Shinta Dokter Kepolisian Yang Akhirnya Kupersunting
Halo member semproter yang berbahagia, setelah lama menghimpun ide buat bikin cerpan (cerita panas) akhirnya kesempatan perdana buat posting datang juga
Mohon jngan di kalo ceritanya kurang bagus hehe
mau menyampaikan kritik atau saran jg monggo asal jgan ribut manggil pasukan tapir/julungjulung/pesut/kijang bunting ya
nikmatin
Perkenalkan Namaku Bima Seno, umur 27, tinggi badanku 170 cm. Kini Aku telah menikahi dengan Shinta Dewi, 31, yang bekerja sebagai dokter kepolisian (Dokpol) di salah satu RS Polri di Kotaku. Kami telah dikaruniai seorang putra yang sangat kami sayangi terlepas dari lika-liku bagaimana Aku mendapatkan Shinta yang sebelumnya adalah istri seorang Briptu. Kisah ini berawal ketika Aku sedang mengurus surat bebas narkoba untuk memenuhi syarat administrasi pekerjaan yang akan kulamar 2 tahun lalu. Hari itu (Senin) juga banyak pemohon yang ingin mengurus surat tersebut. Maklumlah itu disebabkan perusahaan yang sedang membuka rekrutasi adalah BUMN ternama di bidang pertambangan. Benar juga, hampir 8 jam sejak berangkat pukul 9 pagi Aku baru mendapatkan surat tersebut. Selain karena ramai pemohon, saat akan diproses lebih lanjut ke kepala Urusan Dokpol secara kebetulan ruangan tersebut sedang dipergunakan untuk tes DNA orang lain. “Mas Bima, maaf yah bila menunggu sekitar 1 sampai 2 jam lagi soalnya ruangan Dokpolnya masih digunakan untuk Tes DNA. “Mohon sabar yah”, kata Shinta. “Ohh, nggak masalah mbak (karena dia masih terlihat muda), apa ada nomor yang bisa Saya hubungi ketika sudah selesai nanti ?”, sahutku. “Mmmm, nanti Masnya datang lagi ke sini sekitar pukul 16.00 yah”, timpalnya tanpa memberikan nomor ponsel.
“Sial, kenapa pake molor sih”, gerutuku dalam hati. Daripada harus suntuk berlama-lama kuputuskan untuk menunggu sambil ngopi di kedai yang lokasinya tidak jauh dari RS. Dua gelas kopi telah menjadi menu pengganti makan siang selama menunggu. Pukul 15.50 Aku segera beranjak dari bangku sembari menyodorkan beberapa lembar uang untuk membayar. Saat masih berada di lobi ke arah ruangan Dokpol, tiba-tiba terdengan panggilan dari ruangan lain yang kulewati. “Mass, Maas ini suratnya sudah jadi. Legalisirnya besok aja soalnya petugasnya udah banyak yang pulang. Kebetulan Saya juga mau pulang”, katanya dengan tersenyum. “Ya sudah mbak, kalau begitu besok Saya kesini lagi, terima kasih”, jawabku.
Ketika berjalan keluar untuk menuju parkir kendaraan Aku sempat berbasa-basi dengan Shinta hingga ku ketahui bahwa dia sudah menikah 3 tahun. Seakan belum cukup penderitaanku, cuaca seketika berubah tidak bersahabat. Hujan turun dengan sangat deras sementara juga berhadapan dengan situasi dilematis dimana Shinta sedang menunggu jemputan oleh Sang Suami yang bekerja di kantor yang berbeda. Aku menjadi tak tega melihat ada wanita cantik berhijab sedang menunggu dalam kondisi itu. Berkali-kali dia menelpon Suaminya tetapi taka da jawaban sekalipun. Lantas kuberanikan diri untuk mengantar pulang kepadanya. Namun, dia selalu menolak dengan alasan takut merepotkan. “Aku sama sekali nggak kerepotan kok mbak lagian rumah mbak kan searah dengan rumahku”, kataku membujuk. “Siapa juga sih laki-laki yang tega liat mbak kayak gini”, tambahku tersenyum. “Terima kasih mas, bentar lagi dia njemput kok”, jawabnya. “Oke, tapi gak keberatan kan kalo ditemenin?”, kataku. “Iya, tp Masnya juga gak keberatan kan nemenin Shinta?”, jawabnya. “Seribu persen nggak lah mbak itung-itung tadi kan udah dibantu ngurus surat ini hehe”, kataku melucu.
Hampir satu jam kami menunggu hingga petang dengan keadaan hujan yang masih belum berhenti. Kutawarkan untuk mengantarnya sekali lagi. “Gimana mbak, udah lama nih nungguinnya, masih mau nunggu apa diantar?”, tanyaku. “Ya udah deh diantar Mas aja, tapi beneran gak ngrepotin kan?”, Tanyanya. “Kalo tadi udah dibilang seribu persen sekarang dua ribu persen deh biar Mbak Shinta yakin”, jawabku nyeleneh. “Hihihi, ihh si Mas jadi ngambek yaah”, guraunya. Hanya butuh 10 menit Aku mengantarnya di kawasan Perumahan Pondok Asri dan berpisah hanya dengan senyuman dari wajah kami.
Keesokan harinya Aku berangkat ke RS lebih awal 1 jam biar gak nungguin lama seperti kemarin. Saat akan memasuki ruangan Dokpol untuk melegalisir surat, kulihat Shinta sedang sarapan di ruangan laboratorium yang bersebelahan dari ruangan Dokpol. Karena masih menunggu petugas administrasi, kuhampiri Shinta yang saat itu memang masih belum banyak pekerjaan. “Selamat pagi dok, nikmat banget sarapannya”, celotehku. “Oh, ya Mas mumpung ada waktu buat sarapan jadi ya dinikmati aja”, jawabnya tersenyum. “Trims ya mas udah nganterin Shinta kemarin”, katanya. “Oke mbak, sering nganterin mbak juga ayo aja kok”, candaku. “Ntar jadi tukang ojek donk hihi”, jawabnya. “Kalo yang dianterin cantik sih rela gak dibayar kok, asal dibeliin sarapan kaya itu, hehe”, jawabku. “Mas nya belum sarapan yah?”, tanyanya. “Ntar aja mbak, biasa gak sarapan soalnya cuman tadi makan roti dikit pas di rumah”, jawabku. “Kebetulan Shinta punya lagi, ini sih punya temen tapi dia lagi gak masuk kerja hari ini Mas. Takutnya mubadzir kalo gak kemakan”, katanya. “Oh, terima kasih nggak usah Mbak tadi bercanda aja kok”, jawabku. “Beneran deh, makan aja kan enak ada temen makan di sini”, jawabnya tersenyum manis. Sontak tangannya menarik lenganku untuk duduk disampingnya sembari disodorkan sebungkus nasi campur kepadaku. Karena menghargai perasaannya, kusempatkan diriku menemani sarapan berdua di dalam Laboratorium.
Hanya setengah jam menemaninya sarapan kemudian bergegas untuk melihat surat yang akan kulegalisir tanpa lupa berterima kasih kepada Shinta atas sarapan “romantisnya”. Setelah mengambil surat itu, Aku langsung menuju parkiran motor untuk pulang. Kulihat Shinta berjalan melintas menuju ke ruangan UGD. Tanpa pikir panjang kutuliskan nomor ponselku pada sobekan kertas dan buru-buru kuhampiri Shinta. “Dok, ini kalo butuh tumpangan lagi”, kataku sambil nyelonong pergi karena malu. “Gak yakin deh kalo dia bakalan ngehubungin balik”, gumamku dalam hati.
Malam harinya, tak kusangka Shinta mengirimkan sms yang sekedar basa basi atau canda-candaan. Untuk mengisi waktu luang malam itu, Kami saling mengirim pesan singkat sampai larut malam. “Mbak apa gak takut sama Suami kalo ketahuan sms denganku?”, tanyaku. “Nggak sih Mas, selama yang nggak aneh-aneh dan lagian seharian di kantor tadi Santi kesel gara-gara temen-temen kantor jadi butuh temen yang enak buat ngobrol aja Mas”, jawabnya. Karena lamanya kami ngobrol via sms dan ngantuk yang amat mendera kuakhiri obrolan kami dengan saling memberikan support kepadanya. “Moga Masnya diterima kerja di sana ya, Trims”, pungkasnya.
Dua minggu lamanya Aku sudah tidak mengirim pesan untuknya dikarenakan sedang fokus untuk mengikuti serangkaian tes masuk kerja. Hingga di saat sedang menunggu pengumuman penerimaan yang bakal diumumkan secara online 1 minggu sejak tes wawancara dilakukan, Aku mencoba mengirim sms kepada Shinta. “Mbak apa kabar? Masih sehat kan?”, tanyaku. Beberapa menit berselang, “Alhamdulillah sehat Mas, gimana kabar Mas? Udah lama ya gak smsan hihi”, balasnya. “Aku sehat, ya mbak ginilah keadaannya 2 minggu digeber test di Surabaya, nasib pengangguran kali ya hehe”, jawabku. “Eh, Masnya kan lagi usaha jadi nasib dari pengangguran bisa diubah jadi lebih baik, yang penting semangat aja kan”, jawabnya. “Iya juga, gimana kalo kita keluar wisata kuliner, dibolehin suami kamu nggak?”, tanyaku. “Eeee, beneran Mas, itu sih dibolehin asal dibayarin, hihi”, ledeknya. “Boleh saja, kebetulan lagi ada rejeki buat orang yang membutuhkan kok”, gurauku balik. “Yeee, ngeledek yah, emang Shinta orang terlantar, kapan jadinya Mas?”, jawabnya. “Malam minggu ini gimana?”, tanyaku. “Okee Mas, ketemuan di alun-alun kota aja ya”, pintanya. “Siap dok!”, sahutku. “Apaan sih Masnya”, balasnya.
Hari janjian pun tiba lalu kutunggangi motorku menuju alun-alun kota. Sesampainya disana dia meminta untuk ditemui di taman yang berada di area tengah alun-alun. Oh Tuhan, seakan tak percaya dengan apa yang kutemui adalah sosok wanita yang terlihat lebih cantik dari Shinta yang terakhir kutemui di RS sebulan lalu. filmbokepjepang.com Mataku seolah tak bisa berkedip melihat wajah cantik wanita berhijab yang sedang menorehkan senyum manisnya kepadaku. Kutelusuri tiap jengkal dari kepala hingga kaki yang menunjukkan kepadaku betapa cantiknya Shinta. Balutan baju berlengan panjang yang agak ketat dipadu dengan skinny jeans hitam dan high heels membuatku semakin mematung. Hingga kurasakan cubitan di pinggang yang menyadarkanku. “Kok diem sih Mas, kaya liat apaan sih”, ucapnya cemberut. “Ah, maafin Aku Mbak kalo boleh jujur kamu berbeda dari yang terakhir kita ketemu”, jawabku. “Maksudnya Mas?”, tanyanya. “Mbak cantik banget malam ini, semuanya terlihat serasi”, pujiku. Pujian itu tak pelak membuatnya jadi salah tingkah. “Trims yah Mas, ayo donk makan-makan soalnya jam 21.00 udah disuruh suami pulang”, rengeknya manja. “Ok-Ok, kita cuss”, jawabku mengajak Shinta pergi makan. Karena dia hobi makan bakso, kita memutuskan untuk makan di depot bakso yang cukup dikenal di seputaran kota.
Saat lagi makan, kutangkap raut yang berbeda pada Shinta serta menjadi aneh. Ketika kutanya dia selalu menggelengkan kepala dan menjawab tidak ada apa-apa. “Mbak ini kan malam yang indah kenapa justru sebaliknya terjadi pada kamu?”, tanyaku. “Nggak apa-apa kok Mas, Shinta cuman kepikiran sesuatu aja”, jawabnya membuatku makin penasaran. “Maaf kalo berkenan boleh kok Mbak curhat sama Aku dan janji akan menjaganya dari siapapun”, ucapku. Dengan berbagai upaya yang meyakinkan Shinta bercerita tentang kehidupan rumah tangganya yang banyak menemui cobaan. Dia bilang bahwa Sang Suami sering bersikap egois dan kasar terhadapnya. Hal itu dikarenakan belum diberikannya momongan selama pernikahannya. Namun, hanya dia yang selalu disalahkan atas keadaan itu. “Sabarlah Mbak, momongan itu soal waktu dari Yang Maha Kuasa. Aku yakin semua ini bukan salah kamu”, tenangku. “Mass…”, ucapnya dengan mata berkaca-kaca. Kupegang tangannya dengan ucapan menenangkan emosinya. Segera kubayar makanan karena tidak ingin keadaan jadi tambah runyam di antara orang banyak.
Kubawa dia menuju taman di mana tempat awal ketemuan. Dengan masih terisak ku dekap tubuhnya untuk meredakan tangisnya. “Tenanglah Mbak, Aku disini”, kataku. Beberapa saat kemudian dia menatapku sayu untuk sekian detik yang mengisyaratkan akan sesuatu. Kuusap lembut air mata lalu kucium keningnya dengan ketulusan. “Makasih Mas, kamu baik banget dan perhatian sama Shinta”, gumamnya lirih. Kemudian kami saling bertatapan dan mulai kudekatkan wajahku sementara dia terdiam dan memejamkan mata. Kucium lembut bibirnya. “Mmmhh…Mmmass..shhh”, desahnya. Suara kecipak pagutan bibir kami membuat nafasnya kian cepat dan desahan kian berulang kali terdengar. Aroma nafasnya yang segar seperti bayi kian membangunkan gairahku. Semakin lama kecupan kami menjadi intens dan menggairahkan. Lidah kami saling mengait satu sama lain diiringi gigitan kecil pada bibir bawahku. Dengan tiba-tiba kutarik wajahnya sehingga bibir kami terlepas. “Shinta sayang, kamu rela diginiin dengan orang yang baru kamu kenal?”, tanyaku. “Kamu lembut dan gagah Mas, Shinta rela”, jawabnya manja. Segera kusosor bibir mungil basahnya serta tanganku mulai bergerilya di area boobs-nya. Kupijat lembut dada berukuran 36B montok itu dari luar bajunya.
“Shinta, kamu seksi banget bikin nafsu sayang, emmpphhff”, lenguhku. Kutuntun tangannya menyusuri tubuhku hingga menyentuh selangkangan yang rudalku telah mengacung keras sedari tadi. “Sssshhh….Mass..apa ini kok keras banget, berasa anget Mass”, ceracaunya. ” Ya sayang, terus remes..ahh enak banget Shinta”, jawabku. Dengan gesit kurebahkan dia di bangku taman yang kupikir aman dari ketahuan orang lain karena selain agak luas, sandarannya juga setinggi leher orang dewasa. Kulepaskan satu persatu kancing bajunya dan kusingkap kebawah bra cup yang fleksibel sehingga nampaklah dua buah gunung kembar yang puting pinknya telah menonjol keras. Ku cucup puting nya bergantian dari kanan ke kiri. “Ahhmm, Masnya nakal…isep yang kenceng putingku sayang uhhh…”, erangnya keenakan. Puas memainkan dadanya, bibirku kembali bergerak menyapu tiap jengkal perut ratanya, kemudian kuputar-putar lidahku menyusuri lembah pusarnya. Setiap kukecup lubang pusarnya dia mengerang tertahan. Dipegangnya erat kepalaku ketika bibirku melancarkan aksi pada pusarnya. Lalu dengan perlahan dan penuh perasaan kuturunkan celana jeansnya serta kuciumi area paling sensitif yang masih terbungkus celana dalam warna merah tersebut. Semakin panas sekujur tubuhku ketika menghirup aroma khas Miss. V wanita yang telah basah karena rangsangan yang menggelora dariku.
“Aaahhh..sshhh..kamu pinter banget Mas buat Shinta gak karuan…terusin di situ Mas sayang…eehhmm…”, pintanya. Seakan tidak menghiraukan kata-katanya, kusingkap menyamping celana dalamnya yang sudah berlendir lalu ku jilat rekahan merah diantara labia mayora yang telah merekah. Sejurus kemudian kulebarkan labia mayoranya dengan kedua jempolku dan kuhisap halus tepat di lobang peranakannya. Cruup…sluurpp…begitulah bunyi yang timbul dari vagina berlendir yang kusedot-sedot. ” Ahhh Mass..lagi diapain vegiku kok..eenn…nnaakk…akk….ahh Mass Shinta keluaarr”, erangnya kuat disertai tubuhnya yang mengejang hebat. Langsung kusumpal bibirnya dengan ciumanku takut terdengar orang sekitar. “Gimana Shinta sayang, nikmat kan?”, tanyaku. Tanpa bernada dia mengangguk kecil dan menatap sayu padaku. Kemudian dia memasukkan jari telunjuknya dalam mulutnya seraya menjilatinya. Rupanya itu kode bahwa dia ingin melumat tititku yang telah semakin besar dan keras. “Kalo nggak boleh gimana sayang?’, bisikku menggoda. “Eee..kamu curang kita kan harus adil Mas Sayangg..”, balasnya sambil mencubit manja hidungku.
“Oke deh apapun akan kuberikan untuk kamu Shinta Sayang”, kataku. Dengan posisi menindihku bibirnya mulai mengecup halus bibirku lalu merayap turun ke leher, tulang selangka, dan dada. “Mas dada kamu bidang, Shinta suka yang maskulin gini..”, ucapnya. Kuusap lembut pipi mulus wanita berhijab itu. “Suamimu pasti beruntung banget punya istri secantik dirimu dan jago bercumbu lagi”, pujiku. “Tapi malam ini Shinta hanya milik Mas seorang nggak ada yang lain”, imbuhnya. Lalu disapukan ujung lidahnya mengitari areola dan sesekali di sedotnya kuat-kuat putingku lalu dilepaskannya. Perlakuannya yang demikian itu telah membuat sensasi yang luar biasa dalam tubuhku. “Aahhn..oahh enaak sekali Sayang..kamu binal banget Shinta”, erangku. Beberapa lama kemudian pergerakan kepalanya mengarah kebawah dan semakin mendekati tonjolan titit yang telah rindu kebebasan di balik celanaku. Dielusnya lembut dari bawah ke atas. Kemudian dia pencet kepala tititku sehingga mengeluarkan cairan pre cum lengket dan membasahi celanaku. “Kamu piawai banget manjain Mas, ayo dibuka Sayang biar bisa ngerasain isepan kamu”, pintaku tak sabar. “Iya Mas sayang, Shinta juga pengen megang “itu” gedemu kok”, jawabnya penuh nafsu.
Pelan-pelan dia membuka resleting celana dan meloloskannya dari pinggangku. “Iiihh, Mas kok gak pake celdam sih, sengaja apa emang lupa nih yahh..”, katanya sambil tangan kirinya mengusap kepala tititku sementara tangan kanannya mengerjai buah pelirku. “Beneran lupa Sayang, tta..ttaddi kebuuru..burru pas beranggkat”, jawabku sambil menahan kenikmatan. “Bohong dehh…”, godanya dengan mempercepat kocokan pada tititku. ” Ooohh, Shinta Sayang beenerran, suuweerr.aahn..oofft”, rengekku kelojotan. Tanpa persiapan langsung dikulumnya kepala tititku dengan ganas. Seketika mataku terbelalak menerima serangan tanpa peringatan darinya. Seakan tak percaya dengan apa yang sedang kulihat Shinta wanita kalem-cantik-berhijab yang kukenal mengeluarkan sisi liarnya saat sudah terangsang.
Beberapa saat setelah puas Shinta membuatku serasa kesetrum listrik tegangan tinggi berkali-kali. Kini dia menciumku lembut dengan berbisik, “Mas, sekarang gimana? Shinta udah kebelet banget ngerasain “itu”, tapi takut Sayang…”. “Terserah kamu saja Sayang, jika kamu mau lakukanlah”, jawabku. “Gimana kamu yakin ngelakuin ini Sayang?”, ucapku dengan mengecup bibirnya. “He’em Mas”, jawabnya tersipu. Dengan mengambil posisi duduk menghadap punggungnya, kutuntun dia untuk naik ke pangkuanku. Kupelorotkan jeansnya mencapai lutut lalu kutarik menyamping celana dalamnya hingga membuka sebagian vaginanya. Dengan pelan ku tegakkan tititku hingga mengarah pada liang peranakannya. Dengan beberapa kali menggesek-gesekkan kepala titiku pada bibir vaginanya lalu Shinta membuka labianya dengan jemarinya untuk memudahkanku menerobos daging jepitnya. Dan aaahhhssh…terasa begitu sempit nan ketat di dalamnya. “Ooohh Sayang, gede banget konti kamu Sayang rasanya penuh di Akuu..”, desahnya. Mulai kugenjot pelan dengan penetrasi dangkal. Ini bertujuan untuk memancing naik libidonya. ” Aahhss..ahh, Sayang lebih dalem lagi donkk, kumohon Masss oohh”, pintanya mengemis padaku. Dengan perlahan kutarik turun pinggangnya sehingga penetrasi tititku mencapai kedalaman sedang. Sensasi jepitan oleh gerakan otot vaginanya sungguh nikmat tak terperi. “Yeaahh Sayanghh, punyamu ketat banget, kamu memang luar biasa”, ucapku dengan meremas dadanya. “Berasa penuh banget Massh, hampir kena rahimku tapi nikmat”, balasnya melenguh. Benar saja, ukuran tititku yang diatas rata-rata orang Indo memang hanya bisa masuk nya dan itu pun sudah mentok sampai mulut rahim Shinta. Tiap kugerakkan maju, ujung kepala tititku terasa mendesak daging kenyal yang sedikit panas di vaginanya serta lenguhan memekik Shinta terdengar saat itu.
“Ayo Shinta Sayang, Mas pengen digoyang sshhhs..”, pintaku sambil memutar badan Shintalnya menghadapku. “Eeemmhh….eemmhh….ssshhh..ahhhs”, desisnya tak beraturan ketika pinggulnya mulai bergerak maju mundur serta memutar. Kuatur pikiran serta nafasku sekuatku agar pertahananku tidak jebol lebih cepat. “Yaa.. sayanghsh..begitu..ayoo empott terus tititku Shinta cantikk”, ucapku sambil meremas bongkahan pantat bulatnya. “Uuuhhh..eemhh..ssshh ahh Shinta gak kuat Mmmasss…Siin..ttt…ttaaa..kkkeeluaarr…aammmpphh”, derunya langsung memagut kuat bibirku. Cengeraman kencang kuku jarinya terasa menyakiti kulit punggungku. Tapi Aku senang sudah menjebol pertahanan Shinta untuk kedua kalinya. Kurasakan nafasnya yang tersengal akibat big O barusan. “Kamu gak apa-apa kan Sayanggh..?”, tanyaku berbisik. “Hassh..haahs..hhhassh..he’em Sayaangssh”, jawabnya lemas. “Sekali lagi boleh yahh Sayang, kan Aku belum keluar..”, pintaku.
Kugerakkan maju mundur kembali pinggulku secara perlahan. Semakin lama semakin kupercepat hingga kurasakan kembali otot vagina Shinta yang kembali menjepit ketat. Tak jarang cairan lubrikasi putih kental muncrat membasahi perutku. Belum lama meraih orgasmenya, Shinta kembali memagut bibirku dan tubuhnya menegang. “Tahann Sayaanggh…Mmass juga maau keeluarr..aaahhh…siall sempit banget di dalam kamu”, erangku kembali. Semakin ku maksimalkan genjotan tititku karena terasa akan meledak dari dalam diriku sebentar lagi. “Haaahs..haah..yaah ya, ayo Sayang kamu bisa..ssshh….arrghhh”, gumamku tak terkendali. “Aaaaaaaaahhhhhhss… Mmaaasshh”, teriaknya. Creeeeettt…creeett..creet.cret, langsung kedekap tubuh dan kupagut kuat bibirnya seiring kurasakan kenikmatan ejakulasi hebat. Kedutan otot alat genital kami seakan melepaskan setiap persendian tulangku.
Sambil membersihkan ceceran cairan kenikmatan dalam pertarungan yang baru saja terjadi, kulirik jam tanganku yang telah menunjukkan pukul 20.45 malam. Kemudian kugandeng dia untuk mengajaknya pulang meski tubuhnya sedikit sempoyongan. Seminggu setelah itu, kabar baik datang menghampiri dengan adanya namaku di pengumuman online yang tak lain adalah Aku telah diterima bekerja di perusahaan top tersebut. Kebahagiaan ini akan semakin lengkap jika Shinta kuberi tahu melalui kejutan. Namun, berkali-kali ku kirim pesan singkat tak ada balasan sama sekali. Kekhawatiran akan terjadi hal buruk padanya seketika menyerang. Namun aku tidak bisa melakukan apa-apa karena pikirku akan menambah buruk keadaan bila Aku bertidak sembrono. Keadaan gamang inipun terjadi selama hampir dua minggu lamanya. Hingga akhirnya kudapatkan pesan pendek dari Shinta yang ingin Aku menemuinya di tempat kami bercinta dulu. Dengan keadaan yang serba takut ku bergegas untuk menemuinya.
Sesampainya di tempat, aku melihatnya duduk tertunduk sendirian. “Sayang, apa yang terjadi dengan kamu”, tanyaku khawatir. Kulihat dia menangis dan langsung memelukku erat. “Ayo cerita Shinta Sayang, kamu kenapa?”, tanyaku kembali. “Suamiku menceraikanku Mas, Shinta nggak terima ini semua”, jawabnya. “Oh Sayang, tentu ini sulit untukmu tapi kamu masih punya Mas di sini jadi jangan sedih lagi yah.”, hiburku. Sambil mengusap lembut pipinya kukatakan hal yang mungkin adalah gila bagiku. “Sayang, Mas berpikir mungkin keadaan ini adalah karena Mas yang tidak seharusnya berbuat lebih jauh denganmu. Namun, jika kamu berkenan ijinkan Mas untuk menebus semua kesalahan ini dengan mendampingi hidupmu dalam satu janji kesetiaan sehidup semati. Satu kabar baik lagi untuk kita bahwa Mas sudah diterima bekerja di perusahaan itu”, terangku. Dengan berlinang air mata Shinta pun memelukku dan “Maass, Aku mau hidup bersamamu dan bersyukur bisa memilikimu seutuhnya”, jawabnya terisak.
Nb: Ternyata saat Shinta kuajak jalan, Dia beralasan kepada Suaminya untuk pergi belanja dengan teman kerja. Hehehe,,,,,,,,,,,,,,