Gimun dan Tini serta Ibunya

 

Aku menyeberangi sungai itu dengan harapan bis memancing di sebuah lubuk seperti apa yang selalu kulakukan setiap kali pulang ke kampung halaman. Saat aku duduk di sela-sela batu menyiapkan pancingku serta umpan, aku melihat sepasang anak mengendapendap di pematang sawah di ketinggian. Aku kenal betul kedua anak itu. Mereka adalah tetanggaku. Yang perempuan bernama Tini. Yang laki-laki bernama Gimun berusia 15 tahun. Keduanya anak Pak Musroh.

Dari gelagatnya aku sudah curiga. Kenapa akak beradik harus mengendap-endap ke bawah pohon besar yang dikelilingi oleh padi setinggi 1 meter.

Kuikuti dengan pandanganku. Lalu aku ingin tahu apa yang mereka perbuat. Apakah mereka mencuri atau ingin membuat sesuatu keonaran? Kubiarkan mereka beberapa saat. Setelah itu, aku juga mulai mengendap-endap mendekati. Berkisar jarak satu meter di balik batu besar, aku mendengarkan pembicaraan mereka.

“Tadi kan aku sudah bilang, kamu tak usah pakai celana dalam,” kata Gimun.
“Tak sempat membukanya. Habis Kang Gimun mau cepat sih…” kata Tini.
“Ya sudah buka saja yang cepat. Nanti burung keburu banyak,” kata Gimun. Aku melihat Tini membuka celana dalamnya.
“Mari sini, biar aku pangku,” kata Gimun. Tini naik ke pangkuan Gimun yang bersandar id pohon besar yang ada cekungannya, hingga mereka seperti tersembunyi. Gila pikirku. Aku harus mengambil tempat lebih strategis lagi. Aku berpindah ke batu yang lain dengan sangat hati-hati agar tidak ketahuan. Sesampai di tempat yang kuanggap sudah aman, aku melihat Gimun menyingkap baju Tini. Menyembullan tetek Tini. Yah…kita-kita dua kali bola pimpong. Pentilnya masih kecil.
“Yang enak menjilatinya ya Kang…” kata Tini.
“Udah diam saja,” kata Gimun, lalu mulai menjilati dan mengisap-isap tetek adiknya itu. Aku jelas melihat Tini memeluk tengkuk Gimun. Gimun terus menjilati dan mngisap-isap tetek Tini sedangkan tangannya yang sebelah lagi mengelus-elus tetek yang satunya. Demikian bergantian.

“Sudah Kang…dimasukkan saja. Nanti burung semakin banyak. Nanti simbok marah,” kata Tini. Gimun membuka celananya sampai di lutut dan kontolnya sudah mengeras dan berdiri mengacung ke angkasa raya.
“Ya sudah. Kamu masukkan saja,” kata Gimun. Tini menangkap kontol abangnya dan mengarahkannya ke memeknya. Jelas sekali kulihat, Tini menekan tubuhnya, hingga kontol Gimun sudah berada di dalam memek TIni. Mereka berpelukan dan berciuman, seperti sepadang kekasih dengan sangat mesra sekali. Nampaknya mereka sangat buru-buru. Makin lama, gerakan Tini semakin cepat dan Gimun mengimbanginya dari bawah.
“Ah…Kang…aku sudah …”
Gimun langsung merebahkan adiknya di tanah, lalu Gimu menggenjotnya dari atas. Tubuh hitam terbakar matahari itu, bergoyang-goyang. Nampaknya meraka sudah tak perduli lagi kepada sekelilingnya. Sampai akhirnya, aku melihat keduanya berhenti beroyang. Mungkin keduanya sudah orgasme.
Gimun menbaut kontolnya dan langsung memakai celananya dan mengendap pergi meninggalkan Tini. Tini menggamit celana dalamnya dan sempat mencuci memeknya di tepian sungai. Aku menyebunyikan diriku di sebalik batu yang ada di sana. Setelah memakai celananya, Tini dengan tenang berjalan di pematang sawah menuju dangau mereka yang terbua dengan ketinggian dua meter. Gimun sudah berada di sana emngusir burung-burung yang memakan padi mereka.
Aku tak habis pikir kelakuan kedua abang beradik itu. Aku jadi pepingin ngentot Tini, anak yang beru berusia 13 tahun itu. Pasti mereka sudah sering melakukannya, karean tidak ada lagi rasa sakit yang terasa dari TIni. Mungkin sudah entah yang keberapa kali.

Setelah mendapat dua ekor ikan yang lumayan besar, aku berhenti memancing. Tapi pikiranku terus menerrus kepada sepasang abang beradik itu. Aku datang ke dangau mereka. Saat itu, ibu Tini sudah berada di sana. Gantian mereka jaga burung. Tini dan Gimunnpulang ke rumah, sedang ibu mereka mengusir burung. Aku ikut mengisur burung, sementara mataku mengiringi kepulangan abang beradik itu meniti pematang sawah.

“Tini sudah besar dan sudah gadis ya mBok…” kataku membuka pembicaraan. Ibunya tersenyum.

“Apa simbok tidak mau tambah anak lagi?” tanyaku. Simbok lagi lagi mengusir burung seakan tidak mendengar ucapanku. Aku pun pamit minta diri. Aku kembali ke rumah. Di saat mau naik ke sudut kampung, aku melihat Gimun turun dari hulu membawa rantang. Mungkin makanan untuk ibunya. Ketika kutanya, benar dia mau mengantar nasi untuk ibunya. Aku berpikir, kenapa tadi ibunya tidak membawa nasi sekalian? Ada apa? Kupendam saja rasa curigaku. Gimun berjalan tenang dan aku membuntutinya dengan mataku dari kejauhan. AKu antarkan dua ekor ikan itu pulang ke rumah lalu kembali ke sudut desa. Dari kejauhan, aku melihat ibu dan anak itu duduk makan berdua. Ingin aku mendekati Tini dan menyetubuhinya. Tapi waktu masih banyak dan aku lebih baik mengintai Gimunh dan ibunya saja. Benar kecurigaanku terbukti. Kulihat Gimun merebahkan kepalanya di paha ibunya dan ibunya mengelus-elus kepala Gimun. Tapi aku mengatakan, antar aibu dan kasih sayang anak. Simbok pun turun dari danau membawa piring dan rantang ke tepi sungai tempat aku meancing tadi. Tapi kenapa Gimun turun pula dari dangau dan mengendap-endap mendapatkan ibunya? Kecurigaanku semakin tinggi. Aku mencari tempat dengan mengendap-endap di balik-balik batu sampai ke tempatku semula mengintip. Benar saja. Kedua anak dan ibu itu sudah berpelukan. Sama seperti apa yang dilakukan Gimun dan Tini tadi. Gila…bisikku da aku membiarkan saja sampai mereka selesai bersetubuh.

Setelah selesai bersetubuh, Gimun pergi meningalkan ibunya seperti dia meninggalkan Tini tadi. Aku dengar, ibunya mau mengantar pulang rantang dan piring bekas makan. Gimun berlari ke dangaunya. Saat ibu Gimun mencuci memeknya, aku mendekat.
“Simbok…aku sudah melihat semuanya,” kataku. Ibu Gimun seperti tersentak dan wajahnya pucat pasi. Dia tertunduk malu. Aku bercerita juga, kalau aku juga sudah melihat Tini dan Gimin bersetubuh sepertui mereka juga bersetubuh di tempat yang sma,” kataku.
Kudekati Ibu Gimun dan kupeluk dia. Mulanya dia meronta-ronta. Tapi kuancam, aku akan melaporkan semua kejadian itu kepda masyarakat desa, biar diusir saja dari desa. Akhirnya ibu Gimun diam dan membiarkanku merabai tubuhnya. Usiaku yang 26 tahun, sudah berkali-kali mendapatkan pelahjarabn ngentot dari PSK dan dari BF, membuat ibu Gimun merasa puas. Kami ngentot dengan sepuasnya di tempat itu. Sejak itu, aku selalu mendapatkan kesempatan ngentot di berbagai tempat sampai liburanku selesai. Sayang aku tak sempat ngentot dengan Tini. Tapi semestar depan aku pasti bisa ngentot dengan Tini.

Semester berikutnya aku kembali ke kanmpung, untuk liburanm. Dalam perjalanan aku sudah membayangkan bagaiman nikmatnya ngentot dengan Tini di sebuah tempat yang tersembunyi.
Betrapa terkejutnya aku, mendapat kabar dari teman-teman, kalau Gimun dan Tini sudah melarikan diri entah kemana. Tini dihamili oleg Gimun abang kandungnya sendiri, kata mereka.
“Ibunya bagaimana?” tanyaku.
“Ibunya sedih bukan main dan sepertinya malu melihat orang kampung,” kata teman-temanku. Aku pun terdiam.

Saat aku meancing ikan di tepi sungai, aku mendengar suara dari arah belakangku. Pangilan kecil itu, membuatku menoleh. Ternyata ibunya Gimun sudah berada di belakangku. Dia tersenyum. Dia lambai tanganku dan memberi kode, agar kami ke tempat yang aman, tempat dimana aku da dia pernah ngentot. Dimana Dia dan anaknya Gimun ngentot. Tempat anaknya Gimun dan Tini pernah ngentot. Ibu gimun berjalan perlahandan mengendap-endap. Aku melihat ke sekeliling. Sawah belum di tanami. AKu berjalan menegndap mendapatkannya. Kontolku sudah mulai tegang dan siap unutuk dimasukkan ke lubang ibu Gimun yang berusia 40 tahun itu.

Begitu aku sampai, langsung ibu Gimun membuka celanaku dan memasukkan kontolku ke mulutnya dan menjilati serta mengisap-isapnya sampai dia puas. Dia pun kurebahkan di tanah dan memasukkan kontolku ke ke memeknya dan memompanya, sampai kami sama-sama puas. Dengan mengendap-endap kami berpisah. Aku kembali ke sebuah batu untuk meneruskan memancing dan ibu Gimun entah kemama.

Lagi-lagi sebuah petualangsan yang mengasyikan.

Ketika aku bertanya soal perempuan yang bisa dientot di desa itu, teman-teman mengatakan, ada dua perempuan yang bsia dientot. Salah satunya mereka mengatakan Ibu Gimun. Menurut temanku, hampir semua pemuda desa sudah pernah mengentot ibu Gimun yang dalam sehari bisa menerima 5 sampai enam batang kontol. Ibu Gimun memabg hyper seks dan suaminya sudah tak bisa memenuhi hasrat ibu Gimun.

Yang kedua adalah isteri kepala desa yang sama genitnya dan sama-sama hyper seks. Aku tersenyum, betapa nikmatnya kawan-kawanku menggilir kedua perempuan itu.,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts