THE QUEEN OF HEARTS
“Anak jalanan kumbang metropolitan
Selalu ramai dalam kesepian
Anak jalanan korban kemunafikan
Selalu kesepian di keramaian.
Uyeeaahhhh….
Tiada tempat untuk mengadu
Tempat mencurahkan isi kalbu
Cinta kasih dari ayah dan ibu
Hanyalah peri yang palsu.
Yehhh… Yehhhh… Yeahhhh….
Anak perawan kembang metropolitan
Selalu resah dalam penantian
Anak perawan korban keadaan
Selalu menanti dalam keresahan.
Oouuuoouuuhhhh… Ahaayydekkk…”
Senandungku untuk menyemangati pagi hariku saat berkendara menuju kampus tercinta yang tidak kusayangi.
Sesampainya di parkiran, aku tidak langsung turun, melainkan bercermin dulu melalui kaca spion tengah. Aku menata rambut agar terlihat lebih keren dan tidak lupa memakai kaca mata hitam agar ketampanan dan kegantenganku meningkat menjadi 1000%.
“Astaga, aku ganteng dan keren banget. Wanita mana coba yang tidak tergoda pesonaku?” seruku saat melihat bayangan diriku yang super kece.
Dengan percaya diri aku pun turun dari mobil dan melangkah menyusuri lorong kampus. Percaya diriku meningkat saat menyadari ada puluhan mata yang memandangku dengan takjub. Mungkin mereka sedang mengagumiku dengan hati bertakbir karena Sang Khalik telah menciptakan pemuda sesempurna diriku.
“Bram…! Tunggu…!!” teriak seseorang sambil setengah berlari ke arahku.
“Oeee…” jawabku seadanya.
“Kamu mau kemana?” tanyanya.
“Ke kantin, mau ngopi.” jawabku santai.
“Dodol anak ini, kan hari ini kita ada kelas Pengantar Akuntansi 2.” ujarnya mengingatkan.
“Kepalaku pusing, Nit, tadi di rumah aku belum sempet ngopi.”
“Gak bisa! Ayo masuk kelas!” serunya tegas.
“Aku ngopi dulu bentar ya.” mohonku sambil menatap wajah manisnya. Aku memasang wajah memelas sehingga kegantenganku berlipat, “Bentar kok, cuma 5 menit doang.”
“Kagak pakai acara ngopi-ngopian.”
“Aduh… Duh… Duh… Sakit, Nit….”
Jewerannya mendarat dan kupingku langsung diseret menuju kelas PA2. Cuuuk…!!! Jatuh deh harga diriku. Apalah artinya ganteng kalau aku tak bisa berkutik di depan seorang cewek seperti ini. Sialnya aku tidak bisa melawan. Aku hanya bisa meringis sambil mengikuti langkahnya.
Aku sangat yakin kalau saat ini pasti ada puluhan mata yang tertuju ke arahku. Bedanya, mereka bukan lagi mengagumi ketampananku, melainkan sedang menertawakanku.
“Aduh, telingaku sakit, Nit.” protesku sambil berusaha melepaskan tangannya yang masih saja menjewerku.
“Biarin, biar sekalian telinganya copot!” sahut Nita tanpa mempedulikan rintihan dan ringisanku.
Emmmm…. Bentar-bentar!! Kok kayaknya ada yang kurang ya, dengan cerita ini? Apaan ya?? Astaga naga dasar penulis dodol masak dia lupa ngenalin tokoh dalam cerita yang dia tulis… Hadeehhh..!! Zzzzzzzzz!!!
Makanya kalau nulis cerita itu dikasih prolog agar para pembaca mengenal para tokoh, karakter, konflik, dan sipnosis lakonnya sejak awal. Prolog juga berfungsi untuk menarik perhatian pembaca dan membuat mereka semakin penasaran dengan isi cerita yang kita tulis. Lah ni cerita, sudah prakatanya tidak jelas, tidak ada prolog pula. Terus siapa coba yang mau baca cerita ini?! Penulis dodol… IDIOT.
Sudahlah daripada membuang-buang energi dengan membahas penulis yang idiot dan amatiran, lebih baik aku memperkenalkan diri kepada kalian para pembaca, agar kalian mengenal siapa aku.
Hal pertama yang perlu diketahui tentang aku: Namaku Bramantyo Berbudi Pekerti Luhur. Aku adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri di kota Surabaya, angkatan tahun 2018. Dan cewek yang sedang menjewer telingaku adalah Anita Kusumaningsih.
Kalian boleh memanggilnya Ani, Nita, Kusuma, Maning, Ningsih, atau apapun, tapi aku lebih senang memanggilnya Nita.
Anita Kusumaningsih, cewek cantik yang menyeramkan dan kalau berbicara suka ceplas- ceplos adalah teman seangkatanku di kampus. Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa aku bilang kalau Anita adalah wanita cantik yang menyeramkan. Nanti juga kalian akan tahu dengan sendirinya, betapa sangat menyeramkannya seorang Anita Kusumaningsih.
Dia bagaikan sesosok hantu cantik yang selalu membayangi hidupku. Aku menyebutnya begitu karena dia memang cantik namun juga menyeramkan seperti hantu. Dan dia selalu menghantuiku dimanapun aku berada.
Semenjak SD, SMP dan SMA kami selalu satu sekolah dan selalu sekelas pula. Bahkan sekarang pun kami satu kampus dan satu jurusan, dan yang lebih parahnya lagi tanggal, bulan dan tahun kelahiran kami pun sama. Menyeramkan bukan?!
“Ah… Biasa saja. Dimana coba letak menyeramkannya.” batin para pembaca.
“Karena kalian tidak merasakan apa yang aku rasakan.” gerutuku, kesal cukup kesal pada komen para pembaca.
Sakti juga ya aku, bisa tanya jawab dengan kalian para pembaca melalui batin.
Coba kalian bayangkan bagaimana rasanya menjadi aku yang selalu dihantui oleh sesosok hantu cantik bernama Anita. Mungkin bagi kalian para jomblo ngenes yang kegantengannya berada beberapa strip di bawahku dan setiap sebelum tidur selalu berdoa kepada sang pencipta agar bisa mempunyai pacar, berteman cewek cantik seperti Anita akan menjadi suatu anugerah yang diturunkan Tuhan untuk kalian.
Makanya kalau sudah tahu punya muka pas-pasan, berusahalah sadar diri bahwa harus ada yang di upgrade dari diri kalian. Isi kepala musti upgrade pentium atau setidaknya update penampilan agar punya suatu hal yang menonjol, yang bisa membuat wanita melirik kalian. Yeah.. walaupun tidak bisa memacari mereka, setidaknya bisa mendapat lirikannya.
Kalau sudah punya wajah pas-pasan, otak tetap pentium dua, penampilan awut-awutan, badan bau apek, yeah apa yang bisa diandalkan? Mau kalian berdoa setiap hari, siang dan malam sambil jungkir balik pun, nggak akan ada cewek yang mau mendekat dengan kalian, kecuali kalian ke Gunung Sumbing dan belajar ilmu pelet. Tapi itu pun mungkin hanya untuk bisa mendapatkan vagina sumbing.
Namun hal tersebut tidak berlaku untukku. Aku terlahir dengan muka tampan nan rupawan dan juga dari keluarga yang cukup berada. Aku bagaikan setangkai mawar yang dikelilingi banyak kupu-kupu. Dan diantara banyaknya kupu-kupu yang mengelilingiku ada satu Ratu kupu-kupu yang selalu berada di sampingku, dia begitu posesif menjaga diriku dari kupu- kupu lain yang ingin hinggap di tangkai mawarku.
Ratu kupu-kupu tersebut tak lain dan tak bukan adalah Anita Kusumaningsih, dia selalu ada di sampingku, di manapun dan kapan pun aku berada. Ia akan muncul secara tiba-tiba ketika ada kupu-kupu lain mencoba mendekat untuk hinggap di tangkai mawarku. Dialah sosok jelangkung dalam hidupku yang datang tak dijemput tapi pulang minta diantar.
“Tuh kan, kelas PA2-nya ditiadakan karena dosennya lagi ada seminar dan berhalangan untuk hadir.” kesalku setelah melihat kertas pemberitahuan yang ditempel di dinding pintu.
“Hmmmm….” gumamnya.
“Udah ah aku mau ke kantin, mau ngopi. Ni kepalaku udah pusing banget.” ujarku dengan muka bete.
“Iya-iya yok ke kantin yok, aku juga laper, tadi pagi gak sempet sarapan.” ujarnya sambil memamerkan barisan giginya yang putih. Lalu lanjutnya, “Senyum dong, jangan ditekuk gitu mukanya. Entar muka gantengnya ilang loh.”
“Nita…” belum juga kami melangkah tiba-tiba ada seseorang memanggil dari arah belakang. “Ya Va, ada apa?” tanya Nita kepada temannya.
“Baju yang kamu pesen sudah sampai loh, mau diambil sekarang gak di kost-sanku?” ujar cewek bernama Eva. Dia adalah temannya Anita.
“Boleh deh, mumpung hari ini kita gak ada kelas.” jawab Nita, lalu ia menatapku, “Bram, kamu ke kantin sedirian gakpapa kan? Aku mau ambil baju di kost-sannya Eva dulu.”
“Iya gakpapa.” jawabku.
“Ya udah kalau gitu aku ke kost-sannya Eva dulu ya ambil baju, entar aku nyusul ke kantin.”
“Ya wes kalau gitu aku ke kantin duluan.” ujarku.
Lantas, aku pun bergegas menuju kantin untuk memesan kopi.
“Akhirnya aku bisa duduk santai sambil menikmati secangkir kopi panas dan sebatang rokok.” gumamku sembari menyesap kopi dan membakar sebatang rokok.
“Bram.” seru seorang cewek yang menyapaku setengah berteriak.
“Heyy…” sapaku ramah sambil menatap wajah cantik yang sedang mendekatiku. Namanya adalah Nina.
“Udah dari tadi di sini?” tanyanya penasaran.
“Barusan kok. Kopiku aja barusan dateng.” sahutku cepat.
“Aku boleh duduk disini?” tanya Nina sembari menatapku.
“Emang. Ada tulisan: dilarang duduk?” sahutku bercanda.
“Aku nitip tas yah, mau pesen makanan sebentar.” serunya sambil berlalu meninggalkanku.
Tak lama kemudian ia pun kembali sambil membawa sebuah nampan berisi pesanannya. “Bram, kamu gak makan?” tanya Nina.
“Tadi udah sarapan di rumah.” jawabku jujur.
“Kamu emang lagi gak ada kuliah? Kok pagi-pagi gini sudah di kantin.” tanyanya kembali.
“Seharusnya ada tadi jam 8, tapi dosennya lagi berhalangan hadir karena ada seminar. Kalau kamu?” sahutku dan balik bertanya.
“Hari ini, aku gak ada kuliah!” sahutnya memberitahu. “Aku ke kampus cuman mau ngumpulin tugas doang.”
“Ohhh..” singkatku.
“Eh Bram, hari Sabtu kamu ada acara enggak?”
“Emmm kayaknya gak ada sih. Emang kenapa?”
“Hari sabtu kan ada konsernya Ari Lasso.”
“Oh ya?” potongku dengan penuh antusias. “Emang di mana konsernya?” aku memang adalah salah satu penggemar berat Ari Lasso.
“Di Grandcity.” jawabnya. “Nah kebetulan aku punya 2 tiket. Kamu mau gak nemenin aku nonton?” pintanya.
“Seriusan Nin, kamu punya 2 tiket?” tanyaku tak percaya.
“Iya, temenku hari sabtu gak bisa dateng, terus aku bingung mau ngajak siapa? Kalau kamu gak ada acara temenin aku ya.” pintanya lagi.
“Aseekkk… Makasih, ya Nin, aku bisa.” seruku girang.
Saat sedang enak-enaknya ngobrol dengan Nina sembari menikmati secangkir kopi, aku dikagetkan oleh seorang cewek yang tiba-tiba duduk di sebelahku.
“Bram, ya ampun kamu itu ditungguin dari tadi juga di parkiran.” serunya tiba-tiba.
“Kan hari ini kita ada tugas kelompok.” cerocosnya lagi.
“Haahhhh… Tugas kelompok?” tanyaku polos. “Kita kan gak sekel..”
Belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, tiba-tiba ia menginjak kakiku dan mencubit perutku dengan sangat keras.
“Aduuhhhh…” erangku kesakitan.
“Loh gimana sih, kan kita sekelompok matkul MSDM.” ujarnya lembut namun dengan mata melotot tajam ke arahku.
“I… Iya Nit.” jawabku sambil menahan sakit.
“Oh iya, kamu juga sudah janji kalau hari sabtu mau nganterin aku servis mobil.” serunya lagi.
“Emang kapan aku jan…”
Lagi-lagi Nita memperkuat injakannya di kakiku dan mencubitku lebih keras dari sebelumnya.
“I.. Iyaa..” jawabku spontan karena merasa kesakitan.
“Ohhh, nggak papa kok Bram, kan konsernya malem. Jadi selesai kamu nganterin Nita servis mobil kita bisa pergi ke konser.” tiba-tiba Nina menyahut sambil tersenyum manis kepadaku namun raut mukanya sangat sulit untuk kugambarkan.
“Kan abis servis mobil, kita mau ke acara ulang tahun kakak sepupumu di Malang.” sahut Nita, kali ini sama dengan Nina dia juga terseyum manis kepadaku, namun raut mukanya sama dengan Nina sangat sulit untuk kugambarkan.
Ditambah lagi kali ini dia berpindah dari yang sebelumnya mecubit perutku kali ini mencubit pahaku dengan sangat keras.
“Aaaadu….” erangku kesakitan.
“Kenapa, Bram?” tanya Nita dengan raut muka yang seakan-akan dibuat polos.
“Enggak papa kok.” jawabku cepat sambil menahan sakit.
“Maaf; ya Nin, hari Sabtu nanti si Bram gak bisa nemenin kamu nonton konser. Mending kamu ajak orang lain aja deh untuk nemenin kamunya.” ujar Nita pada Nina, lalu padaku, “Yuk Bram, kita sudah ditungguin sama anak-anak loh untuk ngerjain tugas kelompok.
“I… Iya…” jawabku. “Nin maaf ya, aku balik duluan.” pamitku dengan sedikit terhuyung karena Nita menarik tanganku dengan keras.
“Iya Bram, enggak papa kok. Aku juga bentar lagi mau balik.” sahut Nina sambil tersenyum kearahku. Namun sorot matanya pada Nita menggambarkan pancaran yang penuh kebencian.
“Aku duluan, ya Nin.” ujar Nita berpamitan dengan senyum merekah dan mata berbinar menatap Nina. Ia seolah sedang menyampaikan kemenangan.
Dengan langkah gontai aku berjalan bersama Nita menyusuri jalanan kampus.
“Emang kita mau ngerjain tugas kelompok dimana?” tanyaku.
“Oh iya, aku baru inget kan matkul MSDM kita gak sekelompok, Bram.” jawabnya santai.
“Lah!!” sahutku shock. “Terus ini kita mau kemana?” aku mulai dongkol.
“Anterin aku pulang, ama sekalian aku mau minta tolong benerin laptopku, kan kapan hari kamu pernah janji mau install ulang windowsnya.”
“Lah, kan kamu bawa mobil, Nit?”
“Tadi aku ke kampus naik gocar, mobilku lagi dibawa pak Mamat untuk diservis.”
“Laah… kamu gimana sih? Tadi bilang kayanya hari sabtu nanti aku harus nganterin servis mobil.”
“Oh ya?! Emang kapan aku bilang kayak gitu?”
“Tadi waktu kita lagi di kantin. Terus kamu juga bilang kalau malemnya kita ada acara ulang tahun sepupuku di Malang! Kan aku gak punya sepupu yang tinggal di Malang, Nit.” ucapku mengingatkan.
“Udah ah bawel, buruan anterin aku pulang. Laper nih tadi pagi gak sempet sarapan.” rajuknya sembari berjalan mendahuluiku menuju parkiran mobil.
“Nih cewek kenapa sih? Kok malah jadi dia yang sewot? Aku salah apaan coba?” gumamku membatin. “Apa jangan-jangan waktu tadi dia ke kost-san nya Eva kepalanya kepentok sesuatu kalik ya? Wanita yang aneh. Hilang sudah kesempatanku untuk menonton konser Ari Lasso.” tundukku lesu.
Rumah Nita
“Rumahmu kok sepi amat Nit?” tanyaku padanya.
“Iya Bi Iroh, ijin pulang kampung karena cucunya lagi sakit, terus tadi waktu di kampus mama whatsapp ngabarin kalau mau ke Madiun. Nengok saudara yang sakit.” Nita memberitahu.
“Terus…?” tanyaku penasaran.
“Mama tadi bilang, ‘mau nginap tiga hari katanya, di Madiun.’ Tadi sehabis pak Mamat servis mobilku, mereka berangkat ke Madiun.”
“Berarti kamu sendirian dong Nit di rumah selama tiga hari?!”
“Ya mau gimana lagi. Lagian kamu tau sendiri kan kalau aku sudah terbiasa sendirian sejak kecil.” ujarnya.
Nita hanya tinggal berdua di rumah dengan Mamanya dan di temanin satu orang supir dan satu orang ART, kedua orang tuanya sudah berpisah sejak lama.
Aku merasa iba kepada Nita, apalagi saat mendengar pernyataannya bahwa ia sudah terbiasa sendirian di rumah.
“Emang kamu gak takut di rumah sendirian?”
“Takut sih sebenernya tapi mau gimana lagi?”
“Ati-ati loh entar kamu waktu tidur di keloni (di peluk saat tidur) sama kolong wewe. Apalagi sekarang malem jum’at” ujarku iseng menakutinya.
PLETAK!!
“Aduhh.. Sakit Nit.” Keluhku dengan ekspresi meringis kesakitan sambil mengusap kepalaku karena Nita menjitak kepalaku.
“Biarin…” ujarnya ketus. “Udah tahu aku takut dengan hal begituan, masih aja di bercandain kayak gitu.”
“Iya-iya maaf. Nit, kopi Nit….!” Pintaku pada Nita untuk membuatkan kopi untukku.
“Iya…. Bentar, ya.!” jawabnya pelan memintaku untuk bersabar. “Bram aku mandi dulu, ya.
Badanku lengket banget nih, gak enak rasanya.”
“Lah baru jam 10 pagi kok mandi lagi?” tanyaku heran.
“Aku tadi pagi bangunnya kesiangan jadi gak sempet mandi sama sarapan.” jawabnya santai.
“Astaga Nit, penyakit jorok-mu dari dulu sampai sekarang kagak sembuh-sembuh.”
“Ya namanya juga kesiangan, lagian meskipun aku gak mandi aku tetep harum dan cantik. Weeek…!!” jawab Nita sambil memeletkan lidahnya.
“Hmmmm….!” Aku berdehem sejenak lalu berkata. “Terus kopinya?”
“Iya. Bentar ya, ‘Bramantyo Berbudi Pekerti Luhur’ yang ganteng. Habis mandi ya, aku buatin kopinya..! Nih sekarang minum air putih dulu biar sehat! Jangan kebanyakan minum yang manis-manis gak baik buat kesehatan! Minum air putih sambil liatin aku sama aja ‘kan manisnya.” Nita tersenyum lalu beranjak pergi meninggalkan aku yang duduk di ruang tamu setelah memberiku segelas air putih.
Aku hanya bisa terdiam dan tersenyum melihatnya, dalam hatiku berkata. “Ya, ampun nih anak bisa bersifat manis juga ya ternyata. Oh God!!! Manis banget senyumannya. Bertahun-tahun aku selalu bersamanya, kenapa baru sekarang aku tersadar kalau selama ini ada bidadari cantik yang selalu ada di sampingku.”
“Hoamm…!! Ngantuk juga ya lama-lama, asataga sudah habis tiga batang rokok nih anak belum selesai juga mandinya. Mendingan aku selonjoran di sofa deh, sambil tiduran nungguin dia selesai mandi.” Kataku dalam hati. Dan tak terasa karena rasa kantuk telah menyelimutiku aku pun tertidur di sofa ruang tamu rumah Nita.
Nita
“Seger banget habis mandi, Pasti Bram seneng banget deh kalau aku masakin nasi goreng seafood secara ‘kan itu makanan kesukaan dia banget.” gumamku senang dalam hati.
“Cooking Time.” ujarku lagi dengan girang.
Memasak dan membuat kue adalah salah satu hobby-ku. Bagiku memasak merupakan terapi dan seni, suatu bentuk untuk mengekspresikan diri melalui kemampuan mencampur bumbu dan bahan makanan untuk menciptakan masakan yang sangat lezat dan unik.
Harum dari hasil tumisan olive oil, bawang merah, daun bawang, bawang putih, dan cabai pun menguar dan membelai indra penciumanku. Aku masukkkan nasi merah ke dalam penggorengan sambil terus mengaduk. Aku genggam erat spatula di tangan kanan, sementara tangan kiri menekan ganggang wajan. Aku aduk terus sampai seluruh isi wajan itu tercampur dengan sempurna. Selanjutnya kumasukkan potongan udang dan cumi lalu mengaduknya lagi sampai semuanya tercampur rata dengan sempurna.
Nasi goreng yang kubuat sudah matang, kuangkat dan kuhidangkan di satu piring besar, dan tidak lupa kuhias agar tampilannya menjadi cantik dan menarik untuk dilihat, agar lebih menggugah selera. Kucium aroma nasi goreng seafood beras merah buatanku. “Hmmmmm… Yummy. This is it, nasi goreng beras merah ala Anita Kusumaningsih.”
●°●°●
Back to Bram
“Ini aku lagi dimana sih?” tanyaku dalam hati.
Aku mencoba mengamati sekelingku. Dan betapa kagetnya aku, ketika menyadari diriku sedang dalam kondisi telanjang bulat tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuhku. Aku sedang terduduk bugil dan terikat di sebuah kursi kayu. Tanganku terikat kebelakang dan kakiku terikat pada kaki kursi.
Kulihat ada seorang wanita sedang berjalan mendekatiku.
“Kamu siapa?” tanyaku padanya.
Wanita itu tak menghiraukan pertanyaanku, dan berjalan semakin mendekat ke arahku. Kuperhatikan dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Wanita tersebut mengenakan daster dan perawakannya sangat ayu.
“Cantik banget.” gumamku sambil menelan air liur, sorot mataku terpaku pada paras wajah ayunya.
Tiba-tiba wanita itu jongkok tepat di hadapanku.
“Kamu mau ngapain?” tanyaku kembali padanya.
Di elusnya pangkal pahaku dengan lembut tanpa menjawab. Aku mencoba berontak untuk melepaskan ikatan tanganku.
“Lepaskan aku…”
Ia tersenyum melihat ke arahku lalu digenggamnya batang penisku yang sedari tadi sudah tegang, dikocoknya perlahan dengan sangat lembut.
“Ahhhh…..” racauku mendesah menikmati setuhan lembut tangannya.
Diciumnya kepala penisku lalu dijilatinya lubang kencingku, lidahnya memutar ke semua bagian kepala penis dan menurun pelan sampai ke bagian bawah buah zakar. Matanya terus memperhatikan aku yang mulai keenakan.
Kepalanya naik turun dengan perlahan saat mengulum batang kejantananku dan sesekali memainkan buah zakarku lalu lidahnya menjulur keluar dan dijilatnya mulai dari pangkal batang sampai ke ujung kepala penis dengan perlahan dan naik turun berkali-kali. Saat berada di kepala penis, lidahnya menari-nari di ujung lubang kencing sehingga memberikan sensasi yang sangat luar biasa. Sensasi geli dan nikmat menjadi satu.
“Oouuhhhhh…!!” aku meracau merasakan kenikmatan.
Berbagai macam perasaan berkecamuk menjadi satu. Aku ingin meronta dan mencoba melepaskan diri, tapi aku juga merasakan suatu kenikmatan yang biasanya hanya ada di dalam hayalan dan mimpi-mimpiku. Aku benar-benar tidak berdaya di buatnya.
Ia mulai memasukan kembali batang kejantananku ke dalam mulutnya dan mulai menghisap sedalam mungkin. Lidahnya yang berada di dalam mulut bersentuhan langsung dengan batang bawah penisku sedangkan batang atas penisku bersentuhan langsung dengan rahang mulut atasnya. Lidahnya lalu menekan ke atas sehingga batang penisku seperti terjepit di dalam mulutnya dan kemudian ia menggerakkan kepalanya naik dan turun.
“Arrrgghhhh…!!” erangku karena aku merasakan sesuatu yang sudah terkumpul di ujung, kemaluanku akan meledak.
Disaat bersamaan aku juga merasakan suatu keanehan di area pantatku. Aku merasakan area pantatku semakin lama semakin terasa panas dan lama kelamaan menjadi semakin panas, seperti terbakar sesuatu.
“Panaaaaaassss…..” teriakku dan saat itu juga aku terbangun dari mimpiku.
“Hahahahaha…..” tawanya meledak seakan puas melihat ekspresiku.
“Astaga Nit, kamu kalau bangunin aku gak pakai cara ekstrim gak bisa ta?” aku menggerutu kesal.
“Abis kamu ngigaunya aneh sih! Mimpi jorok ya?” serunya dengan wajah tak bersalah.
“Kok gak sekalian kamu siram aku pakai bensin terus kamu bakar biar aku gak bangun selamanya.” ucapku masih kesal karena memang benar-benar sakit, bahkan aku merasa sepertinya kulit pantatku melepuh karena terbakar.
“Iya, maaf..” ucapnya dengan wajah tertunduk merasa bersalah.
Aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuannya, entah apa yang ada di otaknya sehingga dia bisa punya ide untuk membakar pantatku dengan korek gas dibalik celana jeans.
Mimpi indahku berubah 180° saat aku terbangun dari tidur.
“Emang tadi kamu mimpi apaan sih Bram, kok ngigagunya sampai mengerang gitu?” tanyanya.
“Mimpi ketemu setan.” jawabku ketus.
“Bram, maaf.”
“Udah ah, aku capek, aku mau pulang.” ujarku tak menghiraukannya sembari beranjak dari sofa.
“Maaf… Bram jangan marah.” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
“Nit, aku balik dulu ya.” ujarku berpamitan padanya.
“Iya aku salah, aku sudah keterlaluan maaf. Hiks… Hiks…! Bram jangan pulang, aku sudah capek-capek masakin nasi goreng kesukaanmu hiksss… Hiksss…” isaknya.
Aku yang tak tega melihatnya menangis, menghampirinya dan mengusap air matanya. “Iya aku gak pulang, sudah dong nangisnya.”
“Hiiksss…. Hiksss… Jangan marah lagi.”
“Iya aku gak marah. Utuk-utuk anak cantik, mana senyumnya entar hilang loh cantiknya kalau nangis terus.” hiburku.
“Minta maaf dulu.” rajuknya.
“Iya maaf.”
“Janji dulu gak akan marah-marah lagi.”
“Iya janji.”
“Mana jari kelingkingnya.” pintanya.
Aku menurutinya dan mengaitkan jari kelingkingku dengan jari kelingkingnya.
“Bram, aku laper.”
“Iya, makan yok. Makasih ya udah dimasakin nasi goreng seafood kesukaanku” aku mengucapkan terima kasih dengan penuh ketulusan.
“Aku maunya disuapin, karena kamu sudah jahat marah-marah sama aku.” rengeknya manja.
“Iyaaa….”
Kamipun beranjak menuju meja makan untuk makan bersama.
“Nih. A…A…Akkk…” aku mulai menyodorkan sendok yang sudah berisi nasi goreng lalu memintanya membuka mulut seperti layaknya seorang Ibu yang mau menyuapi anaknya makan.
“Nyam… Nyam… Nyam…”
“Dasar manja, sudah gede juga masih aja disuapin.” ocehku.
“Biarin… Abisnya kamu jahat, aku dibikin nangis. ” jawabnya membela diri.
“Hmmmmm….”
Aku menyuapinya dengan telaten sambil sesekali aku makan untuk diriku sendiri, hingga nasi goreng di piring itu pun ludes tak bersisa.
Setelah selesai makan, aku beranjak keluar menuju teras rumah Nita. Seperti biasa aku menyalakan rokokku. Ada pribahasa yang mengatakan, ‘SELESAI MAKAN TANPA MEROKOK, ITU BAGAIKAN WANITA TANPA PENSIL ALIS’. Hehehe… lebay (mode on).
Sembari membakar sebatang rokok, aku berpikir tentang kejadian yang barusan terjadi. Kucoba memeras otakku sekeras mungkin mencoba mencari logika yang tepat tapi tetap juga tak menemukan.
Sembari membakar sebatang rokok, aku berpikir tentang kejadian yang barusan terjadi. Kucoba memeras otakku sekeras mungkin mencoba mencari logika yang tepat tapi tetap juga tak menemukan.
“Hassss… Lama-lama aku makan juga nih rokok.” gerutuku kesal bercampur frustasi.
Haduuhh… Yang salah siapa? Yang minta maaf siapa? Yang kesakitan siapa? Yang nangis siapa?
PASAL 1
Ayat 1 : Cewek selalu benar.
PASAL 2
Ayat 2 : Kalau cewek salah, lihat kembali pasal 1 ayat 1.
Wanita adalah mahkluk paling rumit yang diciptakan Tuhan, bahkan lebih rumit dari rumus Einstein E=MC². Hanya Tuhan dan dirinya sendirilah yang mampu.
Nita
“Niiiittt….” panggil Bram dari arah teras rumah.
“Ya Bram, ada apa?” jawabku sembari menghampirinya.
“Ini Bunda mau ngomong sama kamu.” ujarnya sembari memberikan Hpnya padaku.
“Hallo, Assalamualaikum Bunda.” ucapku memberi salam di ujung telpon.
“Waalaikum salam, sayang.” jawab bunda di ujung telpon sana.
“Ada apa, Bun?” tanyaku sopan.
“Tadi bunda ditelpon sama Mamamu. Beliau nitipin kamu ke Bunda. Nita mau kan untuk sementara ini nginap di rumah Bunda? Soalnya Mamamu khawatir takut ada apa-apa dengan kamu, Nit.” ucap Bunda di ujung telpon sana.
“Iya, Bun. Nita entar nginap di rumah Bunda. Mama juga ngomong kok sama Nita tadi di telpon sebelum berangkat ke Madiun.”
“Kalau gitu sekalian aja kamu bareng Bram, sayang. Ini Bram, Bunda suruh pulang untuk nganterin koper ke kantor Papanya.”
“Nita, entar sore aja Bun, berangkat sendiri ke rumah Bunda. Nita belum beres-beres rumah, sama packing baju, Bun.”
“Ya sudah kalau gitu, entar sore Bunda tunggu di rumah ya sayang.”
“Iya Bun, Assalamualaikum Bunda.”
“Waalaikum salam, sayang.”
“Nih Bram Hpmu.” ujarku pada Bram sembari mengembalikan Hpnya.
“Emang Bunda ngomong apaan Nit?” tanya Bram padaku.
“Rahasia… Weeek.” jawabku sambil memeletkan lidah padanya. “Lagian mau tau aja sih urusan perempuan. Kepo.” ejekku padanya.
“Hmmmm…. Nit aku balik dulu ya! Tadi disuruh Bunda pulang untuk ngaterin koper ke
kantor papa. Papa ada kerjaan di luar kota dadakan soalnya hari ini.”
“Iya Bram.”
“Sementara ini kamu pakai laptopku dulu aja ya buat ngerjain tugas kuliahnya. Laptopmu tak bawaknya entar di rumah tak benerin.”
“Gak usah Bram, gak papa kok, kan aku masih ada Ipad.”
“Emmm… Oh ya, kamu gak papa ta Nit di rumah sendirian?” tanyanya.
“Kenapa emangnya? Khawatir ya sama aku?! Takut aku kenapa-napa ya?” ledekku padanya.
“Ya pastilah aku khawatir sama kamu Nit, Hihhhh… Nih anak di tanyain serius juga.”
“Ihhh… Sweet banget sih kamu.”
“Hihhhhhh….” geramnya.
“Insya’allah aku gak kenapa-kenapa. ‘Kan aku sudah terbiasa sendirian.”
“Iya aku paham hal itu, tapi kan kamu gak pernah di rumah sendirian, Nit. Biasanya ada Pak Mamat atau Bi Iroh yang nemenin kamu.” ujarnya menerangkan kekhawatirannya.
“Sudah, percaya deh sama aku. Kalau aku ada apa-apa atau butuh sesuatu kan aku pasti ngabarin kamu.”
“Hmmmmm….!! Janji ya langsung ngabarin aku.” ujarnya.
“Siap, Bos.” seruku sembari memberi hormat.
“Ya wes nek gitu. Aku balik dulu ya Nit. Assalamualaikum.” ujarnya berpamitan.
“Waalaikum salam, hati-hati di jalan, Bram.”
“Ya ampun tuh anak manis banget sih sikapnya.” gumamku dalam hati.
Aku menatap lekat punggungnya saat ia berjalan menjauhiku. “Bram, andai kamu tahu kalau aku begitu menyayangimu, bahkan sampai sekarang aku masih memegang janji kita waktu kecil.”
Selalu ada kamu
Di setiap kataku ku sampaikan cinta ini
Cinta kita
Ku tak akan mundur, ku tak akan goyah
Meyakinkan kamu mencintaiku
Tuhan ku cinta dia, ku ingin bersamanya
Ku ingin habiskan nafas ini berdua dengannya
Jangan rubah takdirku, satukanlah hatiku dengan hatinya
Bersama sampai akhir
Di setiap kataku ku sampaikan cinta ini
Ohh cinta kita
Ku tak akan mundur, ku tak akan goyah
Meyakinkan kamu mencintaiku
Tuhan ku cinta dia, ku ingin bersamanya
Ku ingin habiskan nafas ini berdua dengannya
Jangan rubah takdirku, satukanlah hatiku dengan hatinya
Bersama sampai akhir
Tuhan ku cinta dia, ku ingin bersamanya
Ku ingin habiskan nafas ini berdua dengannya
Jangan rubah takdirku, satukanlah hatiku dengan hatinya
Bersama sampai akhir
●°●°●
Back to Bram
Setelah berjam-jam berjibaku dengan kemacetan dan hiruk-pikuk kota Surabaya akhirnya aku sampai juga di rumah. Setelah memarkirkan mobil, aku memasuki rumah dengan langkah gontai.
“Assalamualaikum…” aku memberi salam sambil menutup kembali pintu.
“Waalaikum salam…” Bunda menjawab salamku.
Aku menghampiri Bunda dan menyalim tangannya.
“Kok anak Bunda wajahnya lesu banget sih?” tanya Bunda padaku.
“Capek, Bun, jalanannya macet banget.” jawabku.
“Sudah makan, sayang?” tanya Bunda lagi.
“Sudah.. tadi di rumah Nita. Bram naik ke atas dulu, ya Bun, pengen istirahat di kamar.” ujarku pada Bunda sembari melangkahkan kaki menyusuri anak tangga.
Aku segera masuk ke dalam kamarku, menaruh tas dan langsung merebahkan tubuhku di atas kasur yang empuk.
“Ahhh… Nikmatnya.” Kupejamkan kedua mataku. Berharap rasa kantuk datang dan menelanku ke alam ketidaksadaran.
Semenit……. Lima menit……. Sepuluh menit…… “Arrrrgggggghh… Kok gak bisa tidur sih?”
aku menggerutu sambil mengacak-ngacak rambutku.
Saat aku memejamkan mata justru bukan rasa kantuk yang menyapaku, melainkan bayang-bayang cewek yang hadir di mimpiku saat tadi aku ketiduran di rumah Nita. Sontak hal tersebut membuat juniorku memberontak di balik celana, mendobrak untuk keluar dari sangkarnya.
Nita
Ting… Tong… Ting… Tong…!!
Ting… Tong… Ting… Tong…!!
“Iya sebentar.” teriak seseorang dari dalam rumah.
Grreeeeeeeekkkkk…!! Suara pagar terbuka.
“Eh cah ayu (anak cantik), monggo (silahkan) masuk mbak.” Mbok Darmi tergopoh membukakan pintu dan mempersilahkan aku masuk.
“Assalamualaikum, Mbok.” sambil menyalim tangannya.
“Waalaikumsalam…” jawabnya sambil tersenyum.
Mbok Darmi adalah ART keluarga Bram, dan beliau sudah bekerja di rumah Bram semenjak kami masih kecil.
“Cah ayu mau si Mbok buatin minum apa?” tanya si Mbok menawarkan minuman.
“Gak usah repot-repot, Mbok, makasih. Entar Nita bikin sendiri aja kalau haus.” tolakku ramah. “Oh ya Mbok, Bunda ada?” tanyaku sambil berjalan masuk ke dalam rumah.
“Ada di ruang tengah, Mbak. Mau si Mbok panggilin?”
“Gak usah Mbok, makasih.”
“Itu ibu, Mbak.”
“Eh cantik…” ucap Bunda Bram.
“Assalamualikum, Bunda.” ujarku memberi salam sambil menyalim tangan Bunda Bram.
“Waalaikumsalam sayang, muuuaacchh….” Bunda mencium keningku dan memelukku.
“Anak Bunda sudah makan belum? Bunda hari ini masak banyak loh, khusus buat anak Bunda yang paling cantik.”
“Sudah sih Bun, tadi di rumah, tapi kalau sudah menyangkut masakan Bunda yang super duper enak kayaknya aku wajib makan lagi.”
“Kamu, emang paling bisa deh kalau nyenengin Bunda. Ayo kita makan, kebetulan Bunda belum makan siang.” Ajak Bunda sembari merangkul bahuku.
Back to Bram
“Alkohol kamu jahat tapi enak
Alkohol bisa juga buat luka ringan
Alkohol walau jahat tetap enak
Alkohol walau pajak-mu tinggi tetap menjadi solusi
Alkohooooolllll….
Woooouuuwoooo…. Alkohooooooollll…….”
Aku bernyanyi di dalam kamar mandi untuk menghilangkan pikiran jorok yang mengendap dalam otakku.
“Brrrr…. Dingin juga airnya. Astaga naga kok iniku belum juga mau turun ya.” ucapku dalam hati saat melihat juniorku yang masih berdiri tegak menantang. “Kayaknya emang harus dikeluarin deh, daripada entar mengendap terus membeku dan menjadi batu.”
Kutuangkan sedikit sabun cair di telapak tanganku, lalu kubelai secara perlahan juniorku. Sambil memejamkan mata aku mencoba mengingat-ingat kembali wanita yang ada dalam mimpiku itu.
Di hadapanku kini ada seorang wanita yang sedang berdiri membelakangiku. Wanita itu berambut panjang dan tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya. Aku sangat tergiur dengan bentuk tubuhnya, dari belakang lekukan tubuhnya terlihat sangat indah. Ditambah kulitnya yang putih mulus tanpa ada cacat sedikitpun.
Perlahan kudekati wanita itu, kucium lembut bahunya dan perlahan naik ke tengkuk lehernya. Ia mengerang dan mendesah menikmati cumbuanku di area tengkuk lehernya. Dari belakang kuremas payudaranya sambil tetap mencumbu tengkuk lehernya.
“Aaaahhhh….Sssshhhhhh…..” Desahannya membuatku libidoku semakin memuncak.
Tak lama kemudian ia condongkan tubuhnya kedepan lalu tangan kananya bertumpu pada sisi bak kamar mandi untuk menahan tubuhnya dan tangan kirinya meraih juniorku dan mengarahkannya untuk memasuki liang senggamanya.
“Masukin… Shhhhhh….” pintanya.
secara perlahan penisku mencoba menerobos masuk ke lubang vaginanya.
“Aaakkhhhh…” Desah kami bebarengan ketika penisku mulai memasuki lubang vaginanya.
“Ooouuucchhhh… ! Terusin…! Aaaarrhhhh…”Racaunya.
Suara desahan dan lenguhanya membuatku bersemangat untuk menancapkan kenikmatan di lubang vaginanya dan kini pinggulnya bergoyang kekanan dan ke kiri mengikuti arah sodokan penisku yang semakin lama semakin cepat menusuk vaginanya.
Splassssshhhh… Splasssshhhh…. Splasssshhhhhhh….
Kujambak rambutnya dari belakang membayangkan seperti adegan dalam film JAV yang kutonton.
Kedutan di otot-otot vaginanya terasa mencengkram penisku membuatku tak tahan. Aku mendorong penisku lebih dalam ke vaginanya dan mempercepat sodokan penisku.
Kukocok penisku lebih cepat. “Arrrggghhh…” erangku.
Aku yang sudah tidak tahan karena merasa sebentar lagi akan klimaks segera mencabut penisku. Dengan cepat wanita itu jongkok di depanku dan tangannya meraih batang penisku dan mengocoknya.
“Kok jadi wajahnya Nita yang ada di imajinasiku?” tanyaku dalam hati. “Ahhh bodoh amat yang penting keluar.”
Kukocok penisku lebih cepat. “Arrrggghhh…” erangku.
Clooop…. Clooop…. Clooop…..
Ceklek! Suara pintu kamar mandi terbuka.
“Nita…” Seruku kaget karena aku melihat Nita sedang berdiri mematung di depan pintu, dengan wajah yang begitu terkejut dan memerah. Pandangan matanya seolah menyiratkan suatu pandangan yang tidak percaya, sehingga membuatku mengernyitkan dahiku. Kenapa Nita bisa disitu?
DEGH!!!
“Itu beneran Nita yang sedang berdiri di depan pintu kamar mandiku yang terbuka, sedang melihat kearahku yang sedang…. “ tanyaku dalam hati. “Arrrrgghhhhhhh….”
Dengan gerakan reflek super cepat, aku langsung menutupi Bram junior.
“Nit tutup pintunya.” Seruku.
Namun Nita tak menghiraukan ucapanku, ia tetap berdiri mematung di depan pintu kamar mandiku.
“Nit tutup pintunya…” seruku kembali dengan sedikit berteriak.
Ia yang kaget mendengar teriakanku langsung bergegas menutup pintu kamar mandiku.
Saat ini aku benar-benar sangat shock. Rasa malu menyeruak dengan hebat di dalam dadaku, saat Nita memergoki diriku sedang onani.
“Arrrrgghhhhhhh….” gerutuku frustasi sembari mengacak-ngacak rambutku.
Kulihat kearah bawah bahkan juniorkupun ikutan shock, karena saking shocknya juniorku sekarang dalam keadaan yang benar-benar kecil, saking kecilnya mirip seperti cacing.
“Astaga naga gagal keluar lagi, jadi batu jadi batu deh!!” tundukku lesu karena kali ini aku gagal lagi untuk menuntaskan hasratku.
“NIIIITAAAAAAAAAAAAA………..”
Mandi seharusnya membuat tubuh menjadi segar dan bersih. Namun bukan hal itu yang aku rasakan melainkan aku merasa diriku sangat kotor dan hina. “God help me….”
Hampir setengah jam lebih aku di dalam kamar mandi. Aku sangat takut untuk keluar, kepalaku pusing dan aku sangat bingung memikirkan alasan apa yang akan kuberikan kepada Nita.
“Oke Bram keep calm. Everything’s gonna be okay.” kataku dalam hati.
Ku ketuk-ketuk sendiri kepalaku, “Tuk…. Tuk…. Tuk… hallo kepala ada isinya gak? Mikir… Mikir… Mikir…. Mikir…. Buahahahaha, kayaknya kepalaku emang beneran kosong deh.”
“Aduh malu ‘kan, ini jadinya. Harus ngomong apa coba, kalau ditanyain Nita aku tadi ngapain di kamar mandi terus itu junior kok bisa berdiri? Aduh pasti Nita berpikir kalau aku tadi melakukan hal yang aneh-aneh dan mesum. Hasss… Tauk, ah gelap di pikir entar aja deh. Que sera, sera whatever will be, will be (apapun yang kan terjadi, terjadilah).”
“Bismillah…” doaku saat membuka pintu kamar mandi.
Ceklek! Suara pintu kamar mandi terbuka.
Kulihat Nita sedang duduk di tepi kasur, tangannya sedang memegang remote AC sepertinya ia sedang mengatur suhu ruangan.
Aku berjalan menghampirinya yang sedang duduk diatas kasur dengan santai seperti tidak ada sesuatu hal yang terjadi sebelumnya. “Lagi ngapain Nit?” tanyaku basa-basi.
“Cowok mesum.” serunya dengan sorot mata yang tajam menatap kearahku.
“Kok aku dibilang cowok mesum? Kan aku gak ngapa-ngapain?”
“Tadi kamu dikamar mandi lagi itu kan?” tanyanya.
“Lagi itu apa?”
“Ya itu pokoknya.”
“Oh maksudmu lagi itu yang itu.” jawabku santai dengan wajah sok cool.
“Tuh kan… Dasar cowok mesum.”
“Loh kok aku dibilang cowok mesum sih? Kan kata itu yang aku maksud, aku lagi nyabunin badan di kamar mandi.”
“Iiiihhhh…. Kamu gak usah ngeles deh.” ujarnya geram.
“Loh kok jadi kamu yang marah kan aku yang seharusnya marah sama kamu. Sudah masuk kamar orang gak pakai permisi ditambah masuk kamar mandi gak pakai ketuk pintu dulu lagi.”
“Salah siapa pintu kamar mandinya gak dikunci?”
“Kok jadi aku yang disalahin? Kan kamar mandinya ada didalam kamarku, dan cuman aku yang makai kamar mandi ini. Jadi hal yang wajarkan kalau aku gak ngunci pintu kamar mandi.”
“Iihhhhhh… Bram, sudah deh gak usah ngalihin pembicaraan. Kamu tadi di kamar mandi lagi muasin diri kamu sendiri kan?” tembaknya langsung.
“Ya Iyalah pastinya. Dari dulu orang kalau mandi ya pasti muasin dirinya sendiri lah Nit. Masak aku yang mandi yang puas orang lain.”
“Braammmmm..” geramnya.
“Apa sih Nit? Emang aku ngapain? Orang aku di kamar mandi gak ngapa-ngapain cuman mandi biasa.”
“Kalau kamu di kamar mandi gak ngapa-ngapain dan cuman mandi biasa terus ngapain tadi kamu megangin itu-mu?”
“Ya wajarlah kalau aku tadi megangin itu-ku, ‘kan biar gak kelihatan sama kamu karena kamu secara tiba-tiba buka pintu kamar mandi.” kilahku. Untung aku berguru sama guru Chintung, master of seribu alasan.
“Terus kenapa itu mu kok bisa gede gitu?” tanyanya lagi.
Kudekati dan kutatap wajahnya dengan mata yang sedikit kusipitkan dan bertanya “Oh… ituku gede ya?”
PLETAK!!
“Aduhh.. Sakit Nit.” keluhku sambil meringis kesakitan dan mengusapi kepalaku karena kepalaku di pukul menggunakan remote AC.
“Dasar cowok mesum” ujarnya ketus.
“Sakit banget Nit, astaga….” keluhku yang masih merasa kesakitan. “Dasar mak lampir.” gerutuku.
“Upss!” aku yang keceplosan langsung buru-buru menutup mulutku.
“Kamu tadi bilang apa Bram barusan?” tanyanya padaku sambil tersenyum manis kepadaku namun auranya terlihat sangat menyeramkan.
“Eng… Enggak Nit aku gak bilang apa-apa kok.” jawabku ketakutan.
“Kamu tadi bilang aku kayak mak lampir kan.” Serunya dengan mata melotot menatap tajam kearahku. Bahkan kali ini ia lebih menyeramkan dari mak lampir.
CIIAAT!!
PLETAK!!
BAAG!!
BUUG!!
BAAK!!
KO!!
Sekarang kalian tahu dengan sendirinya ‘kan, betapa sangat menyeramkannya seorang Anita Kusumaningsih.