainya dirumah Agung langsung membantu Pak Reman turun dan membawanya ke ruang tamu. Mendengar suaminya pulang Fikapun segera menemuinya.
“Eh mas, lho ini siapa? Kok jalannya gitu?” tanya Fika.
“Ini Pak Reman dek, saudaranya Eva teman kamu itu, yang kemarin datang ke nikahan kita. Tadi Pak Reman jatuh di depan situ” jawab Agung.
“Sore mbak Fika” sapa Pak Reman.
“Sore pak. Sebentar kalo gitu saya ambilkan obat dulu”
Fika langsung masuk ke dalam mengambil kotak obatnya. Untung dia tadi belum sempat membuka jilbabnya karena ternyata suaminya datang dengan orang lain. Selama ini didepan orang yang bukan muhrimnya Fika selalu memakai pakaian tertutup, termasuk jilbab yang menutupi kepala hingga ke dadanya. Tak lama kemudian Fika kembali keruang tamu.
“Mas ini obatnya” kata Fika.
“Coba minta obat urut aja dek, kayaknya tangan Pak Reman kesleo ini” jawab Agung.
“Ini mas” Fika menyerahkan obat urut kepada suaminya.
“Maaf ya pak, saya urut dulu”
“Iya mas silahkan. Aduuh duh duh” Pak Reman berteriak kesakitan, tapi sebenarnya hanya pura-pura saja.
“Eh maaf pak”
“Nggak papa mas, kebetulan kena yang sakit”
Agung terus mengurut tangan Pak Reman sementara Fika kebelakang untuk membuatkan minuman hangat untuk Pak Reman. Merekapun kemudian ngobrol di ruang tamu itu, menanyakan tujuan Pak Reman.
“Emangnya tujuan bapak kemana?” tanya Agung.
“Saya sebenernya mau kerumah temen saya mas” jawab Pak Reman.
“Oh temennya ada yang didaerah sini?” tanya Agung.
“Iya mas, namanya Satrio” jawab Pak Reman.
“Loh, bapak temennya Pak Satrio?” tanya Agung terkejut.
“Loh, mas Agung kenal?”
“Lha itu temen kantor saya pak”
“Oalah ternyata dunia ini sempit ya, haha”
“Iya pak, haha. Oh iya, kunci motor bapak mana? Biar saya ambil dulu”
“Ini mas kuncinya” Pak Reman menyerahkan kunci motornya kepada Agung.
“Dek, aku keluar dulu bentar ya ngambil motornya Pak Reman”
“Iya mas”
Setelah Agung pergi Pak Remanpun melanjutkan ngobrol dengan Fika. Sesekali dia meringis seolah-oleh menahan sakit ditangannya. Padahal sedari tadi dia terus mengamati wajah wanita cantik yang ada di depannya itu. Fika masih memakai pakaian kerjanya karena memang belum lama dia pulang. Dengan jilbab yang sewarna dengan bajunya dan juga kacamata yang dia pakai, benar-benar terlihat sangat cantik, bahkan menurut Pak Reman lebih cantik daripada Eva maupun Shinta. tubuh Fika juga terlihat indah dibalik seragam dinasnya itu. Meskipun tertutup jilbab, tapi Pak Reman masih bisa melihat gundukan yang membusung didada Fika, mungkin sama atau malah lebih besar daripada dada Eva.
“Mbak Fika ini temen kuliahnya Eva ya?” tanya Pak Reman.
“Iya pak. Kalo bapak ini persisnya siapanya Eva ya?” tanya Fika.
“Saya sebenernya masih saudara jauhnya. Saya ini sepupuan sama bapaknya Eva, jadi ya bisa dibilang omnya lah” jawab Pak Reman menjelaskan.
“Oh gitu, pantesan saya nggak tahu. Soalnya setahu saya saudaranya Eva atau orang tuanya nggak tinggal dikota ini”
“Iya mbak, saya juga baru ketemu Eva waktu dia masuk kantor, kan saya ini sekantor sama dia”
“Wah kebetulan banget ya, hehe”
Fika sebenarnya agak risih ditinggal berdua begini bersama dengan orang yang belum terlalu dikenalnya, tapi mau bagaimana lagi. Apalagi kondisi Pak Reman yang baru saja kecelakaan membuatnya tak enak untuk meninggalkan lelaki itu sendirian. Fika sendiri tak menyadari kalau sedari tadi beberapa kali tatapan tajam Pak Reman mengarah ke tubuhnya, terutama di bagian dadanya. Untungnya tak lama kemudian suaminya datang membawa motor Pak Reman sehingga dia bisa pamit ke belakang untuk mandi. Cukup lama Fika mandi dan setelah selesai ternyata Pak Reman sudah pulang.
Setelah kejadian itu Pak Reman mulai dekat dengan Agung. Bahkan pernah Agung mengundangnya untuk kerumah. Ternyata mereka memiliki hobi yang sama yaitu main catur. Pernah sekali waktu malam minggu Pak Reman sampai pulang menjelang subuh karena diajak main catur. Agung senang dengan Pak Reman karena selain bisa main catur Pak Reman juga asyik diajak ngobrol. Selama ini karena kesibukannya Agung memang jarang punya teman terutama didaerah rumahnya, karena itulah dengan adanya Pak Reman dia seperti memiliki teman yang bisa diajak ngobrol bahkan sampai larut malam.
Tak hanya Agung, lama kelamaan Fika juga mulai akrab dengan Pak Reman. Malah pernah Pak Reman mengajak Eva kerumahnya, sehingga waktu suaminya bermain catur dengan Pak Reman didepan, dia dan Eva asyik ngerumpi di belakang. Banyak sekali yang saling mereka ceritakan, termasuk kehamilan Eva, tapi tentu saja Eva tidak menceritakan hubungan terlarangnya dengan Pak Reman.
Hanya saja yang membuat Pak Reman jengkel adalah kenapa sudah selama ini Agung belum juga berangkat ke luar pulau, padahal dia sudah sangat tidak sabar untuk bisa meniduri Fika. Ketika bertanya kepada temannya yang sekantor dengan Agungpun dia tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Pak Reman jengkel karena hampir setiap malam minggu dia diundang main ke rumah Agung sehingga tidak bisa mendapatkan jatah dari Eva ataupun Shinta. tapi meski begitu dia masih terus bersabar menunggu saat-saat keinginannya itu bisa diwujudkan.
Akhirnya saat yang ditunggu Pak Reman datang juga. Bukannya temannya yang memberi tahu tapi malah Agung sendiri yang cerita kalau dia akan pergi keluar pulau sekitar 2 minggu. Tujuan Agung mengatakan itu kepada Pak Reman sebenarnya adalah untuk memberitahu kalau untuk minimal 2 minggu kedepan mereka tidak bisa main catur bersama. Tapi hal itu bukanlah masalah buat Pak Reman karena waktu Agung dia akan bermain-main dengan Fika, istrinya.
Seperti yang sudah dikatakan kepada Pak Reman, hari jumat Agungpun berangkat. Fika mengantarkannya ke bandara. Setelah mengantarkan suaminya Fika kembali kerumah. photomemek.com Sebenarnya dia ingin ikut dengan suaminya, entah kenapa perasaannya menjadi tidak enak ditinggal seperti ini, tapi sayang pekerjaannya tidak bisa ditinggal selama itu. Fika semakin cemas karena Agung mengatakan kalau tidak ada masalah ditempat yang akan dia tuju maka 2 minggu lagi akan pulang, tapi kalau ada masalah disana bisa jadi lebih lama lagi dia disana.
Sabtu malam Fika sedang duduk sendirian menonton TV. Dia baru saja menerima telpon dari suaminya yang mengabari bagaimana keadaannya disana. Dia merasa senang waktu suaminya menelpon, tapi kini merasa sedih lagi karena kembali kesepian. Ini adalah malam minggu pertamanya tanpa Agung setelah mereka menikah.
Sebenarnya tidak terlalu beda dengan malam minggu sebelumnya karena Agung lebih banyak menghabiskan dengan main catur bersama Pak Reman. Tapi tetap saja tidak ada suaminya ini membuat Fika merasa begitu sepi. Kalau ada suaminya, paling tidak dia masih bisa mendengar percakapan Agung dengan Pak Reman disela main catur, kadang dia juga ikut nimbrung ngobrol dengan mereka. Tapi malam ini sepi sekali. Pembantunya sudah pamit untuk tidur dikamar belakang. Sedangkan lingkungan perumahannya ini juga sepi, tidak seperti dulu waktu dia masih ngekos.
Malam ini Fika memakai pakaian tidur berbahan sutera yang sangat halus. Rambutnya dia biarkan tergerai tanpa ditutup jilbab karena memang dia dirumah hanya sendiri. Tak lama kemudian dia mendengar suara motor yang cukup familiar berhenti di depan rumahnya. Lalu terdengar pintu gerbang rumah itu terbuka. Fika yakin kalau orang itu adalah Pak Reman, karena memang sudah biasa dia datang seperti itu. Yang dia heran adalah kenapa gerbang rumahnya tidak terkunci, pasti pembantunya lupa dan ketiduran.
“Apa mas Agung belum ngasih tahu Pak Reman kalo dia lagi pergi ya” batin Fika dalam hati.
Agung memang tidak mengatakan kepada Fika kalau dia sudah memberitahu Pak Reman kalau akan pergi. Pikir Agung cukup dengan memberitahu Pak Reman maka lelaki itu tidak akan datang ke rumahnya malam minggu ini. Tapi Agung sama sekali tak tahu kalau sedari lama Pak Reman menyimpan rencana tersendiri untuknya, lebih tepatnya untuk Fika istrinya.
Tok tok tok
“Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam. Bentar pak” jawab Fika dari dalam rumah. Dia mengambil dan memakai jilbabnya dulu sebelum menemui Pak Reman.
“Malem mbak Fika” sapa Pak Reman waktu Fika membukakan pintu.
“Malem pak. Nyari mas Agung ya?” tanya Fika.
“Iya mbak, biasalah, hehe” jawab Pak Reman.
“Waduh, mas Agungnya nggak ada pak” kata Fika.
“Lha emang kemana mbak?”
“Pergi ke Sulawesi pak. Baru kemarin berangkat” jawab Fika.
“Loh, ke Sulawesi? Walah, nggak tahu saya. Lama ya mbak?” tanya Pak Reman.
“Ya sekitar 2 minggu sih pak” jawab Fika.
“Waduuh, gimana yaa”
Melihat Pak Reman yang kebingungan membuat Fika merasa sedikit tidak enak. Dia tahu jarak dari rumahnya ke rumah Pak Reman cukup jauh. Kasihan kalau baru sampai langsung pulang. Tapi Fika juga ragu-ragu menyuruhnya masuk karena sedang tidak ada suaminya. Bagaimanapun bagi Fika dilarang menerima tamu jika sedang tidak ada suaminya dirumah. Tapi sekali lagi melihat wajah Pak Reman yang nampak kecewa dan bingung, membuat Fika kasihan. Meskipun merasa tidak enak dan ragu-ragu, akhirnya dia mempersilahkan lelaki itu untuk masuk.
“Hmm, masuk dulu aja pak” kata Fika.
“Waduh, gimana ya, nggak enak saya mbak” jawab Pak Reman.
“Nggak papa pak, kan bapak udah jauh-jauh kesini, kasihan kalo langsung pulang”
“Hmm, yaudah deh”
Pak Reman akhirnya masuk dan duduk di ruang tamu. Fika tetap membiarkan pintu rumahnya terbuka sebagai tanda kalau ada tamu dirumahnya. Lagipula dia pikir motor Pak Reman juga ada dihalaman rumahnya dengan pintu gerbang terbuka, tapi Fika tidak tahu kalau sebenarnya Pak Reman sudah menutup dan mengunci gerbang rumah itu.
Mereka berdua ngobrol diruang tamu. Fika melihat Pak Reman seperti masih canggung. Padahal dia sendiri sebenarnya juga canggung karena baru pertama kali ini dia menerima tamu seorang pria malam-malam begini saat suaminya sedang tidak ada dirumah. Tapi tentu saja muka canggung Pak Reman itu hanya akting saja. Dia sengaja membuat kesan seperti itu agar Fika tidak langsung curiga kepadanya.
“Emangnya mas Agung nggak ngasih tahu ya pak?” tanya Fika.
“Nggak mbak, orang sabtu kemarin pas main catur nggak ngomong apa-apa” jawab Pak Reman.
“Oh, ya emang baru kamis kemarin sih pak mas Agung disuruh berangkat sama kantornya, dan jumatnya langsung berangkat” kata Fika.
Tentu saja Pak Reman berbohong karena hari kamis kemarin setelah mendapat perintah dari kantornya, Agung yang langsung memberitahu Fika langsung menghubungi Pak Reman.
“Kalo gitu saya buatin minum dulu ya pak” kata Fika.
“Aduh nggak usah repot-repot mbak” jawab Pak Reman.
“Ah nggak kok. Mau kopi kayak biasanya?” tanya Fika.
“Boleh deh mbak” jawab Pak Reman.
Fikapun masuk untuk membuatkan minuman meninggalkan Pak Reman sendirian diruang tamu. Pak Reman tahu pembantu Fika pasti sudah tidur. Dia sudah hapal dengan hal itu setelah beberapa kali main kerumah ini, karena setiap kali datang malam-malam begini pasti Fika yang selalu membuatkannya minuman. Tak lama kemudian Fika kembali dengan membawa dua gelas minuman, satu untuk Pak Reman dan satu untuk dirinya.
Kembali mereka berdua ngobrol sampai tak terasa sudah lebih dari setengah jam Pak Reman disitu. Sebenarnya Fika sudah merasa jengah tapi tidak mungkin rasanya mengusir Pak Reman pulang. Pak Reman bukan tidak menyadari itu, tapi dia memang tidak akan pulang malam ini. Dia sudah mempersiapkan diri seharian untuk bisa menghabiskan malam yang panjang dengan wanita cantik yang kini ada didepannya itu.
“Oh iya Fik, maaf ya kemarin pas nikahan kamu aku nggak bawa hadiah apa-apa” kata Pak Reman.
“Ah nggak papa kok pak. Bapak udah datang aja juga udah cukup” jawab Fika. Dia agak terkejut dan kurang nyaman dengan Pak Reman yang tidak lagi memanggilnya mbak, tapi langsung namanya.
“Ya tapi tetep aja aku nggak enak. Makanya sekarang aku datang ini mau ngasih hadiah buat pernikahan kamu kemarin” kata Pak Reman.
“Waduh kok repot-repot sih pak” jawab Fika.
“Nggak repot kok, malah seneng aku, hehe. Bentar ya” kata Pak Reman.
Pak Reman lalu berdiri dan keluar. Fika pikir dia sedang menuju ke motornya untuk mengambil hadiah yang akan diberikan kepadanya. Beberapa saat kemudian Pak Reman kembali dengan kedua tangan berada dipunggungnya. Fika tersenyum sendiri melihat kelakuan Pak Reman itu, seperti seorang pria hendak memberikan kejutan kepada kekasihnya. Tapi kemudian Fika terkejut saat tiba-tiba Pak Reman menutup pintu rumahnya. Dia bingung dan tiba-tiba saja perasaannya menjadi semakin tidak enak.
“Loh pak kok ditutup pintunya?” tanya Fika.
“Ya kan aku mau ngasih hadiah buat kamu” jawab Pak Reman.
“Tapi kok pake ditutup segala? Emang hadiahnya apa sih pak?” tanya Fika yang kebingungan.
“Hadiah buat pernikahan kamu, yang paling nggak akan kamu lupain seumur hidup kamu Fik” jawab Pak Reman.
“Apaan sih pak?” Fika semakin bingung, bahkan sampai ikut berdiri.
“Anak” jawab Pak Reman singkat.
“Hah? Maksudnya?”
“Ya, aku bakal ngasih anak buat kamu. Lebih tepatnya, aku bakal bikinin kamu anak”
“Apa maksud bapak? lebih baik bapak pergi sekarang juga” bentak Fika yang menyadari niat buruk Pak Reman.
Bukannya pergi Pak Reman malah semakin mendekat. Dan betapa terkejutnya Fika ketika tangan Pak Reman yang berada dipunggungnya diarahkan kedepan. Ternyata dia memegang sebuah pisau. Pisau yang dulu pernah dipakai untuk mengancam Eva dan Shinta saat memperkosa mereka berdua.
“Pak apa apaan ini? Saya minta bapak pergi atau saya akan teriak” gertak Fika.
Tanpa menjawab Pak Reman dengan cepat melesat kearah Fika dan langsung memeluk wanita itu. Fika yang baru saja mau berontak langsung terdiam saat dirasakan pisau yang dipegang Pak Reman tadi ditempelkan ke lehernya.
“Lebih baik kamu diam kalau masih ingin hidup Fik” ancam Pak Reman.
“Bunuh aja saya sekalian. Saya nggak sudi disentuh sama orang biadab macam kammpphh”
Belum selesai bicara bibir Fika sudah langsung disosor oleh Pak Reman. Fika yang terkejut langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Dia benar-benar tidak rela jika disentuh oleh lelaki yang bukan suaminya itu. Fika terus meronta dan tidak peduli dengan pisau yang menempel dilehernya itu. Dia merasa lebih baik dibunuh daripada harus diperkosa oleh laki-laki itu.
Merasakan perlawanan dari Fika, Pak Reman berpikir kalau ancamannya dengan pisau itu tidak akan mempan pada wanita ini. Dia lalu membuang pisaunya asal saja. Tangannya lalu meraih kedua tangan Fika dan menguncinya dibelakang punggungnya. Tangan kanan Pak Reman yang bebas tiba-tiba saja menampar pipi Fika dengan keras.
“Aaakkhh toloo aakkhh”
Pak Reman tak ingin memberikan kesempatan kepada Fika untuk berteriak meminta tolong. Meskipun kondisi sedang sepi, dia tak mau ambil resiko, sebab siapa tahu ada satpam komplek yang sedang berkeliling. Fika yang merasa kesakitan karena beberapa tamparan Pak Reman terus berontak dan menangis, hingga membuat kesabaran lelaki itu habis. BUG. Sebuah pukulan keras diberikan Pak Reman di perut Fika, membuat wanita muda itu membungkuk kesakitan.
“Sudah dibilang diam. Kalo nggak bisa diam bakalan makin aku sakitin kamu Fik”
Fika tak menjawab karena masih merasakan sakit yang luar biasa diperutnya. Belum pernah dia menerima pukulan sekeras itu. Tamparan-tamparan dipipinya tadi juga masih membekas sakitnya. Pipinya yang putih bersih itu kini menjadi kemerahan. Perlakuan kasar dari Pak Reman itu membuat Fika ketakutan, karena belum pernah dia mendapatkan perlakuan seperti ini. Fika yang masih kesakitanpun akhirnya tak bisa melawan saat Pak Reman membawanya paksa masuk kedalam kamarnya. Dengan ringan langsung saja tubuhnya dilemparkan ke ranjang.
Pak Reman lalu menutup dan mengunci pintu kamar itu. Dia tidak mau ada yang mengganggunya malam ini. Setelah mengunci pintu dia menuju ke ranjang. Fika masih terbaring memegangi perutnya yang sakit. Pipinya telah basah oleh air matanya. Dia menyadari nasib malang bakal menimpanya malam ini.
Pak Reman yang sudah diranjang langsung naik dan menduduki tubuh Fika. Kedua tangan Fika yang tadi memegangi perutnya kini diraih dan dikunci diatas kepalanya sendiri. Kondisi ini membuat Fika tak lagi bisa bergerak. Dia terus menangis menyadari apa yang akan terjadi kepadanya malam ini.
“Haha, nangis aja dulu, nanti juga bakal keenakan kamu. Sama aja kayak temen kamu si Eva sama Shinta itu” ucap Pak Reman.
Fika terkejut ketika Pak Reman menyebut nama kedua temannya itu. Dia menebak-nebak apa yang telah dilakukan oleh Pak Reman kepada mereka berdua. Tapi bagaimana mungkin? Bukankah Eva itu masih saudaranya sendiri? Melihat Fika yang terkejut tawa Pak Reman semakin lebar.
“Asal kamu tahu Fik, Eva itu bukan saudaraku. Dia itu atasanku di kantor, tapi diluar kantor dia itu budakku. Budak seksku. Sama seperti Shinta, yang siap ngasih memeknya setiap aku butuh. Dan mulai malam ini, kamu akan jadi budak seksku selanjutnya, hahaha”
“Aku sengaja ikut mereka berdua ke nikahan kamu karena aku ngelihat undangan dirumah Eva. Dan sejak itu aku udah ngincer kamu. Sekarang giliran kamu yang ngerasain keperkasaan kontolku, hahaha”
Fika menjadi semakin ketakutan. Dia tak menyangka kalau kedua temannya itu ternyata sudah menjadi budak nafsu lelaki yang saat ini sedang menindihnya, yang sebentar lagi akan memperlakukannya seperti dia memperlakukan kedua temannya. Fika semakin menangis dan menggelengkan kepalanya, tidak rela dirinya dilecehkan seperti ini.
“Sekarang, mari kita lihat seindah apa tubuh yang selalu kamu sembunyikan ini” Pak Reman kemudian mengangkat jilbab Fika yang masih terpakai hingga sebatas leher.
“Jangan pak, jangan, saya mohon lepasin saya”
Breeet. Sebuah tarikan keras membuat kancing baju Fika terlepas hingga menampakan dada dan perutnya yang putih bersih.
“Kyaaaaa jangaaaann”
Plak plak plak. Kembali pipi Fika menerima beberapa tamparan keras dari Pak Reman yang membuatnya semakin memerah. Fika hanya bisa terus menangis tanpa melakukan perlawanan. Tubuhnya benar-benar sulit digerakan karena sudah dikunci oleh Pak Reman. Dia memejamkan mata, tidak mau melihat lelaki itu yang sedang tersenyum menjijikan menatap tubuhnya yang sudah mulai terbuka.
Tak ingin berlama-lama bermain di dada Fika, tangan Pak Reman dengan cepat menarik celana panjang dan celana dalam Fika sekaligus. Kini Fika sudah telanjang bulat, hanya menyisakan jilbab yang sengaja dibiarkan oleh Pak Reman. Dengan kasar jari-jari Pak Reman menggesek bibir vagina Fika yang masih kering itu.
Tangan Pak Reman bergerak dengan cepat, sehingga kini baju dan beha Fika tak lagi menutupi bagian depan tubuhnya. Tangannya meremas-remas buah dada Fika yang masih begitu padat, mirip dengan yang dipunyai Eva, baik itu ukuran ataupun kekenyalannya. Puting susunya yang mungil dan berwarna kemerahan itu dipelintir-pelintir oleh Pak Reman membuat Fika meringis kesakitan. Dia begitu terhina karena bagian tubuh yang selama ini hanya pernah dilihat oleh suaminya kini dijamah dengan seenaknya oleh lelaki lain yang usianya jauh lebih tua darinya.
Fika masih terus menutup matanya, tak mau melihat lelaki yang sebentar lagi akan memperkosanya itu. Tangisnya masih belum reda juga. Dia merasa Pak Reman bergerak, tidak lagi menindih tubuhnya dan juga melepaskan tangannya. Tapi begitu dia mau bergerak untuk menghindar kembali beberapa tamparan dan diakhiri dengan sebuah pukulan keras dia terima, membuatnya kembali terbaring kesakitan memegangi perutnya. Dia tidak sadar kalau Pak Reman sedang menelanjangi dirinya sendiri.
Kemudian Fika merasa kedua kakinya dibuka paksa oleh Pak Reman. Mau tak mau Fika membuka matanya. Dan dia menjadi sangat terkejut melihat beda yang berdiri mengacung tegak dibawah perut Pak Reman. Penis itu sudah ngaceng. Fika terkejut melihat ukuran penis yang begitu besar itu, melebihi ukuran penis suaminya.
“Aahh jangan paak, udahh jangaaan”
Fika mulai berteriak waktu Pak Reman menggesekan kepala penisnya yang sudah keras itu dibibir vaginanya yang masih kering. Dia hendak berontak tapi tangan Pak Reman langsung menahannya. Fika seperti mendapatkan tenaganya kembali, dia meronta sejadinya, benar-benar tak rela dirinya dimasuki oleh penis laknat itu. Tapi kuncian dari Pak Reman membuatnya sangat sulit bergerak. Apalagi tubuh lelaki itu sudah berada diantara kedua kakinya. Fika menggerakkan pinggulnya kekiri dan kekanan menghindari penis itu saat akan dimasukan oleh Pak Reman.
Apa yang dilakukan Fika itu membuat Pak Reman jengkel juga. Dia kemudian menarik kepala Fika hingga terbangun, tapi sesaat kemudian kembali menamparnya dengan keras membuat tubuh Fika terbanting lagi di ranjang. photomemek.com Tangan kiri Pak Reman langsung mengunci gerakan pinggul Fika, dan tangan kanannya mengarahkan penisnya ke bibir vagina itu, siap untuk memasukkan penis kebanggannya kesarangnya.
“Aaarrgghh udaaah, sakiiiiiit” teriak Fika saat kepala penis Pak Reman mulai menembus bibir vaginanya.
“Wuaah, sempit bener Fik, enak banget” racau Pak Reman.
“Aaaaaaarrggg sakiiiiiiiit” teriakan Fika kembali pecah saat penis Pak Reman dengan kasar dihujamkan hingga seluruhnya masuk kedalam rongga vaginanya yang masih benar-benar kering.
Fika merasa tubuhnya robek dibagian bawah sana. Dia pernah merasakan ini saat beberapa minggu yang lalu diperawani oleh suaminya, tapi saat itu suaminya melakukan dengan sangat lembut, dan lagi saat itu vagina Fika sudah basah karena dirangsang oleh suaminya. Tapi sekarang, tanpa rangsangan yang membuat vaginanya basah, lubang sempitnya itu dipaksa untuk menerima penis yang ukurannya lebih besar lagi.
“Aaah, nikmat bener Fik. Sama kayak punya Eva dan Shinta. gila memek kalian bener-bener nikmat”
Tak menunggu lama Pak Reman langsung menggerakkan penisnya dengan kasar maju mundur. Dia tak peduli dengan Fika yang kesakitan. Dia hanya menutup mulut Fika agar teriakannya tak sampai didengar orang lain. Pak Reman sendiri merem melek menikmati jepitan vagina Fika yang terasa memijit-mijit penisnya. Dia juga tak peduli dengan kedua tangan Fika yang mencekram tangannya menandakan betapa sakit yang dirasakan wanita itu.
Perlahan vagina Fika mulai basah. Bukan karena dia menikmati tapi sebagai reaksi alami dari vaginanya agar tidak merasa semakin sakit akibat gesekan dengan permukaan penis Pak Reman yang besar. Pak Reman yang merasa Fika sudah tidak berteriak lagi melepaskan tangannya. Tangannya kemudian meremas-remas kedua buah dada Fika yang sekal itu. Fika masih menangis sesenggukan. Bandannya tergoncang mengikuti hujaman penis Pak Reman.
Pak Reman kemudian menciumi bibir Fika. Dia melumat bibir tipis itu sambil lidahnya masuk dan mencari-cari lidah Fika. Fika sendiri diam sama tidak mau membalas ciuman itu, tapi Pak Reman tak peduli, dia masih saja melumat bibir itu dengan ganasnya. Kedua tangan Pak Reman juga masih meremas-remas buah dada Fika, tapi kali ini dengan lebih lembut. Sodokan penisnya juga tidak secepat dan sekasar tadi. Rupanya Pak Reman juga ingin agar calon budak seksnya yang baru itu ikut menikmati permainanya juga.
Fika yang masih hijau dalam urusan seperti ini lama-kelamaan birahinya naik juga. Meskipun dia setengah mati melawannya, tapi rangsangan yang diberikan Pak Reman di titik sensitifnya itu mau tak mau membuat vaginanya semakin lama semakin basah juga. Dalam tangisan dan juga bibir yang masih dilumat Pak Reman, sesekali terdengar lenguhan darinya. Pak Reman yang sudah sangat berpengalaman tentu tahu kalau mangsanya ini sudah mulai menikmati juga. Tapi dia juga tahu kalau Fika masih terus berusaha melawan, karena bagaimanapun juga dia sedang diperkosa.
Pak Reman mulai memaikan tempo sodokannya. Kadang dibuat pelan kadang dibuat cepat. Semakin lama Fika semakin merasakan kenikmatan yang semakin tidak bisa dia lawan. Vaginanya sudah sangat basah. Hanya harga diri dan rasa bersalah kepada suaminya yang membuatnya masih terus menahan desahannya agar tak sampai keluar.
Pak Reman melepaskan ciumannya di bibir Fika. Dia ingin melihat bagaimana ekspresi wajah wanita yang sedang dia setubuhi itu. Fika menutup erat mata dan mulutnya. Dia berusaha menahan desahannya agar tak sampai keluar. Meskipun sesekali lenguhan terdengar darinya. Pak Reman mulai mempercepat sodokannya, rupanya dia ingin membuat Fika takluk dengan mengakui keperkasaannya. Fika sendiri tanpa sadar beberapa kali menggoyangkan pinggulnya mengikuti gerakan Pak Reman.
Sampai akhirnya Pak Reman melihat ekspresi wajah Fika seperti sedang menahan sesuatu. Kedua tangan Fika juga meremas kasur itu dengan keras. Pak Reman tersenyum tahu kalau wanita itu akan segera orgasme. Dia semakin mempercepat genjotannya sambil masih meremas kedua buah dada Fika.
Setelah sekian lama ditahan akhirnya Fika tidak kuat juga. Tubuhnya tiba-tiba mengejang, mulutnya terbuka lebar tanpa mengeluarkan suara. Matanya masih tertutup rapat. Kedua tangannya meremas kasur semakin kuat. Dan vaginanya banjir. Dia orgasme. Fika mencapai puncak kenikmatannya dengan penis orang lain. Wanita pengantin baru yang selalu menutupi tubuhnya dengan pakaian tertutup serta jilbab dikepalanya itu dibuat orgasme oleh lelaki yang bukan suaminya, yang sedang memperkosanya.
Sesaat kemudian tangisan Fika kembali pecah. Dia benar-benar tak menyangka akan mengalami hal seperti itu. Dia yang selama ini selalu menjaga tubuhnya yang hanya pernah dijamah oleh suaminya saja, malam ini dengan bebas dijamah oleh pria lain. Yang yang lebih memalukan lagi, dia orgasme oleh pemerkosanya itu. Saat matanya terpejam tiba-tiba muncul bayangan suaminya. Dia semakin merasa bersalah dan merasa begitu kotor.
Pak Reman membelai kepala Fika yang masih tertutup jilbab merah muda itu. Kembali dia menggerakan penisnya yang masih keras. Lelaki itu baru saja membuat mangsanya tak berdaya dalam orgasmenya, tapi itu baru sekali. Dia ingin Fika seperti Eva dan juga Shinta yang dibuat orgesmu berkali-kali olehnya hingga lemas tak bertenaga.
Fika hanya bisa pasrah saat Pak Reman kembali menggenjotnya. Tubuhnya sudah lemas. Bukan cuma karena orgasmenya barusan, tapi rasa malu dan terhina membuatnya semakin lemas.
“Hmmp, uuhh, aahh, mmpp”
Desahan Fika mulai terdengar seiring dengan genjotan penis Pak Reman di vaginanya. Genjotan Pak Reman yang kadang pelan kadang cepat ini terasa begitu nikmat dia rasakan. Tapi tetap saja harga dirinya membuatnya sebisa mungkin menahan semua itu, meskipun beberapa kali dia kelepasan mendesah.
Beberapa saat genjotan Pak Reman membuat birahi Fika yang tadinya surut setelah orgasme mulai naik lagi. Dia kembali terlihat meremas kasur tempatnya berbaring. Pak Reman senang melihatnya. Tidak seperti Eva dan Shinta, wanita ini ternyata cukup gampang mendapatkan orgasmenya. Mengetahui itu Pak Reman kembali mempercepat sodokannya. Kocokan penis yang semakin cepat itu membuat tubuh Fika kembali tergoncang-goncang. Desahannya tak bisa lagi dia tahan, hingga akhirnya dia mendesah panjang saat orgasmenya kembali datang.
“Aaaaaaaahhhhhhhhh”
Kembali tubuh Fika melemas. Pak Reman menghentikan sejenak genjotannya. Memberi waktu kepada Fika untuk beristirahat menarik nafasnya. Pak Reman lalu menarik keluar penisnya. Fika sedikit lega, tapi dia tahu Pak Reman belum selesai. Tubuhnya yang terbaring lemas kini dibalik hingga tertelungkup. Pinggulnya sedikit diangkat oleh Pak Reman, dan penis besar itu kembali menghujam lubang vaginanya yang sudah sangat becek.
“Aahh aahh udahh paak, saya capeek aahh aahh”
“Udah? Lha aku belum apa-apa lho ini. Kita bakalan kayak gini semalam suntuk Fik, sampai buat jalan aja kamu susah, haha”
Pak Reman kembali menghujamkan penis besarnya sambil menindih tubuh mungil Fika. Sesekali dia mencium dan menggigit kecil kuping Fika yang masih tertutup jilbab itu. Semakin lama genjotan Pak Reman semakin cepat, dan Fika merasa kalau lelaki yang sedang menyetubuhinya itu akan segera orgasme.
“Fik, aku mau keluar. Aku keluarin di dalem ya” dan benar saja, rupanya Pak Reman benar-benar berniat untuk menghamilinya.
“Nggak, jangan, saya nggak mau pak. Cabut pak, jangan didalem” tolak Fika dengan panik.
“Oke, aku nggak keluar di memek kamu, tapi aku pengen ngecrot dimulut kamu”
“Nggak aahh, saya belum pernaaahh” tolak Fika yang mengerti maksud Pak Reman.
“Belum pernah apa?”
“Aahh aahh, belum pernahh aahh ngemut penis”
“Penis? Ini namanya kontol Fik, ayo bilang, kontol”
Fika terdiam menggelengkan kepalanya. Dia tak mau mengucapkan kata-kata kotor itu, meskipun tubuhnya sudah dibuat kotor oleh Pak Reman.
“Kalo nggak mau bilang, aku bakalan ngecrot didalem lho, aku bikin kamu hamil”
“Jangan, nggakk mau, aahh aahh, saya nggak mau”
“Kalo gitu ayo cepet bilang, sebelum aku ngecrot nih” kata Pak Reman sambil mempercepat genjotannya.
“Koo,, aahhh kon,, kontol”
“Apanya kontol hah?”
“Saya belum pernah, aahh, ngemut kontol”
“Jadi sekarang kamu pengen ngemut kontol Fik?”
“Nggak, nggak mau aahh”
“Oke kalo nggak mau, aku keluarin di memek kamu”
“Jangan pak, saya mohon jangan didalem”
“Jadi kamu pengen aku keluar dimemek apa mulut kamu hah?”
“Aahh aahh nggak mau, diluar aja aahh”
“Ah lama, aku keluarin di memek kamu aja”
“Jangaaan, dimulut saya aja”
Entah kenapa tiba-tiba Fika mengatakan itu. Tapi dia merasa lebih baik lelaki itu mengeluarkan spermanya dimulutnya, daripada harus didalam vaginanya yang bisa saja membuatnya hamil.
“Hmm, jadi kamu pengen ngemut kontolku sekarang?”
“Ii, iyaa”
“Iya apa?”
“Iyaa, mau ngemut”
“Ngomong yang jelas Fik, ngemut apa?” tanya Pak Reman yang semakin cepat menggenjot penisnya.
“Iyaa aahh aahh, saya mau ngemut kontol Pak Remaaan”
Seketika tawa Pak Reman meledak. Dia sudah berhasil membuat Fika semakin takluk masuk kedalam pelukannya. Pak Reman semakin senang menyadari betapa wanita yang sedang dia genjot itu ternyata sama lugunya dengan Eva dan Shinta. entah apa yang dipikirkan wanita-wanita itu sampai tidak mau melakukan oral, padahal selama ini dia sendiri sangat menyukai bila ada wanita yang mengoral penisnya. Fika baru saja bersedia mengulum penisnya meskipun terpaksa, tapi dia punya rencana lain. Seperti sebelumnya pada Eva dan Shinta, Pak Reman ingin membuat wanita yang sedang digenjotnya ini hamil anaknya.
“Baiklah kalo itu mau kamu, aku bakal keluarin pejuhku dimulut kamu Fik”
“Aahh aahh iyaa paak, jangan keluarin didalem”
“Iya, aku keluarin dimulut kamu. Tapi nanti, ronde kedua, sekarang aku bakal hamilin kamu dulu, haha”
“Nggak, jangaan paak jangaaan” Fika langsung panik mendengar ucapan Pak Reman. Dia berusaha untuk berontak, tapi tubuhnya yang ditindih tubuh besar Pak Reman itu tak bisa berbuat apa-apa.
“Haha, rasakaan pejuhku ini Fika. Hamillah anakku seperti Eva dan Shintaa, aaaaaaahhhh”
“Jangaaaaaannnnhhhh”
Dengan sekali sodokan kuat Pak Reman membenamkan penisnya dalam-dalam di vagina Fika. Bermili-mili sperma kentalnya memenuhi rahim wanita bersuami itu. Jutaan calon anak Pak Reman berlomba-lomba untuk membuahi sel telur pengantin baru itu. Dia mengerang menunjukkan kepuasannya telah melepas cairan spermanya di rahim Fika. Sedangkan sang wanita semakin menjadi tangisnya menyadari dia bisa saja hamil oleh lelaki yang bukan suaminya itu.
Keduanya masih terdiam dengan posisi menelungkup dengan Pak Reman mendekap tubuh Fika. Tangis Fika semakin menjadi menyadari saat Pak Reman melepaskan benihnya tadi dia juga mengalami orgasme yang dahsyat. Selama bercinta dengan suaminya, dia memang berkali-kali mendapat kepuasan, tapi kepuasan yang baru saja dia dapat dari lelaki yang bukan suaminya itu jauh lebih nikmat dia rasakan.
Pak Reman masih mendiamkan Fika yang masih sesenggukan. Dia juga masih mendiamkan penisnya yang masih saja keras didalam vagina Fika, sambil menikmati kedutan-kedutan dari vagina wanita itu yang belum juga selesai. Setelah cukup lama dan merasa Fika sudah mulai tenang, Pak Reman kembali menggerakan penisnya maju mundur. Kali ini Fika sudah benar-benar pasrah. Dia menurut saja apa yang diminta oleh Pak Reman.
Bahkan ketika diminta diposisi atas, dia menurut bahkan menggoyangkan badannya sendiri mengikuti instingnya. Dia merasa sudah tak ada lagi yang perlu dipertahankan. Tubuh indahnya yang selalu tertutup kini sudah dilihat semua oleh Pak Reman. Tubuhnya yang tak pernah tersentuh pria selain suaminya kini sudah bebas dijamahi oleh Pak Reman. Bahkan vaginanya yang selama ini hanya menerima benih dari suaminya kini sudah dibanjiri oleh sperma dari Pak Reman.
Fika melepaskan hasratnya sendiri. Tapi dia melakukan semua itu dengan memejamkan matanya. Dia membayangkan wajah suaminya, membayangkan dia sedang bercinta dengan suaminya. Entah sudah berapa kali dia orgasme, yang jelas sekarang dia sudah begitu letih sehingga pasrah saja berbaring waktu Pak Reman menggenjot kembali vaginanya. Diantara rasa marah dan bersalah kepada suaminya, Fika merasa kagum dengan keperkasaan yang dimiliki oleh Pak Reman. Belum pernah dia berccinta selama ini dengan suaminya. Paling banyak cuma 2 ronde saja. Sedangkan dengan Pak Reman ini dia sudah tak tahu lagi.
Waktu sudah menunjukkan tengah malam. Fika sudah sangat lelah, tapi Pak Reman masih terus menggenjotnya. Dia kembali pasrah ketika diposisikan menungging. Tapi kemudian dia tersentak waktu merasakan jari Pak Reman meraba lubang belakangnya. Dia mengangkat kepalanya dan menengok ke Pak Reman yang ada dibelakangnya. Pak Reman hanya tersenyum saja melihatnya.
“Memek kamu udah, sekarang giliran bool kamu Fik”
“Nggak, jangan disitu pak, saya belum pernah”
“Udah nurut aja. Dulu Shinta juga nolak, sekarang nagih”
“Nggak mau. Saya bukan Shinta. jangan disitu pak, dimemek saya saja”
Pak Reman nampak tak peduli, bahkan sudah memposisikan penisnya dilubang pembuangan yang sangat sempit itu. Fika berusaha menghindar tapi lagi-lagi kuncian dari Pak Reman tak mampu membuatnya bergerak. Tapi terus dia mencoba meronta sambil memohon agar Pak Reman tak menyodominya. Pak Reman tetap saja tak peduli.
“Aaarrhhh sakiiiiiit paaakk”
“Bentar Fik, rileks aja biar nggak sakit”
“Nggak mauu, jangan disitu”
Pak Reman masih berusaha keras memasukan penisnya ke lubang perawan itu. Baru kepalanya saja yang masuk dan itu sudah membuat Fika berteriak kesakitan. Tak ingin teriakan itu sampai terdengar Pak Reman mengambil celana dalam Fika dan menyumpalkan ke mulutnya. Kembali dia berusaha memasukan penisnya ke lubang itu.
“Mmpppphhhhh”
Lenguh Fika panjang saat penis itu berhasil mengoyak dan masuk seluruhnya ke lubang anusnya yang selama ini tak pernah digunakan selain untuk membuang kotorannya. Fika merasakan sakit yang teramat sangat. Jauh lebih sakit ketika dulu vaginanya diperawani suaminya. Jauh lebih sakit waktu tadi Pak Reman berhasil menghajar vaginanya. Fika hanya bisa menangis waktu Pak Reman mulai menggenjot penisnya dilubang anusnya.
Kepala Fika bahkan terasa berkunang-kunang menahan sakit itu. Dia merasa ingin pingsan saja daripada harus merasakan sakit itu. Apalagi kini genjotan Pak Reman semakin kencang dia rasakan. Sudah begitu tangan Pak Reman tak bisa diam. Beberapa kali tangan nakalnya menampar-nampar pantat indah miliknya sampai berwarna kemerahan. Tangan satunya meremas bukit buah dada Fika dengan kasarnya.
Entah sudah berapa lama Pak Reman menggenjot anusnya, sama sekali tak ada yang dia rasakan selain rasa sakit. Perutnya terasa mual setiap kali penis Pak Reman masuk seluruhnya. Tapi untungnya tak lama kemudian Pak Reman mencabut penisnya dan kembali menghujamkan ke vaginanya. Genjotannya kasar sekali membuat tubuh Fika terlonjak-lonjak.
“Aaaaaahhhhhhh”
Terdengar Pak Reman melenguh panjang waktu dia kembali berejakulasi di vagina Fika. Seketika Fika langsung ambruk di kasur dengan kedua lubang miliknya yang menganga lebar, selebar penis Pak Reman. Fika bersyukur paling tidak penderitaan dilubang anusnya berakhir sementara ini. Tapi ternyata dugaannya salah. Pak Reman yang sudah 3 kali orgasme itu penisnya masih keras. Kembali dia menyodomi Fika, kali ini tidak sekasar tadi. Cukup lama kali ini Pak Reman menggenjot anusnya hingga dia merasakan sesuatu yang lain. Sensasi aneh yang dia dapatkan itu membuat tubuhnya kembali menghangat. Rasa sakit yang dia rasakan tadi perlahan menghilang. Kini justru vaginanya mengeluarkan cairan pada waktu anusnya sedang dijajah penis besar lelaki itu.
Saking capeknya Fika sudah tak tahu lagi apa yang diperbuat oleh Pak Reman. Badannya kembali dibalik berbaring dan kembali dihujam penis perkasa itu. Sebersit bayangan dikepala Fika, seandainya saja suaminya seperkasa itu. Tapi bayangan itu mendadak hilang waktu dia rasakan sebuah benda berbau aneh menempel dibibirnya. Dia membukan mata dan langsung terkejut karena benda itu tak lain adalah penis Pak Reman.
“Emut Fik, kamu tadi yang pengen kan”
Dan entah bagaimana, Fika menurut saja perintah Pak Reman itu. Dia membuka mulutnya lebar-lebar dan membiarkan penis itu kemudian masuk. Karena tak pernah melakukan hal seperti itu sebelumnya dia hanya diam saja. Pak Reman maklum kalau Fika memang belum tahu caranya memanjakan penis menggunakan mulutnya. Karena itulah dia menggerakkan penisnya maju mundur dengan pelan. Kadang dia tekan sedalam-dalamnya penis itu hingga membuat Fika tersedak dan ingin muntah.
Beberapa saat mengentoti mulut Fika, Pak Reman akhirnya tak tahan juga. Tangannya langsung menahan kepala Fika saat penisnya dia tekankan dalam-dalam. Tubuh Pak Reman kelojotan saat kembali benih-benihnya mengalir keluar, kali ini bukan di vagina Fika tapi dimulutnya. Fika yang merasa jijik sebenarnya ingin segera memuntahkan cairan kental itu, tapi kepalanya ditahan sangat kuat oleh Pak Reman, sehingga mau tak mau dia harus menelan cairan itu daripada kesulitan bernapas.
Setelah itu Fika langsung tersungkur di kasurnya. Dia sudah sangat lemas, tak memiliki tenaga lagi. Dia berharap Pak Reman menyudahi semua ini karena sudah sangat ingin istirahat. Tapi ternyata Pak Reman belum puas juga. Fika benar-benar tak mengerti darimana tenaga yang dimiliki oleh lelaki itu. Akhirnya dia hanya pasrah saja diperlakukan apapun oleh Pak Reman, termasuk direkam saat sedang disetubuhi. Permainan mereka baru berakhir waktu subuh. Keduanya tertidur berpelukan telanjang bulat dengan kedua alat kelamin masih menyatu.
Keesokannya Fika terbangun lebih dulu. Dia kembali terkejut mendapati dirinya yang telanjang sedang dipeluk oleh Pak Reman. Dia kembali menangisi keadaannya kini. Hal itu rupanya membuat Pak Reman terbangun juga. Setelah beberapa saat merekapun kemudian mandi bersama. Setelah cukup merasa segar baru mereka keluar untuk makan. Hari rupanya sudah cukup siang. Fika meminta pembantunya menyiapkan makanan. Pembantunya sebenarnya heran dengan adanya Pak Reman, tapi dia lebih memilih untuk diam.
Setelah selesai makan, atas perintah dari Pak Reman Fika menyuruh pembantunya untuk pulang kerumahnya. Dia diberi ijin selama 3 hari. Tentu saja 3 hari ini Pak Reman masih ingin bersenang-senang dengan Fika. Setelah pembantu Fika pulang, Pak Reman kemudian menghubungi Eva dan Shinta, memintanya untuk datang kerumah ini. Awalnya terasa canggung, terutama bagi Fika yang baru semalam diperkosa oleh Pak Reman. Tapi lama-kelamaan suasanapun cair juga, hingga merekapun meneruskan permainan gila itu seharian penuh.
Karena kondisi Eva dan Shinta yang sedang hamil, dan Pak Reman memang masih belum puas dengan Fika, maka Fika yang lebih banyak bertugas melayani lelaki itu. Sedangkan Eva dan Shinta lebih banyak menjadi penonton, atau bertugas merekam apa saja yang mereka lakukan, bahkan sesekali mengajari Fika bagaimana untuk memuaskan Pak Reman. Dan hari itu resmilah Fika menjadi budak seks Pak Reman seperti halnya Eva dan Shinta yang harus selalu siap untuk melayani kapanpun Pak Reman memintanya.
Pak Reman kemudian meminta Eva dan Shinta untuk menginap dirumah itu 3 hari kedepan. Mereka diminta untuk ijin tidak bekerja dikantornya masing-masing. Selama 3 hari itu Pak Reman telah berhasil mengubah wanita-wanita alim yang tadinya lugu soal seks menjadi binal jika didepannya. Peraturan yang dibuat Pak Reman selama dirumah itu hanya 1 saja, yaitu mereka tidak boleh memakai sehelai bajupun didalam rumah.
Pada hari ketiga, Eva dan Shinta pamit pulang. Tapi ternyata Pak Reman masih ingin menginap dirumah itu. Terpaksa Fika menelpon pembantunya agar libur lebih lama lagi. Dia tentu tak ingin apa yang terjadi dirumah itu diketahui oleh orang lain. Selama 3 hari kedepannya lagi terpaksa pula Fika ijin tidak masuk kerja. Dia beralasan sedang keluar kota karena ada acara keluarga. Dan hari-hari selanjutnya sudah bisa ditebak, Pak Reman selalu menyetubuhi Fika kapanpun dia mau, membuat wanita itu menjadi wanita binal yang haus akan seks. Tamat
,,,,,,,,,,,,,,,,,,