KARENA MEMERGOKI ADIKKU DAN PACARNYA

Hesti Adikku

Halo semua, namaku Rama. Umurku, 25 tahun, belum menikah dan saat ini bekerja sbg Graphic Designer disebuah perusahaan advertising di Kota ku. Tinggiku 170cm dgn berat badan 71kg. Aku ingin menceritakan pengalaman gilaku dengan adikku sendiri, yah dengan adik kandungku. Namanya Hesti, usianya terpaut dua tahun dariku, dengan tinggi 165cm dan berat 66kg, dia baru menyelesaikan studynya sebagai sarjana pertanian disebuah kampus di Bandung. Saat ini dia masih menganggur, kegiatannya sehari-hari hanya membantu bisnis kue kering ibuku. Hesti sendiri berpenampilan biasa saja, tak istimewa. Tapi entah kenapa belakangan ini tubuhnya semakin enak dilihat, apa karena pertumbuhannya menuju kedewasaan atau apa, yg pasti pandangaan mataku sering tertuju pada kedua bukit kembar yg menggantung didadanya, yg dirumah hanya sering tertutup kaus oblong tipis, namun aku hanya sebatas melihat.
Sejujurnya, tak pernah terbesit dalam diriku untuk melakukan tindak asusila dengan adikku sendiri, namun sebuah kejadian inilah yg mengubahnya.

Ceritanya sejak sabtu pagi adikku sudah pamit untuk keluar bersama kekasihnya, katanya ada kumpul dengan kawan-kawan lamanya di SMA. Pacar adikku adalah kawan SMA-nya, walau baru tiga bulan ini sepengetahuanku mereka jadian. Aku sendiri baru putus dengan Yulia karena dia dimutasi kerja ke Manado sana, kami memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami karena sepakat tak bisa LDR.
Hari itupun aku juga punya janji untuk nonton box office terbaru bersama kawan-kawanku. Singkat cerita siang hari aku berangkat, kami berjanji untuk langsung bertemu di TKP. Sampai di XX* kami langsung membeli tiket film FF8, film yg sudah kami tunggu, aku dan kawan-kawan suka film ini karena kami penggemar otomotif.
Karena film baru dimulai setengah jam lagi, kami memutuskan untuk jalan-jalan sebentar, ketika aku melirik ke arah loket tiket aku melihat Adikku Hesti sedang mengantri bersama Panji pacarnya. Tampak Hestui memakai jilbab ungu dgn blus lengan panjang biru donker. Saat itu juga baru aku sadar bahwa pantat adikku yg tercetak dalam jeans birunya cukup enak juga dilihat oleh mata pria, aneh padahal dirumah dia yg selalu memakai celana basket malah selalu luput dari mataku.
Hufftth, kenapa harus ada dia juga. Yap, pasti kalian semua paham betapa tak nyamannya bertemu saudara apalagi sekandung ditempat seperti ini, bikin kita risih dan seolah ruang gerak kita terbatas. Aku memutuskan untuk cuek dan pura-pura tidak melihat, kami melangkah menuju toko alat musik sambil membunuh waktu. Tak terasa film akan diputar sepuluh menit lagi, dan kami memutuskan untuk segera kembali ke XX*.
Singkat cerita aku dan kelima temanku sudah duduk manis dalam gedung bioskop, kebetulan aku dapat kursi dipaling pinggir dekat jalan, seketika lampu dimatikan dan kami siap menikmati film. Baru sekitar lima menit film diputar, ada dua orang yg nampaknya datang terlambat baru duduk dikursi tepat didepanku, aku acuh saja awalnya, hingga aku mendengar suara dering Hp yg sangat familiar, hp ini menggunakan lagu taylor swift “Red” sbg nada panggilan masuknya, “kayak Hp si Hesti” kataku dalam hati. Karena penasaran aku dekatkan kepalakus dgn mencondongkan badanku kedepan, kudengar suara seorang wanita sedang menerima telpon, kendati lirih dapat kupastikan kalau itu Hesti.
“Aduuh, kok bisa kebetulan gini ya, bikin risih aja deh”
Aku merasa terganggu dgn adanya Hesti tepat didepanku, walau aku yakin dia belum menyadariku ada dibelakangnya. Tapi yasudahlah, aku tak mau kehadirannya merusak fokusku untuk menikmati film, kembali kumencoba memusatkan perhatianku pada film.
Ditengah film aku merasakan kepala Panji semakin bergerser ke arah adikku, aku dapat melihatnya jelas karena kebetulan sandaran kursi bioskop ini masih cukup jelas untuk memunculkan kepala belakang orang yg duduk.
Awalnya aku biasa karena kupikir dia hanya ingin ngobrol atau menyandarkan kepalanya. Tapi yg terlihat tangan panji mencoba meraih kepala adikku yg masih berbalut kerudung, dan kulihat jelas kepala adikku kini menghadap kearah panji, lalu deg!! Aku melihat wajah mereka saling semakin dekat, dekat dan kini malah tak ada jarak lagi diantara kedua kepala mereka. Shit! Apa panji sedang mencium adikku? Lagi-lagi aku condongkan badanku kedepan mencoba memperjelas pandanganku atau mendengar sesuatu dari kursi Hesti.
“Sayang, dibuka dikit mulutnya biar enak”
“iih, udah nji, aku risih, belum biasa”
Lirih namun terdengar jelas, rasa amarah seketika memenuhi diriku, ingin rasanya saat itu juga kuhajar panji habis-habisan, namun situasi dalam bioskop seperti ini mana mungkin, aku sebisa mungkin mencoba menahan emosiku, aku akan beri Panji pelajaran setelah ini.
Aku masih larut dalam amarahku saat kepala panji dan hesti kembali tak berjarak, aku yakin mukaku sudah merah padam saat ini. Beraninya Panji, Hesti juga sama, akan kuadukan dia pada ibu dan bapak. Bukan apa-apa kawan, keluargaku mengajarkan kesopanan dan ketaatan sejak kami kecil, orangtuaku kuakui sedikit kolot soal gaya hidup modern, namun gaya hidup seperti itu sedikit tertanam dalan jiwaku, dan berhasil menyelamatkanku dari pergaulan yg tidak baik. Aku sendiri memang sudah tiga kali berpacaran, tapi jujur kawan yg aku lakukan hanya sebatas berpegangan tangan, kenapa? Karena pacar-pacarku adalah tipe anak rumahan yg penurut, aku mencari yg seperti ibuku, jadi tak ada cerita aku mencium bibir wanita sampai usiaku saat ini.

Selesai film aku sebenarnya berniat langsung melabrak Panji dan Hesti, namun kawan-kawanku mengajakku makan, aku tak bisa menolak, aku putuskan nanti dirumah saja, sekalian Hesti disidang bersama ibu dan bapak.
Aku sampai dirumah malam hari karena aku dan teman-teman nongkrong di kafe langganan, sekitar jam 10 aku sampai dirumah. Bapak dan ibuku ada diruang TV sedang menikmati sajian musik dangdut akademi favorit mereka, sedangkan Hesti kutemui sedang cekikian menelpon diteras samping sebelah mobil kami terparkir.
Setelah mandi dan bersih-bersih aku menghampiri adikku yg sedang tengkurap sambil menonton film korea dikamarnya dilantai dua, pintunya terbuka sedikit jadi aku bisa dengan mudah masuk, saat itu Hesti memakai kemeja piyama tipis serta celana street pendek. Adikku sedikit terkejut melihatku masuk, lalu dia bangkit dan duduk ditepian ranjangnya.
“Kak Rama, ada apa kak?”
“Kakak tau kamu ngapain aja didalem bioskop tadi” kataku dengan nada tegas dan mencoba bermimik serius. Mendengar kata-kataku adikku tampak sangat terkejut.
“bioskop? Bioskop mana kak?”
“alaah kamu ga usah ngelak, kakak liat kamu tadi sama panji nonton, kakak duduk pas dibelakang kamu. Kakak tau tadi panji cium-cium kamu iyakan?”
Adikku semakin kaget, tampak sekali raut kecemasan mulai timbul diwajahnya.
“eeh, kak.. Akuu..” kata adikku dgn nada ketakutan, membuatku semakin diatas angin.
“udah ayo keluar, biar bapak sama ibu yg mutusin hukuman buat kamu”
Mendengar hal itu tiba-tiba Hesti bangkit, sambil memegang tanganku dia mulai menangis dan memohon kemurahan hatiku.
“kak pliss jangan kak, aku takut kalo ibu sama bapak tau. Pliss kak..”
“gak Hes, tadi aja kakak sebenernya udah panas banget d dalem bioskop, kalo ga ditempat rame udah kakak hajar itu Panji”
“kak, maafin aku, pliss kak, aku mohon. Kalo kakak mau mending kak Rama aja yg pukul aku sekarang, tapi jangan ibu sama bapak”
Yah ketakutan adikku memang bisa dimaklumi, meski orangtuaku adalah orang yg baik dan penyayang, tapi mereka benci hal yg melanggar norma, bisa saja mereka marah besar. Dulu sekali saat aku tertangkap tangan menbawa vcd porno milik temanku aku dihajar habis-habisan dgn ikat pinggang bapakku, lalu aku dgn pasrah dikurung d gudang dari siang hingga subuh. Sedang Hesti ketika SMP pernah tak langsung pulang sekolah sampai jam sembilan malam tanpa izin ibuku, begitu sampai rumah ibu langsung menjambak adikku, beliau berdalih seorang perawan tak layak keluyuan seharian. Sejak itu kami jera, adikku mungkin mengingat bapak dan ibu kalap seperti itu membuatnya takut setengah mati.
“Kak pliss, aku mau ngelakuin apa aja biar kakak gak ngaduin aku sama ibu”
Kata adikku sambil dia bersimpuh dilututku. Sebenarnya aku masih emosi, namun bagaimanapun Hesti juga adikku, melihatnya sampai memohon seperti itu aku jadi iba.
“yaudah, untuk sekarang kakak maafin. Tapi kamu jangan ulangin lagi. Tapi kamu harus putusin cowok brengsek kayak Panji ya. Kalo kamu ga putusin, kakak sendiri yg maksa dia putusin kamu”
Wajah takut adikku perlahan menghilang, dia sedikit tersenyum dalam tangisnya.
“iya kak, aku janji bakal putusin dia.. Aku bener-bener minta maaf. Aku nyesel..”
“pokoknya awas kalo sampe kakak tau kamu ngelakuin kaya gitu lagi. Lain kali ga ada ampun. Udah bangun”
Adikku masih sesenggukan ketika dia bangkit dari simpuhnya dikakiku, lalu duduk ditepian ranjangnya.
“Sekarang coba kamu jujur, selain ciuman tadi kamu udah ngapain aja sama Panji”
Adikku mengusap airmatanya..
“aku malu kak, takut kalo kakak marah lagi”
“kakak justru tambah marah kalo kamu gak jujur dek” kataku dgn nada sedikit meninggi.
“cerita kamu udah ngapain aja!”
“Tapi kakak janji jangan marah ya”
Dari ketakutannya aku mengindikasikan kalau dia dan Panji sudah melakukan hal yg lebih menjijikan dari ciuman tadi.
“iya kakak ga akan marah.. Kakak cuma mau yakinin kalo dia itu cowok gak bener”
Tak terasa air mata menetes lagi dipipi Hesti..
“Kamu udah ngapain aja sama si Panji?! Hesti!”
“hiks.. hiks.. Dia pernah minta foto tetek aku kak..”
Deg!! Lagi-lagi rasa amarah membakar diriku, benar-benar kurang ajar anak itu.
“terus kamu kasih?”
“awalnya aku gak mau kak, tapi dia maksa.. Hiks.. Hiks.. Maaf kak aku tau aku salah, aku beneran khilaf waktu itu..”
Aku yakin wajahku merah padam saat itu menahan amarah, namun sebisa mungkin aku tahan, aku masih ingin mendengar cerita Hesti.
“ada lagi?”
“Dia juga pernah minta aku kocokin penisnya.. Terus sekalian dia juga minta masukin penisnya ke mulutku”
“terus kamu kasih?!” kataku dgn jerit tertahan. Adikku makin menunduk, tampak nyalinya semakin menciut. Air matanya masih membasahi wajahnya, sedangkan kedua tangannya sibuk memilin-milin ujung bajunya.
“Sumpah kak, awalnya aku gak mau”
“Kamu kasih dia kocokin? Kamu bodoh atau apa sih Hes?”
“Maafkak, tapi…” Tampak dia agak ragu menceritakannya..
“Tapi apa Hes.. Ngomong sekarang” ancamku sambil memegang pundaknya..
“Tapi.. Waktu aku nolak, panji melukin aku dari belakang, terus dia… Dia.. Remes-remes tetek aku kak.. Aku jadi terangsang, lama-lama gak tau knp aku mau aja ngocokin penisnya dimulut sama ditanganku.. Hiks.. Hikss… Maaf kak.. Maaf”
Entah kata-kata apalagi yg bisa kujelaskan untuk kemarahanku saat itu, namun disisi lain ada perasaan berbeda yg muncul dari dalam diriku. Mendengar cerita Hesti tadi, aku membayangkan bagaimana tubuh Hesti yg cukup ideal ini digerayangi oleh Panji. Aku membayangkan bagaimana Panji meremas-remas payudara adikku, lalu wajah adikku yg innocent itu terjebak antara menolak dan menikmati, aku membayangkan tubuhnya menggeliat menerima remasan tangan Panji, lalu lama-kelamaan Hesti pasrah karena terangsang, serta merta Panji mengeluarkan batang penisnya, dan seperti kerbau yg sudah dicolok hidungnya adikku menurut saat Panji meminta Hesti mengocoknya, membayangkan ekspresi wajah Hesti yg larut dalam birahi menimbulkan sensasi tersendiri dalam imajinasiku. Hingga akhirnya khayalanku sampai saat Hesti mulai mengulum batang penis Panji, tak terasa kini batang penisku menegang dgn sendirinya, gairahku mulai naik, rasa amarahku kini turun perlahan.
“Kak, maafin aku kak. Pliss jangan kasih tau ibu..” rengekan pelan adikku membuyarkan lamunanku. Namun mataku reflek mengarah ke buah dadanya yg sebenarnya nampak tak terlalu besar, namun dengan kemeja piyama yg cukup ketat, payudaranya menonjol menantang. Belum lagi kedua paha adikku yg tak luput dari perhatianku, bagus juga badan Hesti, pikirku saat itu. ”
“Shit! Sadar Rama, dia itu adik mu, adik kandung”
“tapi badannya bagus.. Lumayan lah”
“tetep aja dia adik kandungmu”
“tapi aku juga mau ngerasain”
“Jangan Ram, tabu”
“sy cuma mau megang dikit, gak lebih”
Fuck, nafsuku menang. Birahiku mendengar cerita tadi menimbulkan suatu rencana busuk dalam otakku yg sepertinya ini saat sempurna untuk menggunakannya. Persetan hubungan saudara, masa Panji si bangsat itu yg puas ngenikmatin adek gue, mendingan gue.
“udah itu doang?! Masih ada lagi”
“ehmm… Itu doang kak..”
“berapa kali badan kami digrepe-grepe sama dia?”
“ehm.. Tiga kali kak”
“kapan aja?”
“yg baru aku ceritain itu pas kita lagi d mobil. Terus kedua waktu aku kerumahnya, yg ketiga waktu dipantai kak”
“sampe telanjang?”
“se.. Sekali kak waktu dirumahnya”
“kamu masih perawan kan?”
“masih kak..”
“jangan bohong”
“Sumpah demi tuhan kak, aku masih perawan, emang waktu itu kita telanjang bareng tapi panji cuma gerayangin vagina aku kok kak.. Gak sampe masukin.. Beneran kak”
Shit, cerita yg lagi-lagi membuat birahiku berdesir. Gila juga si Panji ini..
“Kakak percaya kan?”
Aku diam sejenak, lalu mengangguk.
“yah untuk sekarang kakak percaya”
Senyum sedikit merekah diantara wajah sendu Hesti.
“makasih kak, makasih banyak. Aku janji langsung mutusin Panji.. Asal kakak gak ngadu ke ibu sama bapak”
“iya kakak tunggu kabar kamu putus sama Panji. Tapi Hes….”
“Hmm? Kenapa kak?”
“Kalo kamu mau rahasia kamu terjamin, kamu harus mau ngelakuin sesuatu buat kakak”
“Apa itu kak?”
“Kamu harus praktekin semua yg kamu lakuin ke Panji.. Ke kakak”
“maksudnya kak?”
“kamu pernah kocokin punya Panji, sekarang kamu kocok punya kakak”
Adikku hanya bisa ternganga terkejut, tak menyangka persyaratan yg kuberikan, air mata kembali basah Dipipinya.
“Kak.. Kok syaratnya gitu”
“Mau atau enggak..”
“gak mau kak.. Hiks.. Hiks.. Gak mau..”
“yaudah kakak tinggal bilangin ke ibu..”
“jangan kak, pliss.. Apa aja aku lakuin kak asal jgn ini…”
“kamu mau ngelakuin ini ke Panji, tp sekarang sok jual mahal..”
“hiks.. Hikss.. ” adikku tak sanggup menjawabnya.
Aku tersenyum penuh kemenangan, kini aku siap menjadi kakak berengsek buatnya.
Aku perlahan duduk Disamping Hesti ditepi ranjang, tampak adikku risih dengan perlakuanku, dia mencoba menjauh. Aku menahannya dengan melingkarkan tanganku kepinggannya..
“kak. Hikzz. Hikss.. Jangan kak”
“udah kamu tenang aja..”
Aku juga sebenarnya diliputi takut dan grogi yg luar biasa, namun ketika nafsu sudah berkuasa akal manusia jadi tak berdaya. Aku beranikan diri mengeluarkan batang penisku yg baru setengah menegang, berharap adikku mau membuatnya on seratus persen lewat servisnya. Melihatku mengeluarkan senjataku, Hesti menutup mukanya dengan kedua tangannya, tangisnya semakin menjadi.
“Kak, gak mau.. Heuu.. Heu…”
Aku tak kehabisan akal, aku mencoba cara Panji, dia memancing gairah adikku. Aku perlahan mendekatkan wajahku kekepalanya, dan mulai menciumi rambutnya, dia mencoba menjauh lagi, namun tanganku masih menahan pinggangnya. Tangankupun langsung naik, meraih kedua payudaranya, dan langsung kuremas perlahan..
“kakk..! Ehmmm.. Jangan!” pekik adikku, tubuhnya terlonjak ketika tanganku tiba-tiba meremas dua bukit kembarnya, tangannya pun memegang tanganku mencoba melepaskannya, namun tenanganya lemah, mungkin lelah akibat menangis dan Bercerita yg menguras emosi tadi. Buatku sendiri ini pertama kalinya aku menyentuh payudara wanita, baru kutau betapa empuk dan kenyalnya, walau payudara Hesti tak terlalu besar, kutaksir hanya sebesar nasi di KF*C, namun tetap saja terasa menyenangkan ditanganku.
“ehmm. Kak.. Jangan kak.. Udahan” rengek adikku, masih mencoba melepaskan tanganku dari dadanya, namun aku mulai merasakan nafasnya menderu, tubuhnya mulai bereaksi aneh, penisku semakin menegang, apalagi gesekan tubuh Hesti yg sesekali menyenggol penisku membuat nafsuku sampai diubun-ubun, ciumanku yg sejak tadi hanya menciumi rambutnya kini turun kelehernya..
“euuh.. Kak.. Jangan kak.. Udah.. Heu.. Heu..” kata Hesti dalam sisa tangisannya.
“Kalo mau cepet mending kamu langsung kocokin penis kakak..”
“Hikss.. Hikss.. Kak Rama jahat.. Heuheu”
Kurasakan tubuh adikku mulai menggeliat, kendati mulutny masih sesenggukan tapi aku yakin birahinya mulai naik, terbukti tak berapa lama dia menyentuh batang penisku.
Serrr! Baru kali ini penisku disentuh, darahku berdesir, ditambah lagi kini tangan adikku mulai menggenggam penuh batangnya, seketika tubuhku bergetar..
“ezzzhh!!!” lenguhku sendiri..
“yah buruan kocok dek.. Ehmm” kataku yg dikuasai nafsu ini.
Adikku mulai mengocok batang penisku, sedang tanganku masih bermain pada dua payudaranya. Kini bukan hanya tubuh hesti saja yg mulai meliuk, tubuhku juga bereaksi seirama dengan kocokan Hesti yg mulai naik temponya. Gila, belajar dari mana dia, nikmat sekali rasanya, aku menduga ini karena memang jemari adikku yg lentik, sempurna untuk memuaskan hasrat lelaki. Nafas kami semakin memburu, aku masih menciumi leher Hesti, menghirup arona tubuhnya, sedangakn Hesti sendiri membuang muka kekiri, namun dari pantulan kaca aku melihat ekspresi wajahnya aneh, matanya terpejam sambil menggigit bibir bawahnya, tak tampak lagi airmatanya, pasti ini tanda bahwa dia juga sudah dilanda birahi tinggi. Kuberanikan untuk meraba vagina adikku yg masih tertutup celana basketnya, aku ingin kami saling mengocok, tangan kiriku pun turun dan mencoba masuk kedalam celananya, kali ini Hesti tak menolak, malah dia meregangkan kedua pahanya memberi ruang buat tanganku masuk dan…
“eerrmmmh kakkhh..”
Tubuh Hesti terlonjak hebat ketika jari tanganku mulai menyentuh bulu halus kemaluannya, kocokan tangannya semakin spartan, tak membuang waktu aku turunkan lagi tanganku hingga akhirnya tibalah dibibir vaginanya, kurasakan tembem sekali dagingnya, dan segera saja aku mulai kocokanku dengan jari tengahku memainkan klitorisnya..
“euurggh kagghh.. Ehhmm..” Racau Hesti, kini tangan kirinya yg tidak mengocok meremas tanganku yg ada d vaginannya.
“ouuh kaghh.. Euuh..” mulut adikku kembali meracau, akupun meracau, kami saling mengocok kemaluan kami masing-masing. Sungguh nikmat sekali rasanya, dan kini aku bisa menyaksikan langsung ekspresi wajah adikku saat dilanda birahi, aneh memang, tapi menimbulkan sensasi tersendiri, mungkin karena dia saudara sekandung.
Beberapa lama kocokanku aku merasakan ada cairan muncrat dari vaginanya, adikku mengejan hebat sambil merobohkan badannya kearahku..
“orgghh kak Rammaa.. Oruuhh.. Ouuh”
Kulihat pinggangya berkedut beberapa kali tanda dia dilanda orgasme hebat. Aku sampai meringis karena penisku sempat diremasnya keras..
Tak berapa lama, Hesti mencoba mengatur nafasnya, kepalanya bersandar pada dadaku.
“enak ya dek?” kataku menggoda, hesti tak menjawab.
“lanjut dong kocoknya, masa kamu duluan yg keluar, kakak belom.”
Langsung saja Hesti bangkit, namun kali ini dia langsung mendorong tubuhku agar berbaring diranjangnya, lalu dia naik keatas tubuhku, wajahnya didekatkan kebatang penisku dan… Langsung dia memberikan servis blowjob pada penisku, entah apa namanya ini tapi yg pasti ini rasa nikmat pertama ketika penisku masuk kedalam mulut seseorang, gilanya ini mulut adikku sendiri. Rasanya hangat, basah dan kenyal ketika lidahnya menyenggolnya. Aku mulai melenguh keenakan, kubiarkan adikku memuaskanku, kakaknya sendiri. Servisnya benar-benar luar biasa, tak hanya menjilat, dia mengemut, penisku dari ujung bahkan sesekali buah zakarku, entah belajar dari mana dia, tapi ini luarbiasa. Hingga tak berapa lama aku mencapai puncak.
“dek, kakakgh.. Mau keluar”
Hesti bangkit, melepaskan penisku dari mukutnya dan kini tangannya kembali mengocok penisku sampai aku merasa panas pada ujung batang penisku, dan kusemprotkan spermaku hingga membasahi perut, seprai, dan tangan adikku.
“oouuh” aku mengambil nafas kenikmatanku, servis adikku sungguh luarbiasa, pantas saja si Panji ketagihan.. Kini Hesti berbaring membelakangiku, tampak dia mencoba merapikan pakaiannya yg acak-acakan. Dan lagi-lagi kudengar tangisnya lirih, menimbulkan rasa bersalahku. Ah sial, kenapa penyesalan selalu datang terlambat, kini rasa sesal itu meliputiku, apa yg sudah kuperbuat? Aku baru saja melakukan perbuatan nista ini dengan adikku sendiri. Aku bangkit dari ranjangnya, memasukan penisku lagi kedalam celanaku, lalu mencoba mendekati Hesti diujung ranjang..
“dek, maaf.. Kakak tadi salah..”
Mendengar permintaan maafku tangisannya malah semakin menjadi, ah ini bukan saat yg baik untuk berbicara, aku memutuskab untuk berdiri dan meninggalkan adikku.

Part 1 End
Update?! Gimana respon dehhh

Related posts