DI PANTAI SAMA BANG WANDO

SLOT GACOR

Pelangi di barat pagi ini memberikan kesan tenang bagiku. Disini, didepan jendela yang masih basah akibat tetesan hujan gerimis beberapa saat lalu, kini sudah mulai mengering. Ku dengar kicauan burung mengiringi senyuman indah sang mentari yang baru muncul dari balik awan disisi timur sana. + a

Cukup lama aku terdiam disela tatapan kosongku dan seolah-olah tidak sadar bahwa hari ini dimulai dengan tanggal berwarna merah pertanda hari libur. Penatnya otakku setelah berjuang menghadapi ujian kenaikan kelas membuat aku lupa bahwa hari ini adalah hari minggu. Akhirnya aku bisa sedikit bernafas lega dari kerasnya pergulatan dengan soal-soal ulangan selama seminggu membuat aku cukup kelelahan, terutama otakku. Aku melihat kearah samping rumah, disana ada ibuku sedang menjemur cucian. Meskipun hari ini hari libur tetapi sudah menjadi kebiasaanku untuk selalu bangun pagi. Aku biasanya nggelakuin apa saja yang harus aku lakukan untuk mengisi waktu dipagi hari. + a

Dengan langkah pasti aku melangkah kedapur dan membuat kopi instan, itung-itung menggusir kantuk yang masih menggantung dimata. Setelah membuat segelas kopi, aku duduk dan menikmati minuman hangatku. + a

Tit-tit-tit… + a

Suara klakson motor terdengar dari arah depan rumahku. Siapa ya pagi-pagi begini nyamperin aku? Aku tengok jam dinding yang terpampang didekat dapur. Jam masih menunjukan pukul 06.12 am. Karena penasaran aku akhirnya manuju pintu depan dan membukanya. Terlihat bang Wando sedang berbincang dengan ayahku yang sedang memotong rumput dihalaman depan. Wah, kenapa bang Wando nggak kasih tahu ke aku ya kalau mau datang kerumah? + a

“Waduh… Ayah ngajak bang Wando masuk rumah. Mana aku belum mandi lagi… “. Aku bergegas masuk kedalam untuk sekedar mencuci muka atau menyisir rambutku yang agak acak-acakan. + a

“Bay… Ada bang Wando nih…”, kata ayahku. + a

“Iya… tunggu sebentar Yah”. Aku buru-buru mengeringkan air dimukaku dan menghampiri bang Wando yang sudah duduk manis dikursi tamu. + a

Wajah tampannya tersenyum padaku. Dia mengenakan jaket berbahan kulit berwarna hitam dan celana jean ketat berwarna hitam pula. + a

“Belum mandi nih, bau…”, canda bang Wando. + a

Aku hanya senyum-senyum jaim sambil duduk disebelahnya. “Biarin… aja”. + a

“Sewot dah…”. + a

“Nggak kok… kenapa abang nggak kasih tahu kalau mau kemari? Aku kan bisa siap-siap. Ya setidaknya aku bisa mandi dulu…”. + a

Bang Wando memegang tanganku dan berkata, “Abang mau kasih sureprize buat kamu Bay. Kamu kan habis ulangan, mau nggak kalau kamu hari ini kita jalan ke pantai *****. Anggap aja ini refreshing setelah ujian. Gimana?”. + a

Aku menatap mata bang Wando dengan penuh keharuan sebelum aku menganggukan kepala tanda aku setuju. + a

Tentu saja ayah dan ibuku mengijinkan aku pergi karena aku pergi dengan bang Wando (polisi lagi) jadi mereka tidak perlu khawatir. setelah mandi sebentar dan membawa barang-barang seadanya, aku dan bang Wando pamit untuk menuju salah satu pantai terkenal didaerah kami. + a

Jarak tempuh kepantai tersebut cukup jauh. Jika keadaan normal, dua jam setengah perjalanan kami akan sampai kepantai. Suasana pagi yang masih ditemani sedikit kabut membuat hari ini terasa sangat indah. Diperjalanan, suasana desa-desa atau daerah yang kami lalui sangat tentram dan indah. Memang jarak pantai ini agak jauh dari hiruk-pikuk kota yang ramai dan biasanya cukup sepi bahkan pada hari-haru libur biasa. Pantai ini akan ramai dikunjungi wisatawan jika hari-hari libur besar seperti tahun baru atau libur panjang. + a

Teriknya sinar matahari yang cerah terpantul diatas putihnya hamparan pasir. Ini menandakan bahwa kami akan segera sampai di pantai *****. Tak lama kemudian, deburan ombak pantai telah menyambut aku dan bang Wando. Didekat pantai ada perkampungan nelayan yang bisanya menjual makanan dan oleh-oleh khas pantai tersebut. + a

“Bay, kita pindah saja ya? Disini terlalu ramai buat kita berdua-duaan. Gimana?”, tanya bang Wando. + a

“Aku sih terserah abang saja. tapi memangnya kemana lagi bang?”, tanya ku balik. + a

“Ikut abang saja nanti kamu pasti bakalan seneng kok”. Bang Wando tersenyum kemudian memutar arah motor untuk menuju lokasi yang dianggapnya sepi. + a

Kami berdua masuk ke sebuah belokan sempit lalu terus masuk diantara rimbunnya cemara dan tanaman pasir pantai lainnya. Kayaknya belum pernah ada yang masuk kesini deh. Namun aku terpukau saat motor bang Wando berhenti. Disana suasananya sangat sepi dan hening. Di sisi kiri kami ada sebuah kayu besar yang sudah tumbang dan mati. Didekat kayu ada tumbuhan seperti suku pandan besar yang bercabang-cabang dan cukup rindang. Di belakang kami hamparan hutan cemara terlihat menutupi pantai ini. + a

“Ini hening sekali bang… Abang tahu dari mana lokasi ini?”, tanyaku. + a

“Dulu abang pernah iseng buat jalan-jalan mengitari pantai ini dan abang ketemu lokasi yang sepi seperti ini didekat lokasi pantai. Enak kan?”. + a

“ Enak banget bang”. Aku turun dan duduk diatas batang pohon mati kemudian aku lepas tas ranselku. + a

“Bawa air nggak dek?”, tanya bang Wando. + a

“Bawa bang”, aku mengambilkan air minum dari dalam ransel dan menyerahkannya pada bang Wando. + a

Tiupan angin sepoi-sepoi membuat aku terbuai dan lupa akan penatnya perjalanan menuju lokasi ini. Bang Wando melepas jaketnya sehingga baju kaosnya yang basah akibat keringat mencetak otot-otot tubuhnya yang masih ketat. Dia menjemur jaketnya diatas kayu mati yang aku duduki. Kemudian bang Wando duduk disampingku. + a

“Dek, sebenarnya abang sedang ada masalah dengan kak Siska…”. + a

Deg! Aku kaget mendengar perkataan bang Wando yang tiba-tiba saja membuyarkan kerileksanku. + a

“Karena apa bang?”. + a

“Kak Siska tahu kalau abang malam itu, waktu kita makan sate, ada di kota. Dia marah besar karena abang nggak pulang kerumah. Abang berusaha memberi alasan padanya bahwa abang sedang mendapat tugas jadi nggak bisa pulang kerumah tapi dia seolah-olah nggak percaya. Abang nggak tahu musti gimana lagi. Makanya tadi malam abang nggak sempat kasih tahu kamu kalau abang mau ngajak kamu kesini. Karena abang lagi bingung sama istri abang. Huh…”. Bang Wando menarik nafas dalam-dalam kemudian dia hembuskan dari hidungnya. + a,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts